Jayapura, Jubi – Para mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Puncak Jaya yang berada di Kota Jayapura mengecam para bupati dari Wilayah Adat Meepago yang dinilai gencar meminta pemekaran Papua untuk membentuk Provinsi Papua Tengah. Mereka menilai pembentukan Provinsi Papua Tengah bukan solusi untuk mengatasi masalah Papua.
Hal itu dinyatakan para mahasiswa dan pelajar asal Puncak Jaya dalam unjuk rasa yang digelar di Asrama Kinaonak milik Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya di Kota Jayapura, Jumat (1/4/2022). Penanggung jawab unjuk rasa itu, Semiron Kogoya menyatakan para mahasiswa dan pelajar itu menyampaikan “mosi tidak percaya” kepada para bupati Meepago yang gencar meminta pemekaran Papua.
“Kami mahasiswa dan rakyat Papua mengutuk keras elit politik Papua, dengan memberikan ‘mosi tidak percaya’ kepada Bupati Puncak Jaya Yuni Wonda dan elit Papua yang perjuangkan Daerah Otonom Baru atau DOB di Tanah Papua. Kami mendesak pemerintah pusat segera membatalkan rencana pemekaran Papua yang dipaksakan elit politik Jakarta maupun elit lokal Papua,’’ kata Kogoya.
Kogoya mengatakan bahwa pemekaran wilayah bukan solusi untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik di Tanah Papua. Pemekaran Papua justru dinilai akan menghancurkan martabat Orang Asli Papua (OAP) dan menimbulkan berbagai persoalan baru.
“Kami masyarakat Wilayah Adat Meepago, khususnya dari Kabupaten Puncak Jaya, menolak dengan tegas oknum atau elit politik lokal yang mengatasnamakan rakyat Meepago [untuk] mewacanakan [pembentukan] Daerah Otonomu Baru, provinsi maupun kabupaten/kota,” katanya.
Selain menolak rencana pembentukan Provinsi Papua Tengah, Kogoya mengatakan para mahasiswa asal Puncak Jaya menolak pemberlakukan Otonomi Khusus Papua Jilid 2 pada 2021 – 2041. Ia menyatakan rakyat tidak membutuhkan Daerah Otonom Baru, karena yang dibutuhkan rakyat adalah penyelesaian berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Pemekaran membawa Orang Asli Papua menuju pemusnahan etnis dan ras Melanesia. Kami mahasiswa Puncak Jaya menolak dengan tegas pembentukan Daerah Otonom Baru di Tanah Papua,” kata Kogoya.
Kogoya juga meminta pemerintah pusat segera membuka akses bagi Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengunjungi Papua dan menginvestigasi berbagai kasus pelanggaran HAM.
Pada Jumat, juga terjadi unjuk rasa yang dimotori para aktivis Petisi Rakyat Papua di Kota Jayapura. Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Jefry Wenda mengatakan pihaknya akan terus menggalang dukungan untuk menolak rencana pemekaran Provinsi Papua dan penerapan Otonomi Khusus Papua. Petisi Rakyat Papua itu sudah didukung oleh 116 organisasi gerakan akar rumput, pemuda mahasiswa, komunitas/paguyuban, para tokoh adat, dan rakyat Papua.
Petisi Rakyat Papua kini telah didukung sedikit 718.179 orang. Selain menolak rencana pemekaran Papua dan Otonomi Khusus Papua, petisi itu juga menuntut pemerintah Indonesia untuk segera memberikan Hak Menentukan Nasib Sendiri.
“Kami mendesak kepada pemerintah mencabut Otonomi Khusus Papua Jilid 2, membatalkan rencana pemekaran Provinsi Papua, dan memberikan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua,” kata Wenda. (*)
Discussion about this post