Jayapura, Jubi – Dewan Adat Papua versi Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua IV meminta pemerintah pusat menghentikan upaya pemekaran provinsi di Tanah Papua. Pemerintah pusat harus terlebih dahulu mendengar aspirasi masyarakat dan memberitahukan manfaat dari pemekaran Papua itu.
Hal itu dinyatakan Ketua Umum Dewan Adat Papua versi Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua IV, Mananwir Yan Pieter Yarangga di Kota Jayapura, Sabtu (14/5/2022). Ia mengatakan pemekaran Papua akan semakin membuat masyarakat adat Papua termarjinalisasi dan terpinggirkan dalam pembangunan di Papua.
Yarangga mengkhawatirkan pemekaran provinsi di Tanah Papua akan memperderas arus migrasi dari luar Papua. Pemberlakuan Otonomi Khusus Papua sejak 2001 juga dinilai Yarangga tidak memberi perubahan yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat adat Papua.
Padahal masyarakat adat Papua adalah pemilik hak ulayat beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. “Saat ini masyarakat adat Papua tidak mempunya hak lagi untuk menentukan pembangunan di atas tanahnya sendiri,” kata Yarangga.
Yarangga menyampaikan pemekaran Papua bukanlah kemauan masyarakat, tetapi merupakan kemauan elit politik lokal, khususnya beberapa bupati. Dewan Adat Papua meminta agar pemerintah pusat membuka ruang bagi masyarakat adat Papua untuk menyampaikan pendapat terkait segalah permasalahan yang terjadi di atas Tanah Papua, karena masalah itu bukan lagi sebatas persoalan ekonomi dan kesejahteraan.
Tokoh masyaraat adat dari Nabire, Herman Sayori mengatakan masyarakat adat Papua memang mempunyai keinginan akan hidup yang layak. Oleh sebab itu, kebijakan pemekaran Papua harus disiapkan secara matang, dengan menimbang sumber daya manusia masyarakat adat Papua dan syarat lainnya.
Sayori mengatakan pemekaran yang dilakukan pemerintah pusat telah membuat masyarakat adat Papua terpecah-pecah. Ia sangat khawatir pemekaran akan menimbulkan konflik horizontal di antara sesama masyarakat adat Papua.
Sayori mengatakan pemerintah pusat seharusnya menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi pekerja rumah hingga saat ini. Misalnya, masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi pada masa lalu dan hingga kini belum terselesaikan secara baik. “Bagian itu akan menjadi duri dalam kehidupan masyarakat Papua,” ujarnya. (*)
Discussion about this post