Yogyakarta, Jubi – Jaksa Agung Muda Pidana Militer atau Jampidmil harus memastikan agar enam prajurit TNI yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika nantinya diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika. Hal itu dinyatakan dosen Sistem Peradilan Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi SPsi SH MH PhD saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Kamis (15/9/2022).
“Ini saatnya Jaksa Agung Muda Pidana Militer menjalankan kewenangannya, dengan memastikan 6 prajurit TNI itu dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Timika. Apalagi di Kejaksaan Tinggi Papua sudah ada Asisten Tindak Pidana Militer atau Aspidmil,” kata Fachrizal.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Permukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer atau Pomdam XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih menjadi buronan.
Menurut Fachrizal, tidak masalah jika penyidikan perkara pembunuhan dan mutilasi itu dijalankan secara terpisah oleh Pomdam XVII/Cenderawasih dan penyidik Polda Papua. “Karena diduga pembunuhan itu dilakukan bersama-sama oleh prajurit TNI bersama warga sipil, perkara itu mutlak harus ditangani melalui mekanisme koneksitas. Justru itulah peran yang bisa dilakukan Jaksa Agung Muda Pidana Militer, memastikan peradilan koneksitas digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika,” kata Fachrizal.
Fachrizal menegaskan Jaksa Agung Muda Pidana Militer berwenang untuk memerintah Oditurat Militer melimpahkan berkas perkara keenam prajurit TNI itu kepada Asisten Tindak Pidana Militer (Aspidmil) Kejaksaan Tinggi Papua. Selanjutnya, Aspidmil Kejaksaan Tinggi Papua akan melimpahkan berkas perkara enam prajurit TNI dan empat warga sipil yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu kepada PN Kota Timika.
“Itu sesuai dengan semangat reformasi sistem peradilan pidana Indonesia untuk mengembalilan supremasi kekuasaan penegakan hukum dari militer kepada kekuasaan sipil. Itu sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, yang secara tegas mengeliminir peran tentara dalam dalam birokrasi pemerintahan sipil, termasuk juga dalam sistem peradilan pidana sipil,” kata Fachrizal.
Fachrizal menyatakan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI juga telah mengatur dengan tegas bahwa setiap prajurit TNI yang melanggar hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang tunduk kepada kekuasaan peradilan umum. “Secara aturan sudah jelas, bahwa keenam prajurit TNI yang menjadi tersangka kasus itu memang harus diperiksa dan diadili di peradilan umum, dalam hal ini PN Kota Timika,” ujar Fachrizal.
Sebelumnya, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menyatakan enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang menjadi tersangka pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika akan disidang di Pengadilan Militer di Makassar dan Jayapura. Hal itu dinyatakan Saleh di Kota Jayapura pada 6 September 2022 lalu.
Saleh mengatakan keenam prajurit TNI itu dikenai pasal berlapis, termasuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. “Yang pasti kasusnya akan diproses hingga ke persidangan,” kata Saleh.
Di pihak lain, anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua, Gustaf R Kawer selaku kuasa hukum keluarga korban pembunuhan dan mutilasi di Mimika menyatakan keluarga korban meminta kasus itu diperiksa dan diadili di Timika. Menurutnya, keluarga korban ingin proses persidangan diketahui oleh keluarga korban dan masyarakat umum.
Kawer juga menegaskan bahwa keluarga korban berharap para tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika atau Pengadilan HAM. Ia mengkritik pernyataan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa yang menyebut perkara enam prajurit TNI yang menjadi tersangka kasus itu akan dilimpahkan kepada Pengadilan Militer.
“Pernyataan Pangdam itu bertentangan dengan [keinginan] keluarga korban. Itu menjadi kontradiksi. Saya berpikir, itu wajah aparat keamanan TNI, yang selalu mengatur desain impunitas bagi pelaku, dengan mengalihkan [lokasi persidangan di tempat yang] jauh, supaya jauh dari perhatian masyarakat, tidak terpantau,” kata Kawer. (*)