Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua akan melakukan investigasi kasus pembunuhan empat warga sipil asal Kabupaten Nduga di Kabupaten Mimika. Investigasi itu untuk menentukan terpenuhi tidaknya unsur dugaan kasus pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Selasa (30/8/2022). “[Kasus itu] sangat mungkin dibawa ke kasus pelanggaran HAM berat. Saya sudah lapor ke Komnas HAM RI. Saya akan pimpin tim untuk melakukan penyelidikan atau investigasi awal. Tim ini akan turun Jumat atau Sabtu [pekan ini],” kata Ramandey.
Ramandey menyatakan proses hukum yang dilakukan penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) XVII/Cenderawasih tidak menghalangi penyelidikan/investigasi dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus itu. Ia mempersilahkan penyidik Polda Papua dan Pomdam XVII/Cenderawasih melanjutkan penyidikan mereka.
“Silahkan saja Polda Papua dan Kodam melakukan penyelidikan dan penyidikan. Silahkan Kodam XVII/Cenderawasih turunkan tim untuk memeriksa anggotanya, karena mereka anggota aktif. [Penyidik] Polda Papua [ikut menyidik kasus itu], karena keterlibatan warga sipil [dalam pembunuhan itu]. Silahkan saja,” kata Ramandey.
Ramandey mengatakan tim Komnas HAM Papua akan melakukan investigasi awal untuk memastikan kronologi pembunuhan, dan memastikan apakah ada motif perampokan, serta menelusuri peranan para pihak yang terlibat pembunuhan itu. Ramandey menduga jika ada prajurit TNI terlibat maka ada yang memberikan komando/perintah.
“Kalau ada pelibatan anggota TNI, di situ pasti ada yang memberikan komando. Sekecil apapun pangkat dia, ada yang memberikan komando untuk langkah-langkah [pembunuhan] itu,” kata Ramandey.
Ramandey menyatakan Komnas HAM memandang kasus pembunuhan yang disertai mutilasi itu sebuah kejahatan keji, terkategori sebagai kejahatan kemanusiaan yang memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Ramandey menyatakan investigasi awal Komnas HAM akan menentukan apakah kasus itu akan ditangani sebagai dugaan pelanggaran HAM berat, dan apakah perlu dibentuk Tim Penyelidik Ad Hoc.
“Kami mau melihat dulu, [apakah kasus itu] upaya penculikan dan perampokan, atau pembunuhan secara berencana. Dari peristiwa itu sendiri, keempat korban itu dipotong-potong dan dimasukan ke dalam karung. Proses penyelidikan awal yang dilakukan Komnas HAM akan melihat hasilnya. Apakah kemudian [penanganan perkara itu] dinaikan [menjadi dugaan pelanggaran HAM berat], dan dibentuk Tim Ad Hoc atau tidak,” katanya.
Ramandey menyatakan pihaknya akan meminta agar Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih memberikan akses untuk bertemu dengan para saksi dan terduga pelaku pembunuhan. Di Timika, tim Komnas HAM Papua akan mendatangi lokasi pembunuhan untuk mempelajari tempat kejadian perkara dan melibat berbagai barang bukti kasus itu, termasuk mobi yang dibakar para pelaku.
“Kami akan memulainya dengan bertemu Kapolda dan Pangdam. Kami akan mengirim tim ke Timika. Saya akan meminta Kapolda dan Pangdam untuk memberi akses agar kami bisa meminta keterangan dari para terduga pelaku dan saksi,” ujarnya.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Permukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Leman Nirigi, Rian Nirigi, dan seorang lain yang belum diketahui identitasnya.
Hingga Selasa (30/8/2022), penyidik Polda Papua telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Kabupaten Nduga di Kabupaten Mimika. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua, Kombes Faisal Ramadhani mengatakan tersangka itu adalah Andre Pudjianto Lee alias Jeck, Dul Umam, Rafles, dan Roy. Roy belum tertangkap, dan kini telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO.
Faisal menyatakan motif pembunuhan itu adalah perampokan. Nantinya, para tersangka akan dijerat Pasal 340 jo. Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan berencana, atau Pasal 338 jo. Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan, atau Pasal 365 jo. Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.
Polisi Militer Kodam XVII/Cenderawasih juga telah menahan enam prajurit TNI AD Brigif 20 Kostrad yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu. Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Teguh Muji Angkasa pada Senin (29/8/2022) mengatakan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Dudung Abdurachman telah memerintahkan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) untuk mengusut tuntas kasus itu.
“Kami [TNI AD] berkomitmen, hukum harus ditegakkan. Apabila benar ada keterlibatan prajurit, maka kami akan berikan sanksi tegas sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Sekali lagi saya tegaskan, apabila ada prajurit kami [TNI AD] yang terlibat dalam tindakan kriminal, kami tidak akan mentolelir,” tegas Teguh. (*)