Sentani, Jubi – Buku “Zakheus Pakage dan Komunitasnya: Wacana Keagamaan Pribumi, Perlawanan Sosial-Politik, dan Transformasi Sejarah Orang Mee, Papua” yang ditulis Pdt Benny Giay memberikan pemahaman baru tentang Kekristenan dan sejarah Perkabaran Injil di Papua. Hal itu disampaikan Koordinator Departemen Sinode Gereja Injili di Indonesia, Rode Wanimbo dalam peluncuran buku tersebut di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayaprua, Rabu (27/4/2022).
Wanimbo mengapresiasi buku yang ditulis berdasarkan disertasi Pdt Benny Giay pada 1991 itu. “Saat membaca buku itu, dalam diri saya mendapatkan kegelisahan. Kegelisahan itu [tentang] apa yang saya terima, [apakah] itu keliru? Atau bahkan salah dan tidak lengkap dalam mengajar kekristenan dan kehidupan manusia Papua yang beradab, bermoral, dan bermartabat,” kata Wanimbo dalam pelucuran buku itu.
Ia menyebut karya Pdt Benny Giay itu membongkar dan menjelaskan tentang bagaimana orang Papua bersentuhan dengan ajaran Kekristenan. “Isi bukunya benar-benar membongkar kembali konsep dan pemahaman kehidupan manusia Papua dalam memilih Tuhan,” jelasnya.
Lebih dari itu, buku “Zakheus Pakage dan Komunitasnya: Wacana Keagamaan Pribumi, Perlawanan Sosial-Politik, dan Transformasi Sejarah Orang Mee, Papua” dinilai Wanimbo memberikan pencerahan tentang bagaimana seharusnya orang Papua memahami ajaran Kekristenan. Alih-alih memahami Alkitab dengan kaca mata atau perspektif lain, orang Papua bisa menggunakan perspektifnya sendiri untuk memahami Alkitab.
“Dalam buku itu penulis memberikan pesan, di mana selama ini saya memakai kaca mata orang lain dalam memahami isi Alkitab. Dalam bukunya, penulis mau kita memulai dan melepaskan kaca mata orang lain dan memakai kaca mata kita sendiri dalam memahami isi firman Tuhan,” jelas Wanimbo.
Wanimbo menyebut Zakheus Pakage, tokoh sentral dalam studi Pdt Benny Giay, menyelesaikan studinya di Makassar, dan kembali ke tengah masyarakat adat Mee di Wilayah Adat Meepago, mengajarkan Kekristenan dengan pendekatan budaya Mee.”Zakheus merupakan teladan. Setelah menyesuaikan studinya di Makassar, dia kembali ke leluhurnya di Meeuwodide, mengajarkan Kekristenan dalam kerangka budaya Mee,” ujar Wanimbo.
“Sejarah kita tidak dimulai dengan kontak dengan para penjelajah Eropa. Peradaban kita tidak dimulai dengan datangnya peradaban orang Kristen, karena kita memiliki peradaban sendiri. Sangat penting dan layak memberikan tempat untuk sejarah kita sendiri,” jelasnya.
Penulis Andy Tagihuma mengatakan “Zakheus Pakage dan Komunitasnya: Wacana Keagamaan Pribumi, Perlawanan Sosial-Politik, dan Transformasi Sejarah Orang Mee, Papua” merupakan karya yang luar biasa. “Buku itu bisa merangkum banyak sisi dari Zakheus Pakage, ada antropologi, sejarah, dan teknologi,” kata Tagihuma.
Tagihuma menyebut buku itu mengurai dengan rinci perjalanan Zakheus Pakage keluar dari masyarakat adatnya, belajar, lalu pulang dan menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkannya. Buku Pdt Benny Giay juga mengurai bagaimana Zakheus Pakage mendapatkan berbagai tentangan.
“Nilai-nilai yang diajarkan oleh Zakheus dianggap tidak benar pada waktu itu, di wilayah suku Mee. Pandangan Zakheus berkaitan dengan apa yang dia belajar di Makassar, [diselaraskan] dengan nilai-nilai lokal dalam kebudayaan dia. Dia tidak langsung mengajar, namun menyelami dan mengajar secara pelan-pelan kepada masyarakat, ” kata Tagihima.
“Yang diajarkan oleh Zakheus nilai-nilai lokal yang ada di dalam dirinya, [yang lantas] dia terjemahkan dengan Injil yang dia pelajari. Jadi, bukan baru, itu sudah ada dalam diri orang Papua, nilai-nilai orang Papua yang sebenarnya, yang ada di dalam Suku Mee,” ucap Tagihuma. (*)
Discussion about this post