Enarotali, Jubi – Setelah unjuk rasa tolak pemekaran Papua dilakukan berbagai kelompok masyarakat berbagai kota di Papua, kini giliran mahasiswa Papua di Jember, Jawa Timur bersuara. Para mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember atau Fropemapja menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kampus Universitas Jember pada Sabtu, (19/3/2022).
Dalam unjuk rasa damai itu, para mahasiswa asal Papua di Jember menyatakan menolak rencana pemerintah memekarkan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Mereka menyatakan pemekaran provinsi di Tanah Papua akan membuat Orang Asli Papua menjadi minoritas di atas tanahnya sendiri.
Fropemapja menyatakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua telah gagal, ditandai dengan keberadaan Orang Asli Papua (OAP) yang semakin menjadi kelompok minoritas di Tanah Papua. Fropemapja menilai pemekaran provinsi di Tanah Papua akan semakin mendorong migrasi orang dari luar Papua.
Baca juga: Mahasiswa asal Yahukimo menolak pemekaran Papua dan minta Brimob ditarik dari Dekai
“Kami nyatakan di depan publik bahwa Otsus telah gagal di Tanah Papua. Apalagi [dengan] wacana pemekaran [provinsi]. [Kedua hal itu] adalah satu paket peluang bagi investasi, yang justru menciptakan kebijakan politik pembangunan yang tidak pro kepada rakyat Papua,” kata Koordinator Lapangan aksi Fropemapja, Maner Kay saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Sabtu.
Maner menyatakan pembentukan Provinsi Papua Barat terbukti tidak mampu menyejahterakan OAP. Setelah Provinsi Papua Barat terbentuk, angka kemiskinan di Papua tidak berkurang. Selain itu, marjinalisasi OAP dan pelanggaran Hak Asasi Manusia justru terus berlanjut.
Maner menyatakan setelah Provinsi Papua dimekarkan untuk membentuk Provinsi Papua Barat, pemerintah juga menambah satuan teritorial di Papua. Pembentukan Provinsi Papua Barat telah dikuti pembentukan Kepolisian Daerah Papua Barat dan Komando Daerah Militer XVIII/Kasuari.
Baca juga: Dimakamkan di pinggir jalan, Yakob Meklok dan Esron Weipsa jadi simbol menolak pemekaran Papua
Aparat keamanan juga menambah satuan teritorial seperti Kepolisian Resor (Polres), Komando Distrik Militer (Kodim), maupun batalion di Papua. Pasca itu, pelanggaran HAM di Papua justru berlanjut dan malah terjadi di sejumlah Daerah Otonom Baru. “Karena itu, orang asli Papua memandang pemekaran sebagai terminal pemusnahan ras dan etnis,” tegasnya.