Jayapura, Jubi – Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo menyatakan Kejaksaan Tinggi Papua tidak terlibat dalam penanganan kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika. Hal itu dinyatakan Kondomo di Kota Jayapura, Senin (3/10/2022).
“Kejati Papua belum menangani [kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika],” kata Kondomo kepada wartawan yang meliput pelantikan Asisten Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Papua yang berlangsung di Kota Jayapura pada Senin (3/10/2022).
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih menjadi buronan.
Kondomo menyatakan kasus mutilasi terhadap empat warga asal Nduga itu masih ditangani penyidik Polisi Militer dan penyidik Kepolisian Daerah Papua. “Masih [ditangani] teman-teman di TNI dan maupun di kepolisian,” katanya.
Kondomo juga menyatakan belum ada perkara koneksitas yang ditangani Kejaksaan Tinggi Papua. Ia menyatakan pihaknya masih berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung terkait penangan perkara-perkara koneksitas yang melibatkan prajurit TNI dan warga sipil di Papua.
“Kami masih koordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung. Nanti petunjuk-petunjuk lanjut bagaimana, kami ikuti dari Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Asisten Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Papua, Kolonel CHK Dasatriadi Andharu Harimurti Hartoko SH menyatakan belum ada petunjuk dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung untuk menangani perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika. Ia juga menyatakan masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung mengenai penangan perkara pembunuhan dan mutilasi di Mimika itu.
“Dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer belum ada petunjuk. masih menunggu. Untuk sementara belum ada,” kata Andharu kepada Jubi.
Sebelumnya, berbagai pihak mendorong agar enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika diadili melalui peradilan koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika. Desakan itu antara lain disampaikan Komnas HAM RI, DPR Papua, dan kuasa hukum keluarga korban.
Dosen Sistem Peradilan Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi SPsi SH MH PhD yang diwawancarai Jubi pada 15 September 2022 menyatakan Jaksa Agung Muda Pidana Militer atau Jampidmil menjadi kunci untuk memastikan enam prajurit TNI yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika nantinya diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika. “Ini saatnya Jaksa Agung Muda Pidana Militer menjalankan kewenangannya, dengan memastikan 6 prajurit TNI itu dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Timika,” kata Fachrizal kepada Jubi.
Menurut Fachrizal, tidak masalah jika penyidikan perkara pembunuhan dan mutilasi itu dijalankan secara terpisah oleh Pomdam XVII/Cenderawasih dan penyidik Polda Papua. “Karena diduga pembunuhan itu dilakukan bersama-sama oleh prajurit TNI bersama warga sipil, perkara itu mutlak harus ditangani melalui mekanisme koneksitas. Justru itulah peran yang bisa dilakukan Jaksa Agung Muda Pidana Militer, memastikan peradilan koneksitas digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika,” kata Fachrizal.
Fachrizal menegaskan Jaksa Agung Muda Pidana Militer berwenang untuk memerintah Oditurat Militer melimpahkan berkas perkara keenam prajurit TNI itu kepada Asisten Tindak Pidana Militer (Aspidmil) Kejaksaan Tinggi Papua. Selanjutnya, Aspidmil Kejaksaan Tinggi Papua akan melimpahkan berkas perkara enam prajurit TNI dan empat warga sipil yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu kepada PN Kota Timika.
“Itu sesuai dengan semangat reformasi sistem peradilan pidana Indonesia untuk mengembalilan supremasi kekuasaan penegakan hukum dari militer kepada kekuasaan sipil. Itu sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, yang secara tegas mengeliminir peran tentara dalam dalam birokrasi pemerintahan sipil, termasuk juga dalam sistem peradilan pidana sipil,” kata Fachrizal. (*)