KOMPASS tolak rencana pemekaran Papua dan Papua Barat

KOMPASS Menolak Rencana Pemekaran Papua dan Papua Barat
Para aktivis KOMPASS menyatakan sikap mereka menolak rencana pemekaran Papua dan Papua Barat. - IST

Jayapura, Jubi – Komunitas Mahasiswa Papua se-Sumatera atau KOMPASS menolak rencana pemerintah pusat melakukan pemekaran Papua dan Papua Barat. Hal itu dinyatakan KOMPASS menanggapi langkah Badan Legislasi DPR RI menyiapkan Rancangan Undang-undang atau RUU Pembentukan Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, Provinsi Papua Selatan, dan Provinsi Papua Barat.

Ketua Umum KOMPASS, Karpus Bagubau mengatakan pemerintah pusat tidak bisa memaksakan kehendaknya  untuk melakukan pemekaran Papua dan Papua Barat untuk membentuk Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua. Ia menyatakan pembentukan DOB bukanlah aspirasi yang datang dari masyarakat akar rumput Papua.

“Kami melihat apa yang hari ini terjadi di Tanah Papua. Pemerintah pusat dan elit politik lokal Papua menginginkan pembentukan Daerah Otonom Baru,” kata Bagubau dalam keterangan pers tertulisnya yang diterima Jubi, Rabu (6/4/2022).

Bagubau mengatakan berbagai protes di Papua maupun di luar Papua menandakan bahwa masyarakat Papua memang tidak menginginkan pembentukan DOB di Papua. Menurutnya, rencana pembentukan DOB itu hanya diinginkan pemerintah pusat dan segelintir elit  politik  lokal Papua yang mengatasnamakan rakyat Papua.

“Rakyat akar rumput Papua akan terus menolak [pemekaran Papua dan Papua Barat]. [Sudah ada] dua orang tewas tertembak dalam demo menolak pemekaran di Yahukimo,” ujarnya.

KOMPASS juga menolak rencana penambangan Blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya. Mereka menuntut pemerintah segera menarik pasukan organik dan non organik dari seluruh Tanah Papua, dan membuka akses bagi komisioner tinggi Dewan HAM PBB berkunjung ke Papua.

KOMPASS juga meminta pemerintah mencabut Otonomi Khusus Papua Jilid 2 yang ditandai dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru). Pemerintah diminta berhenti mengkriminalisasi pelajar, mahasiswa, dan para aktivis Hak Asasi Manusia yang kritis bersuara soal Papua, termasuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Sebelumnya, tokoh masyarakat Kabupaten Jayapura, Orgenes Kaway mengatakan rencana pemekaran Papua muncul karena ada usulan dari masyarakat yang menginginkan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). Kaway menjelaskan, setiap usulan pemekaran Papua dan pembentukan DOB memiliki berbagi pertimbangan.

“Setiap saat kita berteriak “pembangunan tidak merata dan tidak adil’. Saat ini, kita juga yang berteriak untuk menolak [DOB]. Wilayah dan [kondisi] geografis Papua bervariasi. [Ada] daerah administrasi yang sangat luas, [sehingga] program pembangunan [di sana] akan sangat lambat dan membutuhkan banyak anggaran serta fasilitas pendukung. Oleh sebab itu, perlu adanya pembagian wilayah berdasarkan kebutuhan, letak geografis wilayah, serta kultur budaya,” kata anggota DPR Papua tersebut.

Kaway mengatakan hingga kini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sejumlah kabupaten di Tanah Papua masih sangat rendah, jauh di bawah IPM nasional. Kaway menjelaskan, dalam situasi itu ada dua pilihan, menunggu pembangunan dan pelayanan pemerintah menjangkau daerah yang lebih luas, atau membentuk DOB untuk mempercepat perluasan pelayanan publik. (*)

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250