Jayapura, Jubi – Ikatan Mahasiswa Papua di Amerika Serikat dan Kanda atau IMAPA USA – Kanada mengkritik kebijakan pemutusan beasiswa sejumlah peserta Program Siswa Unggul Papua. IMAPA USA – Kanada menyebut ada beberapa mahasiswa penerima beasiswa Otonomi Khusus Papua itu yang tengah menempuh tugas akhir yang turut dipulangkan karena kebijakan itu.
“Ada mahasiswa yang namanya tercantum dalam daftar pemulangan, padahal sedang menempuh pendidikan di program studi masing-masing. Bahkan ada juga yang sedang menyelesaikan tugas akhir atau skripsi,” kata Presiden IMAPA USA – Kanada, Dimison Kogoya dalam Zoom Meeting IMAPA dengan sejumlah jurnalis pada Sabtu (9/4/2022).
Kogoya mengatakan dari 84 mahasiswa asli Papua yang mengenyam pendidikan di Amerika Serikat (AS) dan Kanada, ada enam mahasiswa yang sudah dipulangkan ke Tanah Air. Para mahasiswa itu menerima surat pemberitahuan pemutusan beasiswa Program Siswa Unggul Papua, yang berisi pernyataan bahwa mereka dinilai tidak tepat waktu dalam menyelesaikan studinya hingga akhir 2021.
Kogoya menyatakan pemulangan mahasiswa yang sedang menempuh tugas akhir itu tidak bijaksana. “Kami berharap agar mahasiswa yang sudah mau selesai [studinya] bisa kembali ke kota studi di Amerika Serikat untuk melanjutkan studinya, baru [kemudian] pulang ke Papua,” kata Kogoya.
Kogoya menyatakan para mahasiswa yang dipulangkan itu bahkan belum dikeluarkan atau drop out dari kampusnya. Kuliah mereka terputus karena tiba-tiba Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Papua memutus beasiswa mereka, dan memulangkan mereka.
Kogoya menduga pemutusan beasiswa Program Siswa Unggul Papua ratusan mahasiswa asli Papua itu juga terkait dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru). “Pemutusan beasiswa itu terjadi karena UU Otsus Papua Baru. Harusnya perubahan itu memberikan angin segar kepada kami. Tetapi sebaliknya, hak mahasiswa Papua di luar negeri diputus,” kata Kogoya.
Kogoya menyatakan BPSDM Papua harus lebih komunikatif dengan para penerima beasiswa Program Siswa Unggul Papua maupun pemerintah pusat. “Saya harap BPSDM Papua komunikatif, [berkomunikasi dengan pemerintah pusat. Jika tidak, ratusan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan ini tidak mendapatkan hak dasarnya, yaitu hak atas pendidikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945,” katanya.
Perwakilan pelajar asli Papua, Ilsye Abisay mengatakan sejumlah perguruan tinggi di AS dan Kanada masih memberi kesempatan bagi para mahasiswa Papua yang dipulangkan untuk melanjutkan studi mereka. “Sekalipun mereka pulang ke tanah air, mereka bisa kembali melanjutkan studi. Pihak kampus sangat welcome, sebab mahasiswa Papua tidak membuat pelanggaran. Mereka hanya terkena dampak dari kebijakan pemerintah pusat,” katanya.
Abisay mengatakan Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah pusat harus meninjau kebijakan pemulangan para mahasiswa Papua, khususnya bagi mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir mereka. “Pemerintah harus meninjau kembali putusan itu. Kalau kuliah ulang lagi, pemerintah rugi banyak, dan kami juga rugi. Kebijakan itu harus ditinjau kembali,” katanya.
Penasehat IMAPA USA – Kanada, Anis Labene berharap BPSDM Papua proaktif mengomunikasikan persoalan mahasiswa Papua di mancanegara. “Itu persoalan serius, sebab Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah pusat [akan] mendapat imbas dari negara tempat para mahasiswa asli Papua berkuliah. Kami harap pemerintah meninjau kembali keputusan itu,” katanya. (*)
Discussion about this post