Jayapura, Jubi – Juli Gwijangge selaku anggota keluarga Arnold Lokbere yang merupakan salah satu korban pembunuhan dan mutilasi empat warga Kabupaten Nduga yang terjadi di Kabupaten Mimika, menyampaikan tuntutan keluarga korban. Gwijangge menyatakan keluarga korban menuntut pembentukan tim independen yang melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, DPR RI, dan lembaga advokasi Hak Asasi Manusia masyarakat sipil.
“[Kami] meminta kepada Komnas HAM RI, Komisi I DPR RI yang membidangi keamanan dan pertahanan, Kontras, YLBHI, LBH Papua, Amnesty International, Komisi HAM PBB, segera membentuk tim investigasi guna mengungkapkan kasus pembunuhan dengan cara mutilasi itu,” kata Gwijangge.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Permukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Lemaniol Nirigi, Irian Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit TNI sebagai tersangka dalam kasus itu. Kepolisian Daerah Papua juga telah menetapkan empat orang warga sipil sebagai tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
Gwijangge menyatakan para pelaku pembunuhan dan mutilasi itu, termasuk sejumlah prajurit TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu, membunuh rakyat sipil Papua seperti memburu hewan buruan, melakukannya dengan cara yang mengerikan. Gwijangge menyatakan pembunuhan dan mutilasi itu adalah pelanggaran HAM berat, karena para korban dibunuh secara terencana, terukur, terstruktur.
Ia menyatakan kesimpulan itu didasarkan beberapa perbuatan para pelaku, diantaranya membakar mobil sewaan di Iwaka. “[Para korban] dimutilasi, dimasukkan dalam karung berisi batu sebagai pemberat, dilempar ke sungai. Tirisi lapis baru merupakan upaya hilangkan jejak korban. Kami menuntut Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Kapolda Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolres Mimika, bertanggung jawab atas nyawa keempat korban mutilasi,” kata Gwijangge.
Gwijangge menyatakan para pelaku telah membuat kebohongan dengan menuduh korban seolah-olah merupakan anggota atau simpatisan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Gwijangge menegaskan bahwa keempat korban adalah warga sipil, bukan anggota atau simpatisan kelompok bersenjata.
Gwijangge menyatakan keluarga mendukung pernyataan Bupati Nduga yang telah mengklarifikasi bahwa keempat korban merupakan warga sipil. Keluarga para korban menuntut aparat penegak hukum mengungkap apa sebenarnya motif para pelaku membunuh dan memutilasi keempat korban.
“Pembunuhan seperti itu tidak wajar, sehingga kami harus tahu apa motif sesungguhnya. Dengan alasan apapun, manusia tidak bisa dibunuh dengan cara-cara keji seperti itu. [Kami menutut aparat penegak hukum] menangkap dan memproses para pelaku [dengan] seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. [Kami menuntut aparat penegak hukum] mengungkapkan motif pembunuhan keluarga kami,” kata Gwijangge. (*)