Jayapura, Jubi – Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menilai Jaksa Agung layak dicopot karena kegagalan penuntutan kasus Paniai Berdarah di Pengadilan HAM Makassar. Hal itu dinyatakan Ramandey sebagai respon atas vonis Pengadilan HAM Makassar pada Kamis (8/12/2022) yang membebaskan terdakwa tunggal kasus Paniai Berdarah, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu.
Ramandey menyatakan Jaksa Agung layak dicopot, sebab dari awal tim Kejaksaan Agung tidak cermat melakukan penyidikan dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan tim ad hoc Komnas HAM. “Sebagai anggota Tim Ad Hoc [kasus Paniai Berdarah] yang terlibat sejak awal pada 2014, saya sangat paham betul tentang bagaimana kasus itu. Kami sangat menyayangkan putusan kasus itu,” ujar Ramandey kepada wartawan di Kota Jayapura pada Sabtu (10/12/2022).
Pada 8 Desember 2022, Pengadilan HAM Makassar menjatuhkan vonis yang menyatakan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat. Majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Sutisna Sawati bersama Hakim Anggota Abdul Rahman, Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, dan Sofi Rahman Dewi membebaskan terdakwa dari segala tuntutan, karena tidak terbuktinya unsur pertanggungjawaban komando. Dari kelima hakim dalam perkara itu, dua hakim menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan bebas tersebut.
Ramandey mengatakan jika ada fakta materil dan formil yang dianggap kurang dari hasil penyelidikan Tim Ad Hoc Paniai Berdarah Komnas HAM, seharusnya tim Kejaksaan Agung selaku penyidik bisa melengkapi kekurangan itu. Ramandey menyatakan langkah Kejaksaan Agung menetapkan Isak Sattu sebagai tersangka tunggal kasus itu dan mengajukannya ke pengadilan adalah kesalahan yang menyebabkan penuntutan kasus Paniai Berdarah gagal.
“Jadi [yang] dibawa tim jaksa [ke pengadilan] adalah pelaku yang tidak memiliki kewenangan komando. Isak Sattu itu hanya perwira penghubung. Dia tidak punya kewenangan untuk mengendalikan [pasukan]. Jadi [sejak dia menjadi] tersangka yang diajukan [ke Pengadilan HAM Makassar], sebelum putusan [pun] orang sudah tahu pasti [dia akan] bebas. Karena, aspek kasus pelanggaran HAM itu bicara tentang tanggung jawab. Jadi mestinya orang yang dibawa [ke pengadilan adalah] orang [yang] punya tanggung jawab komando,” ujar Ramandey.
Ramandey menegaskan putusan Pengadilan HAM Makassar dalam kasus Paniai Berdarah mengesankan proses sidang kasus itu hanya dilakukan secara formal saja. Menurut Ramandey, Jaksa Agung terkesan seperti menipu Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan kasus Paniai Berdarah.
“Jaksa Agung terkesan menipu Presiden. Kalau dia terkesan menipu Presiden, dia layak dicopot,” katanya.
Menurut Ramandey, jika Jaksa Agung tidak ingin terkesan menipu Presiden Jokowi, Jaksa Agung harus menggunakan kewenangannya untuk melakukan penyidikan kembali atas kasus Paniai Berdarah. Ramandey menyatakan hasil penyelidikan Komnas HAM dalam kasus itu telah merekomendasikan sejumlah nama yang memiliki komando pengendalian pasukan pada peristiwa Paniai Berdarah, dan nama-nama itu bisa dipanggil penyidik Kejaksaan Agung. (*)