Jayapura, Jubi – Ketua Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga se–Indonesia atau IPMNI Kota Studi Jayapura, Warnus Tabuni meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera mengusut penembakan yang menyebabkan anak bernama Parunus Lokbere meninggal dunia di Nduga. Tabuni juga meminta pemerintah daerah di Papua menangani warga sipil Nduga yang mengungsi karena konflik bersenjata yang sudah berlangsung 3 tahun lebih.
Hal itu dinyatakan Warnus Tabuni di Kota Jayapura, Kamis (7/4/2022). Ia menyatakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) harus segera membentuk tim independen untuk mengusut penembakan terhadap Parunus Lokbere. Penembakan terhadap anak berumur 17 tahun itu terjadi pada Selasa (5/4/2022).
Menurut Tabuni, jenazah Parunus Lokbere telah dimakamkan di ujung bandara Keneyam, Nduga, pada Kamis (7/4/2022). “Almarhum Parunus Lokbere berasal dari Kampung Paris, Distrik Mbua Tengah,” kata Tabuni.
Selain meminta Komnas HAM mengusut kasus penembakan Parunus Lokbere, Tabuni menyatakan pihaknya juga mendesak Pemerintah Kabupaten Nduga dan Pemerintah Provinsi Papua segera menangani ribuan warga sipil Nduga yang mengungsi karena konflik bersenjata di sana. Konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan pasukan TNI/Polri telah berlangsung sejak 4 Desember 2018.
Tabuni menegaskan warga sipil di Kabupaten Nduga juga berhak menikmati kedamaian. Ia menyatakan konflik bersenjata, kekerasan, dan penembakan terhadap warga sipil di Nduga terus berkepanjangan, karena pemerintah terus menambah pasukan TNI/Polri di sana.
Tabuni mendesak pemerintah daerah harus mencari solusi untuk menangani para warga sipil yang mengungsi secara terpencar-pencar sehingga kehilangan akses layanan kesehatan dan pendidikan. Sebagian pengungsi lari ke pegunungan yang dikelilingi hutan, sebagian lain mengungsi ke sejumlah kabupaten tetangga, seperti Nabire, Jayapura, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, dan Mimika.
“Bupati, Sekretaris Daerah, seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nduga, [semua harus] segera berangkat ke Keneyam, ibu kota Kabupaten Nduga, untuk memberikan bantuan bahan makanan dan perlindungan bagi warga sipil yang mengungsi,” kata Tabuni.
Ia menyatakan keamanan dan kenyamanan warga sipil Nduga terancam karena konflik bersenjata antara TPNPB dan pasukan TNI/Polri. Menurutnya, pasukan TNI/Polri terus melakukan penembakan dan pengeboman yang kerap membahayakan permukiman warga sipil Nduga.
IPMNI Kota Studi Jayapura mencatat jumlah warga sipil Nduga yang mengungsi sejak eskalasi konflik bersenjata pada 4 Desember 2018 telah mencapai 40.000 jiwa. Sejauh ini, Pemerintah Kabupaten Nduga maupun Pemerintah Provinsi Papua belum tuntas menangani para pengungsi yang terpencar ke berbagai wilayah itu.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang IPMNI Kota Studi Jayapura, Lepania Doronggi mengatakan masyarakat sipil terus menjadi korban dari konflik bersenjata di Nduga. Mereka terbunuh, kehilangan tempat tinggal, dan kehilangan kebebasannya.
“Pemerintah Kabupaten Nduga maupun Pemerintah Provinsi Papua bersikap acuh tak acuh terhadap situasi warga sipil Nduga. Kami, pelajar dan mahasiswa Nduga, menegaskan kepada Presiden Joko Widodo [beserta] Panglima TNI dan Kapolri, segera tarik pasukan organik maupun non-organik dari seluruh wilayah Nduga. Jika tidak, hadapi TPNPB, agar konflik itu tidak mengorbankan masyarakat sipil yang ada,” kata Doronggi.
Doronggi meminta Presiden Joko Widodo segera buka akses jurnalis nasional maupun internasional serta tim pencari fakta ke Papua. Hal itu dinilai penting untuk mendorong penyelesaian krisis kemanusiaan di Ndugama.
“Buka akses jurnalis nasional maupun internasional dan tim pencari fakta ke Papua, untuk membuka ruang dialog damai yang dimediasi pihak ketiga, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Cari solusi demokrasi bagi penyelesaian konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri,” kata Doronggi. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!