Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua atau LP3AP, Siti Akmianti menyatakan jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua yang diterima LP3AP terus ada sepanjang 2020 hingga 2022. Ia menyatakan perlu ada kerja sama bersama berbagai pihak untuk mengurangi dan mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Siti menyatakan bentuk kasus kekerasan yang dialami perempuan maupun anak di Papua bermacam-macam, dari kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga pelecehan. Menurut Siti, laporan kekerasan terhadap perempuan maupun anak itu tersebar di kabupaten/kota di Papua.
“Menurut [data laporan yang] kami [terima], iya ada peningkatan [jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak],” kata Siti kepada Jubi, pada Jumat (16/12/2022) malam.
Siti menyatakan dalam dua tahun terakhir LP3AP menerima pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 60 kasus. Diantaranya pada 2020 berjumlah 30 kasus. Jumlah itu terdiri atas 22 kasus kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, lima kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan, dan tiga kasus kekerasan terhadap perempuan berupa kekerasan fisik, janji dinikahi dan ataupun kekerasan psikis.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak juga terjadi pada 2021 sebanyak 19 kasus, dan pada 2022 terdapat 11 kasus. Kekerasan yang dilaporkan diantaranya kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan kekerasan terhadap perempuan berupa hidup bersama tanpa ikatan perkawinan, kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
“Korban yang kami terima tidak hanya korban yang datang langsung, tapi mereka yang mengadukan kasusnya melalui telepon maupun melalui layan pesan messenger atau WhatsApp,” kata Siti.
Menurut Siti, pelaku kekerasan seksual umumnya adalah orang yang sangat dikenal korban, bahkan kerap kali memiliki hubungan kekerabatan dengan korban. Dalam sejumlah kasus kekerasaan terhadap perempuan dan anak, pelaku kekerasan bisa orangtua korban, paman atau bibi koran, ataupun bisa kerabat jauh dan orang yang tidak memiliki relasi kekerabatan dengan korban.
Siti menyatakan perlu upaya bersama semua pihak untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penegakan hukum atas kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga harus dilakukan secara tegas, demi memberi efek jera bagi pelaku.
“Dalam upaya meminilisir kekerasan terhadap perempuan, tidak hanya dilakukan satu organisasi sosial maupun pemerintah. Kita sedang memutus mata rantai kekerasan, juga berusaha mengurangi budaya yang mendiskriminasikan perempuan dan anak,” katanya.
Siti menyatakan pihaknya dari LP3AP juga berupaya memberikan sosialiasi kepada masyarakat bahwa kekerasan terhadap perempuan maupun anak bukan persoalan biasa, tapi berkaitan dengan hak perempuan maupun anak. Pihaknya juga memberikan pendidikan kritis kepada masyarakat, melakukan upaya mengadvokasi pemerintah kampung guna menyediakan layanan bagi perempuan, termasuk program maupun anggaran khusus bagi pendamping korban kekerasan terhadap perempuan maupun anak.
“Organisasi atau pemerintah juga sudah menyediakan layanan bagi perempuan maupun anak-anak korban kekerasan secara langsung. Masyarakat bisa mengajukan secara langsung kepada layanan-layanan yang disediakan oleh pemerintah, tapi juga yang sudah disediakan oleh masyarakat di tingkat akar rumput,” katanya. (*)