Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (31/05/2022) menggelar sidang lanjutan perkara dugaan makar yang melibatkan tujuh pengibar bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih. Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menolak semua eksepsi yang diajukan tim penasehat hukum ketujuh terdakwa.
Persidangan itu dipimpin majelis hakim yang diketuai RF Tampubolon SH bersama hakim anggota Iriyanto SH dan Thobias B. SH. Ketujuh pengibar Bintang Kejora yang disidangkan dalam perkara nomor 132/Pid.B/2022/PN Jap itu adalah Melvin Yobe (29), Melvin Fernando Waine (25), Devion Tekege (23), Yosep Ernesto Matuan (19), Maksimus Simon Petrus You (18), Lukas Kitok Uropmabin (21) dan Ambrosius Fransiskus Elopere (21).
Mereka diajukan ke Pengadilan Negeri Jayapura karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih, Kota Jayapura, pada 1 Desember 2021. Pada 24 Mei 2022, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua selaku penasehat hukum ketujuh terdakwa membacakan eksepsi atau nota keberatan yang menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap.
Pada sidang Selasa, JPU Achmad Kobarubun meminta majelis hakim menolak eksepsi para terdakwa itu. Kobarubun juga meminta majelis hakim menetapkan proses persidangan terhadap ketujh pengibar bendera Bintang Kejora dilanjutkan.
Kobarubun menyatakan surat dakwaan yang diajukan sudah tersusun secara cermat. Surat dakwaan itu telah menguraikan perbuatan pidananya, juga mengenai waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
Ia menyatakan surat dakwaan bagi ketujuh pengibar Bintang Kejora juga telah jelas merumuskan unsur tindak pidana yang didakwakan, yaitu tindak pidana makar sebagaimana dimaksud Pasal 106 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP (Primair) maupun permufakatan untuk melakukan makar sebagaimana dimaksud Pasal 110 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP (Subsidair). Kobarubun juga menyatakan ketujuh terdakwa juga telah menyatakan dapat mengerti dan memahami isi surat dakwaan JPU.
JPU menjelaskan tentang waktu dan tempat kejadian tindak pidana perlu dirumuskan secara alternatif dan bukan limitatif, agar dapat menjawab pertanyaan apakah Pengadilan Negeri Jayapura berwenang mengadili perkara itu. Rumusan itu juga digunakan untuk menunjukkan perkara yang diajukan ke persidangan tidak kadaluarsa, dan menghindari kemungkinan pemanfaatan bukti alibi dari terdakwa.
“Penyebutan waktu dan tempat tindak pidana tersebut telah sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) KUHAP, sebab waktu dan tempat tersebut tidak mungkin disebutkan secara akurat jika penerapan waktu dan tempat harus tepat dan akurat maka penegak hukum melalui criminal justice system akan lumpuh total. Jelas hal tersebut tidak mungkin dilakukan,” demikian tanggapan JPU.
Usai pembacaan tanggapan JPU itu, Hakim Ketua RF Tampubolon SH memutuskan menunda sidang selama satu pekan. Sidang akan dilanjutkan pada Selasa (7/6/2022), dengan agenda mendengarkan pembacaan putusan sela atas eksepsi yang diajukan Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua. (*)
Discussion about this post