Jayapura, Jubi – Aktivis pejuang HAM dan Papua merdeka yang pernah belajar di Filipina, Filep Karma, mengatakan pantai Hamadi dan Leyte di Filipina sebenarnya sangat menarik untuk menjadi tempat wisata sejarah Perang Dunia II.
“Memang berbeda dengan Leyte ada taman dan juga patung Jenderal Mac Arthur saat mendarat di pantai Leyte,” kata Filep Karma kepada jubi.id, di Kota Jayapura, belum lama ini.
Dia menambahkan, sebenarnya pantai Hamadi dan Holtekamp sangat menarik untuk dikelola sebagai tempat wisata, termasuk harus menjaga sisa-sisa pendaratan Sekutu Amerika Serikat dibawah pimpinan Douglas Mac Arthur pada saat Perang Dunia II.
Lebih lanjut Karma menuturkan bahwa lokasi pendaratan Mac Arthur di Filipina adalah di bagian Leyte Utara dan merupakan sebuah provinsi di sana dengan ibukotanya Tacloban City.
Karma yang pernah belajar setahun di Asian Institute of Manajemen Filipina, 1996-1997, menuturkan bagi masyarakat Filipina wilayah Leyte menjadi salah satu situs bersejarah. Melalui taman wisata serta patung Jenderal Mac Arthur, para siswa di sana bisa belajar tentang sejarah Perang Dunia II.
Hal senada juga dikatakan Dr Bernarda Meteray, dosen sejarah Universitas Cenderawasih (Uncen) dan juga penulis buku Nasionalisme Ganda Orang Papua bahwa situs sejarah Perang Dunia II di Papua harus dijaga dan juga dirawat hingga bisa menjadi bukti sejarah bahwa Jenderal Douglas Mac Arthur pernah mendarat di Pantai Hamadi.
Dr Bernarda juga mengakui kalau kisah Perang Dunia II di Papua juga pernah ditulis dalam buku berjudul The Liberation of the Philippines, Luzon, Mindanao, the Visays 1944-1945.
“Saya juga selalu menyarankan mahasiswa untuk membaca buku berjudul Jayapura Ketika Perang Pasifik karya A Mampioper sebagai bahan referensi dalam menulis kisah Perang Pasifik di Jayapura,” katanya.
Kisah Bukit Mac Arthur
Jepang pertama kali menduduki Hollandia dan wilayah Aitape di Vanimo Papua Nugini pada 19 April 1942, setelah Jepang menghancurkan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Pearl Harbour pada 7 Desember 1941.
Hampir selama dua tahun Jepang dengan Armada VIII dan IX menguasai Teluk Humbold dan Youtefa serta membangun Pangkalan Udara di Sentani dan Doyo.
Sebelum tentara Sekutu Amerika Serikat tiba di Hollandia, pada 30 Maret sampai dengan 16 April 1944, terjadilah serangan bom oleh pesawat tempur Amerika Serikat.
Saksi mata di Kampung Asei Sentani Timur menuturkan pagi-pagi pesawat tempur AS terbang di atas Danau Sentani dan melepaskan bom ke pangkalan udara di sini.
“Kami berhamburan dan lari bersembunyi di dusun sagu dan sebagian mengungsi. Banyak bom yang jatuh,” kata Hans Robert Ohee mengenang masa masa sulit yang menimpa mereka kala itu.
Mac Arthur mendarat di Hollandia pada 22 April 1944as. Pasukan Sekutu Amerika Serikat menyerbu pangkalan militer Jepang di Sentani melalui dua arah. Pertama melewati Teluk Tanah Merah dengan membangun 23 tanki minyak di sana. Melewati Sentani, Doyo, dan membangun basis di kaki gunung Cycloop Ifar Gunung.
Sedangkan serangan dari Teluk Humboldt, Teluk Youtefa, hingga sampai ke Pangkalan Militer Jepang di Doyo dan Sentani. Mac Arthur menginjakkan kakinya di Pantai Hamadi pada pukul 10.00 pagi, 22 April 1944.
Oleh karena itu, Gubernur Nederlands Nieuw Guinea, Prof Dr Jan Van Baal, membangun tugu peringatan Invasie strand di Hamadi pada 1958. Pemerintah Jepang juga membangun tugu peringatan atas korban tentara Jepang di Abe pantai, di Sarmi, dan juga di Biak.
Mac Arthur sendiri tinggal di Hollandia dari April sampai dengan Maret 1945. Selanjutnya Mac Arthur pindah ke Biak dan membangun markasnya di dekat Nasbaren, Bosnik.
Markas Mac Arthur pertama di Hollandia (Jayapura sekarang) bukit dekat Taman Makam Pahlawan Waena dan selanjutnya pindah ke Ifar Gunung sekarang.
Mac Arthur membangun Camp Sevent Fleet dan Markas Besar Pasifik Barat Daya dari Brisbane pindah ke Hollandia. Ia sempat membangun rumah di Markas Ifar Gunung Hollandia.
William Manchester dalam bukunya berjudul American Caesar Douglas Mac Arthur, 1880-1964, menyebutkan “Mac Arthur’s controversial house in Hollandia.” Dalam buku itu pula ditulis Jenderal Berbintang Lima itu tiba di Hollandia April 1944. Bahkan selanjutnya tiba di Leyte pada Oktober 1944.
Saat meninggalkan Filipina pada 11 Maret 1942 akibat serbuan Jepang. Mac Arthur terbang menuju Australia. Dia meninggalkan Pulau Correigidor di Filipina dan pasukannya dikepung Jepang.
Mac Arthur dan keluarga serta pengawalnya perjalanan dengan kapal PT hingga mencapai Mindanao. Dua hari kemudian MacArthur dan rombongannya terbang ke Australia dengan sepasang Boeing B-17 Flying Fortresses.
Dia tiba di Melbourne dengan kereta api pada 21 Maret 1942. Di Australia, dia berpidato di mana dia menyatakan, “Saya datang dan saya akan kembali”. (“I came through and I shall return”.)
Pernyataannya terbukti, ia mendarat di Leyte dan warga Filipina menyambutnya sebagai pahlawan. Oleh karena itu tak heran jika sampai sekarang ada patung pendaratan Jenderal Mac Arthur dan rombongan di Leyte yang menjadi saksi sejarah bahwa perang adalah kekerasan dan korban jiwa. Kalah dan menang perang sama-sama ada yang korban baik militer maupun warga sipil. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!