Jayapura, Jubi – Petisi Rakyat Papua atau PRP menyatakan sikap secara resmi menggelar unjuk rasa menolak rencana pemekaran Papua dan menuntut pencabutan Otonomi Khusus Papua. Petisi Rakyat Papua menyatakan sikap tegasnya menolak segala macam kebijakan Jakarta yang berdampak kepada risiko genosida dan ekosida secara sistematis dan terstruktur di atas Tanah Papua.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Jefri Wenda saat membacakan pernyataan sikap di hadapan ratusan demonstran penolakan pemekaran Papua dan Otonomi Khusus (Otsus) Papua di Kota Jayapura, Jumat (3/6/2022). Wenda menyatakan aksi serupa juga berlangsung di Wamena, Enarotali, Moanemani, Timika, Sorong, Nabire, Merauke, Yogyakarta, Denpasar, Bandung, Surabaya.
“Kami yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua menyatakan sikap tegas [menuntut] pencabutan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,” kata Wenda.
Wenda menegaskan pihaknya juga menolak rencana pemekaran Papua, dan mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua. Ketiga RUU yang sedang dibahas DPR RI itu adalah RUU tentang Provinsi Papua Selatan (Ha Anim), RUU tentang Provinsi Papua Tengah (Meepago), dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah (Lapago).
“Kami sudah menolak berulang kali terkait DOB dan Otsus. [Kami mendesak] DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua segera melakukan Rapat Dengar Pendapat dan menolak rencana pemekaran Papua maupun [pembentukan] DOB. Pemekaran Provinsi di Tanah Papua merupakan politik pendudukan dan politik pecah belah. Elit Politik Papua stop mengatasnamakan rakyat Papua [untuk] mendorong pemekaran demi memperpanjang kekuasaan dan menggalang investasi yang mengorbankan masyarakat, menjadi alat penindas bagi rakyat Papua,” kata Wenda.
Petisi Rakyat Papua juga menuntut pemerintah Indonesia untuk menarik pasukan militer organik maupun non-organik dari seluruh Tanah Papua. “Kami mendukung penuh rakyat Papua di Dogiyai yang menolak pembangunan Markas Kepolisian Resor Dogiyai dan Markas Komando Distrik Militer di Kabupaten Dogiyai,” kata Wenda.
Wenda menyatakan pihaknya juga mendukung langkah rakyat Papua di Biak yang menolak rencana pembangunan Bandar Antariksa Biak. “Segera hentikan rencana pembangunan Bandar Antariksa di Biak,” katanya.
Petisi Rakyat Papua mendesak aparat penegak hukum untuk menghentikan proses persidangan Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat Victor Yeimo. Proses pengadilan Victor Yeimo yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jayapura dinilai sebagai kriminalisasi atas aktivitas politik Victor Yeimo. “Bebaskan Victor Yeimo dan seluruh tahanan politik di Tanah Papua tanpa syarat,” kata Wenda.
Wenda mengatakan seluruh Bangsa Papua memberikan dukungan bagi Haris Azhar dan Fathia Maulidiyanti, dua aktivis Hak Asasi Manusia yang dilaporkan ke polisi mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan saat mengadvokasi dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Petisi Rakyat Papua meminta penghentian kriminalisasi, teror, maupun intimidasi terhadap para pembela Hak Asasi Manusia yang bersuara tentang situasi Papua.
Pemerintah Indonesia juga didesak membuka akses bagi komunitas internasional untuk mengunjungi Papua, dan menutup pintu investasi asing di Tanah Papua. Wenda meminta pemerintah Indonesia mengizinkan akses jurnalis internasional independen untuk datang ke Papua, dan menginvestigasi segala bentuk kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua.
“Kami meminta akses Palang Merah Internasional untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap 67 ribu pengungsi di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Yahukimo. [Juga membuka akses bagi] Komisi Tinggi HAM PBB, Pelapor Khusus PBB untuk Urusan Pengungsi, anggota Kongres, jurnalis, akademi internasional, dan lembaga swadaya masyarakat internasional,” kata Wenda.
Petisi Rakyat Papua mendesak Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, China, maupun negara ASEAN serta lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF untuk menghentikan segala bentuk bantuan uang bagi pemerintah Indonesia. “Karena [pemerintah Indonesia] selama 59 tahun telah terbukti gagal membangun Papua, yang berdampak kepada etnosida dan genosida terhadap Bangsa Papua,” kata Wenda.
Wenda menuntut pemerintah Indonesia menutup pintu investasi asing di Tanah Papua. Pemerintah juga dituntut menutup semua perusahaan asing di seluruh Tanah Papua, termasuk Freeport, Tangguh, dan Blok Wabu. “Hentikan uji coba nuklir di Pasifik yang dilakukan oleh Prancis, Amerika, Selandia Baru, dan Australia,” katanya.
Wenda menyatakan Petisi Rakyat Papua akan terus menuntut pemerintah Indonesia memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua, dengan menggelar referendum sebagai solusi demokratis atas konflik Papua. “Demikian pernyataan sikap kami, atas nama seluruh pejuang yang telah mati di atas tangan penjajah, dan atas nama rakyat Papua Barat yang telah lama hidup di bawah rantai penindasan kolonialisme Indonesia dan kapitalisme. Kami akan terus berjuang hingga terciptanya kemerdekaan sejati di atas bumi tercinta kita, West Papua,” kata Wenda. (*)
Discussion about this post