Jayapura, Jubi – Kepala Oditurat Militer IV-20 Jayapura, Kolonel Yunus Ginting menjelaskan adanya berkas perkara pelaku pembunuh dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika yang dilimpahkan kepada Oditurat Militer Tinggi IV di Makassar, Sulawesi Selatan. Menurutnya, prajurit TNI berpangkat Mayor harus disidangkan di Pengadilan Militer Tinggi atau Dilmilti, dan Dilmilti terdekat dari Mimika adalah Dilmilti IV yang terletak di Makassar.
Hal itu disampaikan Ginting ketika bertemu keluarga empat korban pembunuhan dan mutilasi Mimika di Kota Jayapura, Rabu (12/10/2022). Menurutnya, pelimpahan berkas perkara tersangka pembunuhan dan mutilasi Mimika berpangkat Mayor di Dilmilti IV Makassar memang sesuai peraturan perundang-undangan yang menyatakan prajurit TNI berpangkat Mayor atau lebih tinggi hanya bisa diadili di Dilmilti.
“Sehingga terduga pelaku yang [berpangkat Mayor] berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Oditurat Militer Tinggi IV di Makassar. Itu sesuai dengan aturan yang berlaku dalam perundang-undangan,” kata Ginting.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidikan Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan Roy alias RMH.
Menurut Ginting, lima prajurit TNI yang menjadi tersangka mutilasi di Mimika dan berpangkat Kapten atau dibawahnya dapat diadili di Pengadilan Militer III-19 Jayapura sebagai pengadilan militer terdekat dari Mimika. Akan tetapi, Ginting menyatakan hingga Rabu pihaknya belum menerima pelimpahan berkas perkara kelima tersangka itu dari Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih.
“Kalau pangkat Kapten [dan] anggota, berkas perkaranya dari penyidikan belum kami terima. Mereka bisa disidangkan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura,” kata Ginting.
Terkait dengan pelimpahan berkas perkara tersangka pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika kepada Oditurat Militer Tinggi IV di Makassar, Ginting menyatakan ia tidak berwenang menjelaskan soal pelimpahan itu. Menurutnya, hanya Oditurat Militer Tinggi IV di Makassar yang bisa menjelaskan masalah pelimpahan itu.
“Kalau berkas perkara dan hasil penyidikan dari anggota TNI yang berpangkat kapten dan anggota TNI, baru kami bisa menjelaskan, sebab akan ditangani oleh Otmil IV-20. Tapi kami belum mendapatkan hasil penyidikan dari Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, karena belum selesai penyidikan,” katanya.
Salah satu keluarga korban yang mendatangi Oditurat Militer IV-20 Jayapura pada Rabu, Pale Gwijangge meminta agar proses persidangan para prajurit TNI yang menjadi tersangka pembunuhan dan mutilasi di Mimika bisa digelar di Pengadilan Negeri Kota Timika. Gwijangge menyatakan keluarga korban ingin melihat secara langsung proses sidang terhadap para tersangka.
“Kami keluarga korban meminta agar para pelaku disidangkan di Mimika, dengan sidang koneksitas, karena pelaku pembunuhan empat korban mutilasi itu tidak hanya militer, tetapi juga ada warga sipil,” katanya.
Gwijange mengatakan permintaan itu disampaikan oleh keluarga korban pembunuhan dan mutilasi di Mimika. “Mereka menitipkan pesan kepada kami untuk menyampaikan kepada pihak-pihak terkait, agar ada keadilan,” katanya.
Berbagai pihak juga telah menyampaikan harapan mereka agar enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi tersangka pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika dapat diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika. Permintaan itu antara lain disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI dalam keterangan pers Komnas HAM RI di Jakarta pada 20 September 2022 lalu.
“Kami mendorong dilakukan pengadilan koneksitas. Itu legal, dan bisa dilaksanakan. Apalagi pelakunya dari prajurit TNI dan [warga] sipil. Kami berharap Panglima dan Kepala Staf Angkatan Darat mendorong penegakan hukum secara koneksitas,” kata Komisioner Komnas HAM RI, Choirul Anam saat mengumumkan hasil pemantauan dan penyelidikan awal Komnas HAM RI atas kasus itu, Selasa.
Choirul menyatakan selama proses pemantauan dan penyelidikan awal yang dilakukan pada pada 2 – 4 September 2022 dan 12 – 16 September 2022 lalu, tim Komnas HAM bertemu dengan keluarga korban, aktivis HAM, dan advokat pendamping keluarga korban. Menurutnya, semua pihak itu meminta agar enam prajurit yang menjadi tersangka kasus itu diadili di Pengadilan Negeri Kota Mimika.
Menurut Choirul, berbagai pihak itu meminta keenam prajurit TNI diadili di Mimika agar mereka bisa memastikan proses persidangan berjalan transparan, dan keluarga korban bisa menyaksikan persidangan itu. “Kalau pengadilannya di Pengadilan Negeri Kota Timika, secara psikologis masyarakat bisa melihat langsung gelar sidangnya. Itu juga permintaan dari keluarga korban. [Menggelar peradilan] koneksitas di Mimika juga membuat orang mudah untuk bersaksi,” ujar Choirul
Choirul menyatakan persidangan koneksitas merupakan jalan terbaik untukmemberi rasa keadilan bagi keluarga korban. Ia menyatakan persidangan koneksitas yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Timika akan menunjukkan pemerintah memiliki komitmen nilai kemanusiaan yang sama dengan semua pemangku kepentingan dalam kasus itu, khususnya keluarga keempat korban.
“Untuk menunjukkan komitmen kemanusiaan [kita], maka persidangan koneksitas adalah jalan yang terbaik. Misalnya, kasus [dugaan pelanggaran HAM berat] Paniai [yang akan disidangkan] di Makassar, orang Paniai ke Makassar juga berat. Kendala teknis seperti itu jangan terjadi dalam kasus mutilasi ini. Rasionalitasnya [sidang dilakukan] di Mimika, dan dilakukan dengan (persidangan) koneksitas,” kata Choirul.
Pengajar Sistem Peradilan Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi yang diwawancarai Jubi pada 15 September 2022 menyatakan Jaksa Agung Muda Pidana Militer atau Jampidmil, menjadi kunci untuk memastikan enam prajurit TNI tersangka kasus itu nantinya diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika. “Ini saatnya Jaksa Agung Muda Pidana Militer menjalankan tugasnya, dengan memastikan 6 prajurit TNI itu dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Timika,” kata Fachrizal kepada Jubi.
Menurut Fachrizal, akan jadi masalah jika penyidikan perkara pembunuhan dan mutilasi itu dijalankan secara terpisah oleh Pomdam XVII/Cenderawasih dan penyidik Polda Papua.
“Karena pembunuhan itu dilakukan bersama-sama oleh prajurit TNI bersama warga sipil, perkara itu mutlak harus ditangani melalui mekanisme koneksitas. Itulah peran yang bisa dilakukan Jaksa Agung Muda Pidana Militer, memastikan pengadilan koneksitas digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika,” kata Fachrizal.
Fachrizal meminta Jaksa Agung Muda Pidana memerintahkan Oditurat, agar melimpahkan berkas perkara jasa TNI itu kepada Asisten Tindak Pidana Militer (Aspidmil) Kejaksaan Tinggi Papua. Selanjutnya, Aspidmil Kejaksaan Tinggi Papua akan melimpahkan berkas perkara enam prajurit TNI dan empat warga sipil yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu kepada PN Kota Timika.
“Itu sesuai dengan semangat reformasi sistem peradilan pidana Indonesia untuk mengembalikan supremasi kekuasaan penegakan hukum dari militer kepada kekuasaan sipil. Itu sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 , yang secara tegas mengeliminir peran tentara dalam sistem pemerintahan sipil, termasuk juga dalam sistem peradilan pidana sipil,” kata Fachrizal. (*)