Jayapura, Jubi – Hingga saat ini juru bicara (Jubir) Petisi Rakyat Papua, Jefri Wenda, Juru Bicara KNPB, Onesius Suhuniap dan Omikson Balingga masih di tahan di Polresta Kota Jayapura.
Jefri Wenda dan enam orang lainnya ditangkap polisi di Kantor KontraS, Kota Jayapura pada Selasa (10/5/2022), dan diperiksa polisi di Kepolisian Resor Kota Jayapura dalam perkara dugaan pelanggaran UU ITE.
Setelah melalui pemeriksaan sekitar 13 jam, ada 3 orang tetap ditahan. Sedangkan 4 lainnya telah dibebaskan pada pukul 01.00 subu, Rabu.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay mengatakan 3 orang yang masih ditahan ini karena dalam pemeriksaan ditemukan indikasi pelanggaran UU ITE.
“Setelah pemeriksaan kami ketemu dengan pak Kasatreskrim Polresta Kota Jayapura. Beliau sampaikan 3 orang ada indikasi ke arah UU ITE,” kata Gobay kepada Jubi, Rabu (11/05/2022).
Gobay mengatakan pihaknya sedang bernegosiasi dengan kepolisian guna menyelesaikan perkara ini. Gobay menyampaikan dalam UU ITE ada dua alternatif penyelesaian, yakni melalui jalur hukum atau restorative justice. Pihaknya memilih penyelesaian melalui restorative justice.
Keadilan restorative adalah upaya penyelesaikan perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban dan pihak terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
“Khusus tiga orang ini dipilih restorative justice dan akan diselesaikan hari ini. Sudah ada kesepakatan ke arah restorative justice. Untuk itu harapannya yang bisa ditempuh,” ujarnya.
Gobay menyampaikan hingga saat ini pihaknya bersama kliennya masih menunggu penyelesaian melalui restorative justice. Gobay menyampaikan nanti akan ada permintaan maaf dan klarifikasi tetapi hanya seputar dugaan indikasi UU ITE tapi diluar itu tidak.
“Dan pak Kasatreskrim sudah sampaikan duduk soalnya tidak kemana-mana. Sudah ada kesepakatan sampai di situ,” ujarnya.
Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Jefri Wenda mengatakan selama pemeriksan dirinya ditanyai di luar hal dari aksi demonstrasi pada Selasa kemarin. Pihak kepolisian bertanya soal status yang di-posting di dinding FB, yakni teror dari Kasat Intelkan Polresta Kota Jayapura dan soal rezim yang sedang panik.
“Kalau dia (polisi) ungkit soal Undangan-undang ITE jauh sebelumnya misalnya saya atau kawan Ones yang punya (tulis) status di bulan Februari 2022. Kenapa tidak diminta (keterangan) atau ditangkap saat status itu ditulis,” katanya.
Wenda menyampaikan tidak keberatan terkait dengan penyelesaian melalui restorative justice tapi poin-poin harus diperjelas. Ia dan dua orang lainnya tidak akan memberikan klarifikasi jika itu berkaitan dengan hal yang paling prinsip.
“Kami berusaha digiring ke UU ITE. Sedang dorang (polisi) menghindari dari akar persoalan aksi yang kami lakukan,” ujarnya.(*)