Jayapura, Jubi – Forum Anti Kriminalisasi Pejabat Papua atau FAKPP mengeluarkan pernyataan sikap terkait maraknya pemberitaan di berbagai media massa lokal dan nasional terkait kasus dugaan gratifikasi yang menimpa Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak (RHP).
Pernyataan sikap yang disampaikan langsung Ketua FAKPP, Kalvin Penggu, di Jayapura, Kamis (21/7/2022), yang berisi lima poin, yakni:
Pertama, meminta KPK tidak tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi dan penanganan kasus-kasus di Tanah Papua.
“Kami minta KPK harus transparan menjalankan tugas sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Komisi Pengamanan Kepentingan elit politik,” katanya.
Kedua, KPK telah membangun kebohongan publik terhadap pemberitaan atau informasi tentang gratifikasi pejabat publik atas nama Ricky Ham Pagawak. Padahal, fakta di KPK dugaan tersangka belum dimuat atau terdaftar nama tentang kasus gratifikasi.
“Hal ini sebagaimana bukti sahih sejumlah tokoh agama di Tanah Papua tanggal 13 Juli 2022 lalu telah datang ke Kantor KPK dan juga Kantor Staf Kepresidenan (KSP) di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi,” ujarnya.
Ketiga, masyarakat akar rumput mencari keadilan meminta kepada KPK untuk segera mengeluarkan statemen tentang status RHP atas dugaan gratifikasi.
Keempat, meminta Polda Papua untuk tidak memainkan isu tentang persoalan Ricky Ham Pagawak, karena KPK sampai saat ini belum ada fakta yang membuktikan RHP terdaftar sebagai tersangka.
Kelima, kader elit politik Papua stop membangun isu untuk kepentingan Papua dengan mengorbankan RHP.
Di tempat yang sama, Dolvinus Weya menyampaikan, pihaknya menyesali pemberitaan media massa yang menyampaikan hoax atau berita bohong.
Apalagi, lanjutnya, tanpa memperhatikan azas praduga tak bersalah (presumtion of inocence), pengadilan oleh pers atau trial by the press dan mengabaikan keseimbangan berita atau cover both side.
“Media massa menyampaikan keterangan hanya dari satu pihak saja dan mengesampingkan hak jawab dari keluarga dan pengacara hukum RHP,”.
“Oleh karena itu, kami telah menginventarisir media massa tersebut, dan akan membuat pengaduan secara hukum,” kata Weya.
Okto Hesegem mengatakan, pihaknya melihat kasus RHP ini betul-betul dipolitisir, karena kepentingan politik tertentu akhirnya RHP diskriminasi habis-habisan.
“Kami melihat bukan hanya RHP saja yang dikriminalisasi, tapi sejumlah pejabat Papua juga mengalami hal yang sama,” kata Hesegem.
Sebagai WNI yang berada dibawah bingkai NKRI, terangnya, pihaknya ingin KPK memberikan kepastian hukum terkait kasus RHP.
“Jadi negara jangan tebang pilih. Jangan ada indikasi kecurigaan dan lain-lain hingga upaya kriminalisasi pemimpin kami di Papua. Itu tak dibenarkan undang-undang manapun,” ujarnya.
Sementara, Alexander Gobai mengatakan, KPK seyogyanya memberikan pernyataan khusus, yang bisa menjelaskan kepada publik, RHP tak bersalah, karena secara fakta ada 15 tokoh agama di Papua sudah mengecek di website resmi KPK, “ternyata RHP belum terdaftar sebagai tersangka,” tutup Gobai. (*)
