Jayapura, Jubi – Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Papua, Aryoko Rumaropen mengakui pembayaran beasiswa bagi para mahasiswa Papua di luar negeri tersendat. Ia menyatakan pembayaran beasiswa itu tersendat karena proses verifikasi dan proses pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-Perubahan Provinsi Papua yang memakan waktu. Menurutnya, BPSDM Papua masih terus memproses pembayaran beasiswa bagi mahasiswa di dalam negeri maupun di luar negeri.
Rumaropen menyatakan setidaknya ada 3.738 mahasiswa yang harus dibayarkan beasiswanya. Diantaranya, 499 mahasiswa tersebar di 142 perguruan tinggi di luar negeri. Selain itu, ada 3.239 mahasiswa tersebar di 156 mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia. Ia meminta mahasiswa yang belum menerima pembayaran beasiswa melapor ke BPSDM Papua.
“Prosesnya bertahap, dalam negeri dulu. [Proses pencairan anggaran dan pembayaran beasiswa itu] itu masih berjalan. [Untuk biaya perkuliahan] kami bayar [langsung] ke kampus, [sementara untuk] biaya hidup [kami bayarkan] ke siswa. Kalau yang [berkuliah di perguruan tinggi] berpola asrama, [semuanya] dibayarkan langsung ke kampus, dan nanti kampus yang pisah mana biaya hidup siswa. Mekanisme itu sudah diatur,” kata Rumaropen kepada Jubi di Kota Jayapura pada Senin (12/12/2022).
Rumaropen menyatakan pihaknya telah memulai proses pembayaran beasiswa sejak 26 November 2022. Ia menyatakan BPSDM Papua mengelola beasiswa bagi ribuan mahasiswa, sehingga membutuhkan waktu sebulan untuk menyelesaikan penyaluran biaya pendidikan, biaya hidup, hingga biaya asrama atau apartemen.
Rumaropen menyatakan pihaknya membutuhkan waktu satu bulan untuk membayarkan beasiswa semua penerima beasiswa Papua, lantaran pihaknya harus melakukan validasi dan verifikasi data mahasiswa penerima beasiswa tersebut. Verifikasi itu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam pembayaran.
“Proses salur juga harus kami teliti. Karena validasi dan verifikasi data itu penting, makanya kami kerja pelan. [Untuk] proses bayar, kami tidak bisa buru-buru, jangan sampai ada yang salah. Jadi mereka ajukan, saya verifikasi, saya kirim lagi ke bagian keuangan, mereka periksa lagi. Jangan sampai ada yang salah. Ada yang hidup di Amerika, minta biaya hidup, tapi tidak sekolah. Kan kami harus buktikan [hal seperti] itu, tidak bisa kami bayarkan begitu saja. Contoh di dalam negeri, kami tidak bisa bayar tanpa bukti nilai. Ada yang kami bayar di muka, ada yang kita bayar di belakang. Contoh di Universitas Cenderawasih, kami bayar SPP untuk mereka yang koas [dengan meminta salinan] logbook koas. [Bukti seperti itu] harus ada, jangan kami bayar orang tidak sekolah,” ujarnya.
Rumaropen menyatakan BPSDM Papua hanya membayarkan beasiswa kepada mahasiswa yang aktif kuliah. Ia mencontohkan, apabila mahasiswa di luar negeri tidak mengambil studi pada musim panas, maka Pemerintah Provinsi Papua tidak akan membayarkan uang SPP maupun biaya hidupnya. Sebab, apa bila dibayarkan, pembayaran itu akan menjadi masalah pada saat audit keuangan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan.
“Kalau dia [mahasiswa] tidak mengambil kuliah musim panas. Biaya SPP maupun biaya hidup tidak akan dibayarkan. Karena tujuan dia ke sana untuk sekolah. Itu akan jadi persoalan saat di pemeriksa [keuangan] nanti, kami dianggap bayar pengangguran, bukan orang yang sekolah,” katanya.
Rumaropen menyatakan keterlambatan penyaluran beasiswa juga disebabkan BPSDM Papua harus menunggu hasil sidang DPR Papua terkait penetapan Anggaran Pendapat Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Provinsi Papua. “Kemarin kami tunggu sidang APBD, tapi kan tidak jadi sidang APBD. Nah, itu buat kami menunggu. Kami bukan kita diam, kami ini komunikasi ke sana kemari, [agar] bagaimana caranya cari jalan keluarnya untuk mahasiswa,” katanya.
Rumaropen menyatakan BPSDM Papua hanya bertugas melakukan penyaluran dana sesuai dengan data penerima beasiswa yang telah diverifikasi. Ia menyatakan dana program beasiswa Papua itu berada di kas Pemerintah Provinsi Papua yang dikelola Badan Keuangan Provinsi Papua, dan bukan dikelola oleh BPSDM Papua.
“Proses salur itu di kami, tapi bukan kami yang pegang uang. Mau uang datang tiga tahun atau empat tahun, uangnya ada di rekening beasiswa, baru disalurkan. Kami ini urus administrasi, [sedangkan] uangnya ada di kas pemerintah daerah, [di] Badan Keuangan dalam pagu belanja bantuan beasiswa. Kami proses penyalurannya [saja]. Kalau [anggaran itu] sudah masuk di rekening [program] beasiswa, saya yang otorisasi [dengan] tanda tangan,” ujarnya.
Sekretaris BPSDM Papua, Anthony Mirin menyatakan pembayaran beasiswa mahasiswa itu menggunakan dana cadangan Pemerintah Provinsi Papua, dana transfer Otonomi Khusus Papua, dan ada dana tambahan lain. Total nilai transfer Pemerintah Provinsi Papua untuk program itu mencapai Rp530 miliar.
Mirin menyatakan proses penyaluran beasiswa memang membutuhkan waktu. Mirin meminta orangtua mahasiswa melapor kepada BPSDM Papua jika anak mereka belum menerima beasiswa.
“Proses itu tidak singkat. Orangtua dengar dari pengaduan anak, langsung muat di media. Seharusnya mereka diskusi dengan kami. Cari tahu [proses pencairan] sudah sampai di mana, dan harus saling mendukung sama-sama. Pemerintah juga membantu anak-anak, orangtua juga harus mendukung/kerja sama supaya proses [pencairan] itu berjalan dan anak-anak bisa dapat biaya hidup dan uang pendidikan. Jangan berkoar-koar sana-sini langsung buat berita, [karena itu] menjadi tanda tanya bagi semua orang,” kata Mirin kepada Jubi pada Rabu (14/12/2022).
Mahasiswa Kedokteran Universitas Cenderawasih, Maria M Iyai menyatakan hingga Senin (12/12/2022) dia belum menerima pembayaran biaya hidup dari BPSDM Papua. Ia menyatakan terakhir menerima pembayarn biaya hidup itu pada Mei 2022, yaitu pembayaran biaya hidup selama tiga bulan senilai Rp7,5 juta.
Iyai saat ini sedang menjalankan koas di RSUD Dok 2 Jayapura. Ia juga menyatakan telah melaporkan kepada pihak BPSDM Papua dengan mengumpulkan nilai, surat aktif kuliah dan laporan koas. “Dong (BPSDM Papua) bilang masih proses,” katanya. (*)