Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay menilai tindakan Polresta Jayapura yang menghalangi para aktivis Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Wilayah Port Numbay beraudiensi dengan Kepala Kepolisian Resor Kota Jayapura melanggar Peraturan Kapolri. Gobay menyatakan upaya para aktivis KNPB Port Numbay beraudiensi dengan Kepala Kepolisian Resor Kota Jayapura itu bagian dari kebebasan berdemokrasi.
Hal itu dinyatakan Emanuel Gobay menyikapi langkah Kepolisian Resor Kota (Polresta) Jayapura yang Senin (4/4/2022) lalu melarang aktivis KNPB memasuki markas mereka. Gobay mengkritik polisi yang bahkan menangkap lima aktivis KNPB yang kemudian diperiksa sekitar 7 jam.
Direktur LBH Papua itu menyatakan tindakan Polresta Jayapura itu antara lain melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri (Perkapolri tentang Implementasi Standar HAM).
“Tentunya melanggar aturan. Tujuan [para aktivis KNPB] datang untuk beraudiensi dengan Kepala Polresta Jayapura. [Inisiatif] itu dijamin dalam konteks demokrasi, dalam hal menyampaikan pendapat. Namun polisi melarang. Padahal ada Perkapolri tentang Implementasi Standar HAM. Fakta bahwa tidak ada ruang yang terbangun bagi para aktivis KNPB untuk beraudiensi dengan Kepala Polresta Jayapura menunjukkan pelanggaran atas Perkapolri itu,” kata Gobay.
Gobay menyatakan para aktivis KNPB Port Numbay itu sempat ditemui Wakil Kepala Polresta Jayapura dan Kabag Ops Polresta Jayapura, dan keduanya sempat berneogiasi dengan Ketua KNPB Port Numbay Hosea Yeimo. Saat itu, Yeimo menjelaskan bahwa para aktivis KNPB ingin beraudiensi dengan Kepala Polresta Jayapura untuk membahas penetapan lima orang pengantar jenazah Awi Pahabol sebagai tersangka dugaan pengeroyok dua polisi yang sedang berpatroli.
“Audiensi itu bertujuan membahas penetapan lima orang sebagai tersangka pengeroyokan polisi dalam kasus iring-iringan jenazah di Expo, Waena, Kota Jayapura. Mereka mau menyampaikan bahwa penetakan kelima orang itu sebagai tersangka tidak sesuai fakta, karena kelima orang itu bukan pelaku pengeroyokan. [Para aktivis KNPB] juga ingin pastikan, sejauh apa proses hukum terhadap dua polisi yang melanggar iring-iringan pengantar jenazah. Karena kedua oknum polisi juga melanggar, [para aktivis KNPB ingin] penyelesaian secara kekeluargaan,” kata Gobay.
Data LBH Papua menyebut Polresta Jayapura masih menahan 26 unit sepeda motor milik iring-iringan pengantar jenazah Awi Pahabol. LBH Papua mencatat polisi juga menahan sebuah mobil pick up yang digunakan dalam pengantaran jenazah Awi Pahabol. Para aktivis KNPB itu akhirnya gagal beraudiens dengan Kepala Polresta Jayapura, dan mereka malah dibubarkan secara paksa, lalu diusir dari Markas Polresta Jayapura.
Gobay menyayangkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan polisi saat membubarkan para aktivis KNPB Port Numbay yang bertahan di pagar Polresta Jayapura. Tindakan itu membuat sejumlah aktivis KNPB terluka.
“Fakta luka-luka ini menunjukan bahwa fakta ada tindak pidana melanggar Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang dilakukan oknum anggota Polresta Jayapura. Jelas ada fakta pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, [karena] tindakan sewenang-wenang terjadi,” kata Gobay.
Gobay menyatakan polisi tidak memiliki dasar hukum yang sah untuk menangkap dan menahan lima aktivis KNPB yang ingin beraudiensi dengan Kepala Polresta Jayapura. “Itu menunjukan fakta pembatasan kebebasan seseorang, karena [dia] ditangkap dalam konteks pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penangkapan dilakukan tanpa ada surat ada surat [penangkapan]. Itu pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia,” ujar Gobay.
Juru Bicara KNPB Pusa, Ones Suhuniap mengatakan Kepala Polresta Jayapura tidak humanis dan tidak demokratis, karena tidak mau beraudiensi dengan para aktivis KNPB yang ingin menemuinya. Suhuniap juga menyesalkan langkah polisi yang membubarkan paksa para aktivis KNPB yang ingin melakukan audiensi itu. “Tindakan polisi itu bertentangan dengan undang-undang dan kewajiban polisi sebagai pengayom,” katanya.
Suhuniap menilai Polresta Jayapura tidak mengedepankan pendekatan dialogis humanis, dan itu mempertegas adanya praktik kolonialisme terhadap rakyat Papua. “Kapolres Jayapura Kombes Gustaf Urbinas harus mengedepankan pendekatan humanis dan dialogis. Tunjukan [peran] Kepolisian sebagai penegak hukum sekaligus pelindung dan pengayom rakyat, lakukan dialog selama rakyat datang dengan damai,”kata Suhuniap.
Jubi telah berupaya menghubungi Kepala Polresta Jayapura, Kombes Gustaf R Urbinas melalui layanan pesan Whatsapp, untuk mendapatkan penjelasan terkait pembubaran rombongan aktivis KNPB Port Numbay yang ingin beraudiensi dengannya itu. Akan tetapi, upaya konfirmasi belum mendapatkan jawaban. (*)
Discussion about this post