Jayapura, Jubi – Wakil Ketua I Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Mako Tabuni meninggal setelah ditembak di Waena, Kota Jayapura pada 14 Juni 2012. Hingga 10 tahun berlalu, Negara Indonesia belum menemukan pelaku pembunuhan itu, dan tidak pernah menjelaskan mengapa Mako Tabuni dibunuh.
Hal itu dinyatakan Juru Bicara KNPB, Ones Suhuniap pada Selasa (14/6/2022), bertepatan dengan 10 tahun hari kematian Mako Tabuni. “Sampai sekarang kasus Mako belum ada penjelasan kenapa dia dibunuh,” kata Suhuniap.
Suhuniap menyatakan Musa Mako Tabuni dibunuh dengan tembakan peluru tajam pada 14 Juni 2012. Saat itu, Wakil Ketua I KNPB itu mendatangi kawasan perumnas 3 Waena, Kota Jayapura untuk membeli pinang-sirih, dan mengunyahnya.
“Saat Mako Tabuni sedang makan pinang, sekitar jam 09.00 WP, dia [Mako] dapat tembak dari dalam mobil minibus berkaca gelap. Setelah tiga atau empat tembakan, Mako Tabuni jatuh. Setelah tembak Mako hingga jatuh, mobil [itu] melanjutkan [perjalanan] ke arah Kamwolker,” kata Suhuniap.
Suhuniap menyatakan banyak pihak menduga Mako Tabuni ditembak oleh aparat keamanan. Apalagi, setelah penembakan itu, ada minibus berisi orang dengan senjata lengkap mendatangi lokasi penembakan Mako Tabuni, dan membawanya pergi. “[Mereka] ambil Mako dalam keadaan tertembak tapi masih hidup. [Mereka] menaikan [Mako] ke mobil, lalu bawa ke arah Abepura,” ujar Suhuniap.
Suhuniap mempertanyakan mengapa Mako Tabuni dibunuh. “Kenapa Mako ditembak begitu saja, seperti binatang? Apa kesalahan Mako Tabuni? Yang aneh adalah, setelah Mako Tabuni dibunuh, lalu polisi mengeluarkan pernyataan bahwa Mako memiliki senjata api dan terlibat dalam sejumlah [kasus] penembakan di Jayapura. Itu dituduhkan kepada Mako Tabuni,” kata Suhuniap.
Beberapa waktu sebelum Mako ditembak, demikian menurut Suhuniap, terjadi sejumlah kasus penembakan di Kota Jayapura. “Ada penembakan misterius dalam Kota Jayapura, yang polisi sebut dengan ‘petrus’. Salah satunya [penembakan terhadap] orang asing di Pantai Base G,” ucap Suhuniap.
Suhuniap pun mempertanyakan kegagalan polisi menemukan pelaku penembakan misterius itu. “Pertanyaannya adalah siapa penembaknya di siang hari dalam kota itu? Negara punya aparat intelijen dimana-mana, tapi tidak satu pun pelakunya ditangkap atas sejumlah penembakan itu. Polisi hanya sebut penembakan misterius, tapi siapa pelakunya?” Suhuniap bertanya.
Pada 12 Juni 2012, Mako mengadakan jumpa pers di halaman Kantor DPR Papua, mendesak polisi segera mengungkap pelaku penembakan misterius itu. ” Mako menyebutkan [Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua] Paulus Waterpauw segera bertanggung jawab atas sejumlah penembakan tersebut,” ujar Suhuniap.
Lalu, dua hari kemudian, terjadilah penembakan Mako Tabuni, yang diikuti dengan pernyataan polisi bahwa Mako Tabuni memiliki senjata api. Suhuniap menyatakan kematian Mako hanya sebagai tumbal atas apa yang tidak diperbuatnya, dan ia dibunuh karena aktivitasnya bersama KNPB.
Jika polisi memiiki bukti Mako Tabuni melanggar hukum, demikian kata Suhuniap, semestinya Mako ditahan dan diproses hukum. “Sebenarnya siapa otak dibalik skenario penembakan itu dan Mako jadi tubal? Kalau memang polisi punya bukti Mako Tabuni pelaku, seharusnya [dia] ditangkap dan diadili oleh hukum, bukan ditembak,” tegas Suhuniap.
Pembunuhan di luar hukum
Direktur Perkumpulan Advohat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf Kawer mengatakan pembunuhan terhadap Mako Tabuni dikategorikan sebagai pembunuhan di luar prosedur hukum (extra judicial killing). Kawer menyatakan ada sejumlah peristiwa pembunuhan di luar hukum terhadap orang yang dinilai kritis berbicara tentang ideologi Papua Merdeka atau kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Kita punya sejarah buruk di Papua. Tokoh gerakan dan HAM yang bicara kritis soal ideologi [atau] pelanggaran HAM di Papua itu dibunuh tanpa prosedur hukum. Contoh, misalnya kasus Tom Wanggai, Theys Eluay, termasuk Mako Tabuni,” kata Kawer.
Gustaf mengatakan eksekusi mati hanya dapat dilakukan seseorang yang telah dinyatakan pengadilan terbukti bersalah melakukan kejahatan dan dijatuhi hukuman mati. “Tanpa itu, aparat dilarang [membunuh]. Itu sudah diatur Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik (UU Konvenan Sipil Politik). Pasal 6 UU Konvenan Sipil Politik menyebutkan ‘Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang’,” kata Kawer.
Kawer menjelaskan banyak negara bahkan telah menghapuskan hukuman mati dari sistem pemidanaan negara tersebut. “Sekarang ada kritik juga terhadap hukuman mati. Tidak ada yang berhak merampas hak hidup termasuk hakim,” katanya.
Tidak adanya proses hukum terhadap pelaku penembakan Mako Tabuni disebut Kawer sebagai bentuk praktik impunitas. “Kami lihat ada imputanitas, ada diskriminasi hukum. Seharusnya semua sama di mata hukum. Peringatan [kematian Mako Tabuni seharusnya dilihat sebagai] upaya [agar] pemerintah menunjukkan itikad baik kepada masyarakat Papua dan masyarakat internasional, agar kasus extra judicial killing dibuka kembali, termasuk kasus [pembunuhan] Tom Wanggai, Theys Eluay, dan Mako Tabuni,” kata Kawer.
Dibubarkan polisi
Aksi peringatan kematian Mako Tabuni di Kota Jayapura pada Selasa dibubarkan polisi. KNPB menyatakan enam peserta aksi terluka karena tembakan peluru karet atau benturan benda tumpul dalam pembubaran tersebut. Lembaga Bantuan Hukum Papua menyatakan sedikitnya empat peserta aksi peringatan kamtian Mako Tabuni terluka karena tembakan peluru karet dalam pembubaran aksi itu.
Kepala Kepolisian Resor Kota Jayapura, AKBP Victor Mackbon melalui keterangan pers tertulis yang diterima Jubi menyatakan polisi tidak akan menolerir segala bentuk kegiatan KNPB. Mackbon menyatakan polisi membubarkan aksi peringatan kematian Mako Tabuni di Kota Jayapura pada Selasa, karena kegiatan KNPB itu digelar tanpa surat pemberitahuan kepada polisi.
“Mimbar bebas yang dilakukan tersebut merupakan aksi mengenang salah satu simpatisan mereka yang sudah meninggal. Kelompok KNPB itu terus berupaya untuk memprovokasi dan menghasut masyarakat agar mendukung agenda KNPB, yaitu mogok sipil nasional,” ujar Mackbon.
Ia menyatakan pembubaran aksi peringatan kematian Mako Tabuni yang dibuat KNPB itu telah sesuai aturan. “Sebelumnya telah diambil langkah-langkah pemberian, imbauan untuk segera membubarkan diri. Karena imbauan kami tidak dihiraukan, maka diambil tindakan tegas dan terukur untuk melakukan pembubaran massa aksi mimbar bebas yang mengganggu ketertiban umum,” tegasnya. (*)
Jurnalis Jubi, Alexander Loen turut berkontribusi dalam pemberitaan ini.

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!