Manokwari, Jubi – PT. Kharisma Chandra Kencana (KCK) dan UD. Anugerah Setia yang bergerak di bidang kayu olahan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Gakkum KLHK Maluku-Papua di Manokwari.
Gugatan tersebut berkaitan dengan penetapan tersangka D dan S yang ditetapkan oleh Gakkum KLHK Maluku-Papua pada Kamis (23/6/2022).
“Gugatan sudah terdaftar di PN Manokwari. Senin pekan depan sidang perdana,” kata kuasa hukum, Rustam, kepada sejumlah wartawan di Manokwari, Jumat (1/7/2022).
Dia menyebut, dua kliennya berinisial D dan S ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 23 Juni 2022. Padahal surat panggilan permintaan keterangan sebagai saksi yang dilayangkan kepada kedua kliennya itu per tanggal 24 Juni 2022
Kemudian, kata Rustam, PT. KCK adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha kehutanan industri primer dengan Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) berdasarkan SK Gubernur Papua Barat nomor : 183 tahun 2008, tanggal 21 Oktober 2008.
Bahan baku industri berupa kayu bulat/log yang diolah PT. KCK berasal dari PT. Mutiara Alas Khatulistiwa (MAK), beserta Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang lokasinya di Desa Potowai Buru, Distrik Mimika Barat Jauh, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Barat.
“Kami memiliki bukti dokumen surat bahwa kayu tersebut berasal dari PT MAK berdasarkan surat perjanjian jual-beli kayu bulat antara HPH/IUPHHK PT MAK dan IUPHHK PT. KCK,” terangnya.
Dia menyebut bukti lainnya yang juga dimiliki adalah bukti formulir multi pembayaran dari bank, serta bukti dokumen pengangkutan yang sudah dilunasi Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
“Bukti bukti ini menunjukan bahwa kayu bulat yang dijadikan kayu industri adalah kayu log legal, bukan atas hasil pembalakan liar,” tuturnya.
Bukti bukti itu, kata Rustam, rupanya tidak menjadi pedoman PPNS pada Gakkum KLHK. Pasalnya, semua kayu olahan hasil industri baik yang ada di pabrik industri di Kabupaten Teluk Bintuni sebanyak 61.972 keping atau volume 252.3441 M3
maupun yang berada di Surabaya, sebanyak 63.634 keping atau volume 365.3568 M3, telah disita dengan alasan sebagian hasil olahan itu merupakan hasil pembalakan liar atau penebangan tanpa izin.
“Harusnya penyidik profesional. Jika menduga sebagian, maka dibuktikan dan dipisahkan, mana yang legal dan mana yang illegal, bukan disita secara keseluruhan,” tuturnya.
Penyidik, lanjut Rustam, telah melakukan penyitaan terhadap kayu olahan yang ada di pabrik di Teluk Bintuni. Pemasangan police line dilakukan sejak sebulan lalu dengan menerbitkan Surat Tanda Penerimanaan (STP) dan berita acara penitipan barang bukti.
“Padahal, tidak ada penetapan penyitaan barang bukti yang diajukan dan dikeluarkan pengadilan. Sedangkan KUHAP telah mengatur jelas hal ini,” bebernya.
Sementara itu, lanjut Rustam, menyebut penyitaan yang menyalahi seluruh prosedur juga terjadi terhadap barang bukti kayu hasil olahan milik UD. Padahal UD bertindak sebagai pembeli kayu dari stand kayu yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni yang notabene telah memiliki izin usaha dari pemerintah setempat.
Kayu telah dibeli dengan total 11.833 keping atau volume 27,6195 M3 telah disita oleh PPNS Gakkum KLH Maluku-Papua di Manokwari dengan memasang police line sejak tanggal 26 Mei 2022.
Sampai prapradilan diajukan, penyitaan itu tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Penerimaan, tidak ada Surat Perintah Penyitaan, dan tanpa adanya Berita Acara Penyitaan Barang Bukti.
“Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 129 Ayat (1) dan (2) KUHAP dan juga Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: 6/2010 tentang manajemen penyidikan oleh PPNS,” tandasnya.
Pihak Gakkum KLHK Maluku-Papua dikonfirmasi namun belum memberikan tanggapan. (*)
Discussion about this post