Jayapura, Jubi – Sejumlah delapan aktivis dan mahasiswa yang ditangkap polisi saat menggelar peringatan 1 Desember di Kota Ternate, Maluku Utara, pada Kamis (1/12/2022) lalu akhirnya dibebaskan. Mereka diizinkan pulang pada Kamis sekitar pukul 24.00 WIT, setelah menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian Resor Ternate.
Kedelapan aktivis dan mahasiswa itu ditangkap saat mengikuti demonstrasi peringatan 1 Desember yang digelar Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dan Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) di Ternate pada Kamis. Mereka adalah Jack (aktivis FRI-WP), Hengky (aktivis AMP), Dino (aktivis AMP), Susan (aktivis AMP), Malo (aktivis LMID ), Kama (aktivis LMID), Rino (individu), dan Gelombang (individu).
Kabar pembebasan kedelapan aktivis dan mahasiswa itu disampaikan Wakil Koordinator Lapangan aksi Kamis, Ronal Kinho. “Pada Kamis sekitar pukul 24.00 WIT, delapan kawan kami yang ditangkap dibebaskan, usai diperiksa polisi dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum Marimoi,” katanya.
Kinho menyatakan polisi memeriksa Kartu Tanda Penduduk kedelapan aktivis dan mahasiswa yang mengikuti peringatan 1 Desember itu. Polisi juga meminta mereka menandatangani surat pernyataan tidak akan melakukan aksi 1 Desember.
“Polisi mengatakan bahwa mereka tidak menandatangani surat tersebut, maka polisi [tidak akan pernah menerbitkan] Surat Keterangan Catatan Kepolisian bagi mereka. Sehingga mereka pun menandatangani surat tersebut. Akan tetapi, hal itu tidak membungkam ruang demokrasi dan hak-hak kami untuk memperjuangkan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi bangsa kami,” kata Kinho.
Kinho menyampaikan terima kasihnya kepada advokat LBH Marimoi yang selalu bersolidaritas mengawal isu Hak Asasi Manusia dan demokrasi. “Kami menyampaikan terima kasih kepada semua kawan-kawan solidaritas serta LBH Marimoi yang telah membantu mengadvokasi kami sehingga kami bisa bebas,” katanya.
Kinho mengatakan aparat keamanan di Ternate telah mengabaikan hak kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945. “Kami sudah memasukan surat pemberitahuan aksi, dan diterima oleh kepolisian. Di lapangan, massa Aksi direpresi polisi dan tentara tanpa memperhatikan UUD 1945 Pasal 28 yang mengatur tentang kebebasan berpendapat. Negara harus melindungi kebebasan orang berdemokrasi,” katanya.
Kinho mengatakan penangkapan terhadap mahasiswa Papua dan aktivis pro demokrasi adalah kasus yang selalu berulang.”Itu adalah kasus yang diulang-ulangi, dan Negara hanya diam membeku, seperti es, berputar terus tanpa ada solusi yang baik,” katanya. (*)