Jayapura, Jubi – Pembentukan tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua akan mempertajam kesenjangan di Tanah Papua, baik dari segi Indeks Pembangunan Manusia atau IPM, infrastruktur, layanan pendidikan, layanan kesehatan, dan lainnya. Pasca pemekaran Papua, wilayah yang memiliki infrastruktur pelayanan dasar bisa semakin maju, sementara wilayah yang tidak memiliki infrastruktur pelayanan dasar justru semakin tertinggal.
Hal itu dinyatakan akademisi Universitas Papua, Agus Sumule selaku pembicara dalam webinar bertajuk “Mitigasi Kebijakan Pasca Pemekaran Provinsi di Tanah Papua” yang digagas Staf Khusus Wakil Presiden RI bidang Hukum Satya Arianto di Jakarta, Kamis (28/7/2022). Menurutnya, kesenjangan antar wilayah pasca pemekaran Papua akan semakin tajam karena pemerintah tidak memiliki mekanime kerja sama antar pemerintah provinsi.
“Yang jadi masalah, [pemerintah provinsi] tidak memiliki mekanisme sama sekali untuk saling membantu satu sama lain, sebab masing-masing sudah menjadi provinsi. Dengan melihat kondisi Papua saat ini, adanya Daerah Otonom Baru jelas akan membuat ketimpangan yang sangat luas, bahkan ekstrim,” ujarnya.
Sumule mencontohkan Provinsi Papua Pegunungan yang memiliki infrastruktur relatif terbatas. Ia menyatakan Negara harus segara membangun rumah sakit rujukan, universitas negeri, dan infrastruktur lainnya. Jika hal itu tidak dilakukan, maka masyarakat di provinsi itu akan kesulitan mendapatkan pelayanan publik yang bagus.
Menurut Sumule, pemerintah juga harus memecahkan masalah ketergantungan wilayah pegunungan kepada pasokan barang dan jasa dari luar provinsinya, dan rendahnya aksesibilitas wilayah provinsi baru itu. Pasalnya, kondisi itu membuat harga barang dan jasa sangat mahal, dan membuat berbagai komoditas yang dihasilkan provinsi itu sulit menjangkau pasar. Ia khawatir situasi itu akan semakin parah pasca pemekaran Papua.
“Pemerintah harus pikirkan itu, sekaligus menyiapkan anggaran untuk itu. Dari tiga provinsi baru, jelas tantangan terberat ada di Papua Pegunungan. Sebab, semua infrastruktur masih sangat terbatas,” kata Sumule.
Sumule mengingatkan IPM di wilayah Papua Pegunungan relatif rendah, diperparah dengan jangkauan layanan kesehatan dan pendidikan rendah, serta daya beli masyarakat yang rendah. “Jadi bagaimana? Apakah masyarakat disuruh bekerja sendiri, atau ada uluran tangan? Anggaran sudah jelas harus ditambah, tapi jangan sekadar ditambah saja. Sebab uang-uang itu akan kembali lagi ke Jakarta seperti yang selama ini terjadi,” tambahnya.
Menurut Agus Sumule, jika Negara ingin memiliki kebanggaan karena berhasil membangun Papua, seharusnya Negara memprioritaskan pembangunan infrastruktur pelayanan dasar di wilayah pegunungan Papua, dan bukan membentuk provinsi baru di sana. Penyatuan berbagai pemerintah daerah di wilayah pegunungan Papua sebagai provinsi baru layak dilakukan jika infrastruktur pelayanan dasar di sana telah tersedia.
“Jadi salah jika dikatakan pemekaran Papua otomatis membawa kesejahteraan, jelas tidak. Seharusnya, setidak-tidaknya membuat satu persiapan dan bangun fasilitas infrastruktur memadai untuk masyarakat lebih dulu,” kata Sumule. (*)