Jayapura, Jubi – Jane Elizabeth Lense, mahasiswa Universiitas Papua, mulai berkenalan dengan drone empat tahun lalu, tepatnya 2018. Saat itu drone lagi ramai digunakan untuk pengambilan video.
“Tahu drone sejak 2018. Awal drone booming 2018-2019, orang mulai bikin video pakai drone,” kata Lense kepada Jubi melalui panggilan telepon beberapa waktu lalu.
Lense memang dari dulu sudah tertarik dengan teknologi modern. Maka tak heran perempuan 20 tahun tersebut jatuh hati terhadap drone.
“Saya menyukai teknologi, drone termasuk teknologi yang modern. Kelihatan drone keren bisa ambil foto dan video dari jauh. Tapi semakin saya suka lagi ternyata drone dan mapping (pemetaan) bisa disatukan, jadi kenapa tidak untuk belajar. Saya suka dengan pemetaan,” ujarnya.
Lense sangat tertarik bisa memiliki drone. Ia kemudian berusaha mencari tahu harga drone. Namun ia harus memendam keinginan itu karena harga satu unit drone lumayan mahal.
Seiring berjalannya waktu, perempuan kelahiran Australia pada 2001 itu kembali diperkenalkan dengan drone oleh dosennya, Zulfikar, S.Hut,M.Si. Dosennya tersebut mengajaknya untuk mengikuti pelatihan pemetaan memakai drone.
“Kayaknya menarik, jarang sekali ada pemetaan pakai drone yang istilahnya unik. Kemudian saya coba ikut,” kata mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Papua tersebut.
Ia kemudian mengikuti pelatihan pertamanya secara online untuk memetakan rektorat Universitas Papua. Dari pelatihan pertama itu ia semakin tertarik dan ingin belajar lebih banyak tentang drone. Apalagi drone dapat digunakan untuk pemetaan yang membuat Lensa semakin tertarik.
“Baru tahu kalau drone juga bisa dipakai untuk pemetaan dan di kuliah juga belajar tentang pemataan di darat dan laut. Dari situ saya mulai tertarik untuk langsung coba [terbangkan drone],” ujarnya.
Pada 12-17 Febuari 2022 adalah kesempatan bagi Lense untuk bisa memperdalam ilmunya, sekaligus untuk pertama kali menerbangkan drone. Selama enam hari itu ia bersama 19 peserta lainnya mendapatkan kesempatan belajar dari Asosiasi Pilot Drone Indonesia.
Mereka mulai diperkenalkan dengan jenis-jenis drone, cara menerbangkan drone yang benar, dan aturan bermain drone yang disampaikan Kementerian Perhubungan Indonesia.
“Mereka datang ke Manokwari untuk kasih pelatihan. Saya coba ikut lagi dan ternyata gampang, tidak sesusah yang orang pikir. Dan diaplikasikan ke pemetaan juga ternyata menurut saya pribadi lebih mudah daripada pakai citra satelit,” katanya.
Usai pelatihan para peserta langsung dites menjadi seorang pilot drone untuk mendapatkan lisensi secara legal untuk menerbangkan drone. Mereka kemudian dites memakai mode GPS dan Attitude atau ATTI (Mode-A).
Saat pelatihan peserta diberi kesempatan dari pagi sampai sore menggunakan drone sampai bisa mengendalikannya.
Menurut Lense, dorne mode GPS lumayan gampang, karena drone tersambung dengan GPS dan jika terkena angin drone akan diam, tidak apa-apa.
“Sedangkan ATTI membutuhkan skill untuk mengendalikan drone, itu lumayan harus cepat dan lincah. Mau tidak mau kalau ada angin kencang drone keluar jalur terjadi kesalahan begitu, jadi harus diulang-ulang karena ada angin lumayan kencang dan latihan di lapangan terbuka,” ujarnya.
Berkat kerja keras yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari, Lense berhasil menyabet tiga sertifikat sekaligus dan menjadikannya sebagai mahasiswa pertama di Indonesia yang mampu memperoleh tiga sertifikat dalam waktu enam hari.
“Puji Tuhan ikut semua dengan baik dan lulus,” katanya.
Sertifikat yang dimaksud adalah Sertifikast Pilot Drone, Sertifikat pemetaan menggunakan drone, dan yang paling prestisius adalah Lisensi Remote Pilot Drone yang dikeluarkan oleh DKPP Kementerian Perhubungan Indonesia.
“Istilahnya SIM untuk terbangkan drone,” ujarnya.
Lense berpesan agar mahasiswa yang memang memiliki hobi agar serius menekuni dan terus dikembangkan menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat bagi pribadi dan tentu bagi kepentingan masyarakat banyak.
Walaupun telah memiliki kemampuan terkait drone, Lense tak memiliki rencana yang muluk-muluk. Ia hanya ingin terus belajar sambil bisa berkontribusi dalam pemetaan geospasial secara khusus di Papua.
“Mungkin saya fokus berkontribusi ke bagian pemetaan,” katanya.
Lense tak hanya berprestasi bidang dorne. Selama di Perguruan Tinggi ia juga pernah meraih
Best Speaker dan Juara 1 Lomba NUDC (debat berbahasa Inggris) tingkat jurusan dan juara 4 Lomba NUDC tingkat fakultas. (*)
Discussion about this post