Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua belum bisa membayar ratusan beasiswa mahasiswa Papua yang sedang belajar di luar negeri. Ini disebabkan dana otonomi khusus belum dicairkan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Tak kunjung cairnya dana otsus merupakan dampak dari aturan baru sesuai Perubahan Kedua Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, PP Nomor 106 Tahun 2021, dan PP No. 107 tahun 2021.
Kepala Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua Ariyoko F. Rumaropen kepada Jubi mengatakan hingga kini masih menunggu anggaran dari pemerintah pusat agar bisa membayarkan biaya SPP dan biaya hidup mahasiswa Papua di luar negeri dari Januari sampai dengan April 2022.
“Hari ini kami semua tunggu dana otsus. Kalau dana otsus tidak ada maka kita tidak bisa bayar,” ujarnya.
Rumaropen mengatakan sebanyak 355 mahasiswa Papua yang tersebar di 5 negara belum bisa dibayarkan biaya SPP maupun biaya hidup mereka. Di antaranya sebanyak 204 mahasiswa berada di Amerika Serikat, 68 mahasiswa di Australia, 7 mahasiswa di Jepang, 17 mahasiswa di Kanada, dan sebanyak 59 mahasiswa di Selandia Baru.
“Kami Pemprov Papua ini kesulitan karena dana transfer otsus itu belum masuk ke Pemerintah Provinsi Papua. Untuk jangka pendek SPP sejak Januari sampai April 2022 Pemerintah Provinsi Papua belum membayar karena sumber pendanaan yang berasal Otsus belum ada,” kata Rumaropen kepada Jubi di kantornya, Senin, 11 April 2022.
Pemerintah Provinsi Papua, kata Rumaropen, sebelumnya telah menyurati semua Perguruan Tinggi tempat mahasiswa Papua menuntut ilmu untuk meminta perpanjangan waktu pembayaran hingga 31 Maret 2021. Namun karena hingga batas waktu dijanjikan tersebut habis ternyata belum bisa membayar, karena tidak memiliki anggaran.
“Saya yang tanda tangan suratnya. Tapi kita kan lalai dari kesepakatan waktu. Harusnya kita bayar SPP di bulan Januari 2022, tapi sekarang kan kami belum bayar. Nah, kalau pihak kampus akhirnya keluarkan anak-anak kita, kesalahan ini tidak bisa salahkan pemerintah Papua karena sumber pendanaan untuk beasiswa adalah dana otsus,” ujarnya.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, kata Rumaropen, menjelaskan adanya perubahan regulasi sehingga kementerian sedang menyusun aturan keputusan menteri terkait instrumen penyaluran anggaran.
Namun, menurut Rumaropen, regulasi baru ini nantinya membuat proses penyaluran pembiayaan beasiswa tidak lagi ke Pemerintah Provinsi Papua, melainkan langsung kepada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Papua.
“Mereka masih bilang kita bersabar, kita sabar sampai kapan. Sekarang ini mahasiswa sudah dikeluarkan dari rumah-rumah kos, kontrak, atau apartemen,” ujarnya.
Pakai dana cadangan
Pemerintah Provinsi Papua pernah menggunakan dana cadangan untuk membayarkan kepada sebagian mahasiswa Papua yang berstudi di Indonesia dan luar negeri. Pemerintah Provinsi Papua tidak bisa membayar semua biaya SPP maupun biaya hidup mahasiswa karena keterbatasan anggaran.
“Yang kami bayar tiga bulan ini pakai dana cadangan Pemerintah Provinsi Papua. Kemudian dana ini tidak cukup untuk kita bayar ke semua negara. Jadi uang yang tersedia itulah kita pakai bayar,” ujarnya.
Rumaropen menjelaskan dana cadangan itu digunakan untuk membayar 2.692 mahasiswa Papua yang ada di Indonesia dan di luar negeri. Di antaranya sebanyak 2.599 mahasiswa di Indonesia, 54 mahasiswa di Rusia, 2 mahasiswa di Belanda, 3 mahasiswa di Inggris, 7 mahasiswa di Jerman, 1 mahasiswa di Perancis, 7 mahasiswa di Jepang, 16 mahasiswa di Cina, 1 mahasiswa di Filipina, dan 2 mahasiswa di Singapura.
“Yang dipakai untuk membayar itu dana cadangan pemerintah daerah Papua yang jumlahnya tidak sesuai dengan kebutuhan beasiswa. Tapi kita harus memaksimalkan yang ada,” katanya.
Belum terima biaya hidup
Presiden IMAPA USA-Kanada Dimision Kogoya berharap pihak BPSDM Papua secepatnya merespon keluhan mahasiswa yang ada di luar negeri, karena itu tanggung jawab BPSDM. Padahal, kata Kogoya, mahasiswa secara rutin melaporkan progres perkuliahan mereka kepada pihak BPSDM Papua.
“Kita kirim ke e-mail, mungkin dong sudah ganti baru. E-mail BPSDM selalu ganti tiap tahun. Hal ini harus diinformasikan kepada mahasiswa, itu tanggung jawab mereka,” ujarnya.
Kogoya menyampaikan sejak Januari 2022, biaya hidup yang seharusnya diterima oleh mahasiswa Papua di Amerika Serikat dan Kanada belum diberikan oleh Pemerintah Provinsi Papua. Ia meminta agar pihak BPSDM Papua agar mempercepat proses pengiriman uang saku dari bulan Januari hingga Juni kepada seluruh mahasiswa di AS dan Kanada.
”Terhitung hampir empat bulan mahasiswa Papua yang berada di Amerika dan Kanada hidup tanpa biaya yang seharusnya menjadi hak mereka dan terancam terlantar,” katanya.
Mahasiswa Papua di Amerika Serikat, Ilse Abisay mengaku sudah sejak Januari 2022 belum menerima kiriman uang saku sama sekali dari BPSDM Papua. Ia berharap segera dikirimkan karena sangat membutuhkan untuk membeli kebutuhan makan dan kebutuhan lain-lainnya.
“Sudah empat bulan tidak dapat uang saku. Kalau bisa BPSDM segera kirim di bulan ini (April) tapi langsung dikirimkan dengan beberapa bulan ke depan,” ujarnya. (*)
Artikel ini telah terbit di Jubi TV dengan judul Pemprov Berharap Dana Otsus, Biaya Hidup Mahasiswa Papua di Luar Negeri Belum Dibayar