Jayapura, Jubi – Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib meminta elit politik di Papua tidak bernafsu untuk memaksakan pemekaran Papua. Ia menegaskan Majelis Rakyat Papua atau MRP tetap berpandangan bahwa rencana pemekaran Papua harus ditunda.
Hal itu dinyatakan Timotius Murib di Kota Jayapura, Selasa (12/4/2022). Ia mengingatkan elit politik di Papua jangan bernafsu memaksakan pemekaran Papua.
“Elit-elit Papua, jangan terlalu nafsu minta pemekaran. Lihat, rakyat mati karena menolakan pemekaran. Jadi, para elit Papua harus sadar, lihat situasi di Papua,” tegasnya.
Murib menilai pemerintah pusat mungkin punya niat baik untuk memberikan kewenangan bagi elit politik di Papua, dengan membentuk Daerah Otonom Baru (DOB). “Namun kami secara kelembagaan, Majelis Rakyat Papua [menilai rencana pemekaran harus] dipending,” kata Murib.
Murib menyatakan MRP memiliki sejumlah pertimbangan yang menjadi dasar sikap lembaga representasi kultural Orang Asli Papua itu untuk menolak rencana pemekaran Papua. Salah satunya, kegagalan implentasi wewenang khusus yang diberikan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua Lama) .
“Perbaiki dulu regulasi [dan] implementasi Otonomi Khusus Papua. Selama 20 tahun ini, menurut MRP [pelaksanaan Otonomi Khusus] sangat buruk, karena [kewenangan khusus] tumpang tindih [dengan aturan sektoral yang berlaku secara nasional],” ujarnya.
Murib menjelaskan berbagai kewenangan khusus Pemerintah Provinsi Papua tidak bisa dijalankan karena berbenturan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah) yang mengatur tentang otonomi daerah secara nasional.
“[Selama ini], Papua menggunakan dua undang-undang. UU Otsus Papua Lama yang berlaku secara khusus, tetapi juga ada otonomi daerah yang diatur UU Pemerintahan Daerah. Itu yang perlu diperbaiki. Itu yang diharapkan rakyat Papua melalui revisi UU Otsus Papua Lama. Akan tetapi, revisi UU itu dilakukan secara sepihak [dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,” kata Murib.
Murib menyatakan pihaknya berharap pemerintah pusat tidak mendengar secara sepihak elit politik yang menginginkan pemekaran Papua. Ia menegaskan pemerintah pusat juga harus mendengarkan apa yang disampaikan rakyat Papua.
Ia juga mengingatkan bahwa MRP tengah mengajukan permohonan uji materiil atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru). Hingga kini, Mahkamah Konstitusi masih menyidangkan permohonan uji materiil atas UU Otsus Papua Baru itu.
“Kami harap, [kalau] pemerintah pusat mau melakukan apa saja, mereka harus tunggu putusan Mahkamah Konstitusi dulu atas gugatan MRP. Kalau sudah ada putusan pasti, baru bicara pemekaran dan yang lainnya. Kalau pemekaran Papua itu dipaksakan, saya pikir pemerintah pusat tidak mengerti hukum. Itu harus dipahami pemerintah pusat,” kata Murib.
Murib menyatakan seharusnya pemerintah pusat tidak terburu-buru memutuskan segala hal yang berkaitan dengan Otonomi Khusus Papua. “Pemerintah pusat jangan terlalu terburu-buru. Revisi UU, [lalu] terburu-buru bicara pemekaran wilayah atau DOB. Sementara, realita di lapangan, banyak masyarakat Papua yang menolak pemekaran Papua, sampai ada korban nyawa. Itu perlu diperhatikan,” ujar Murib. (*)