Jayapura, Jubi – Warisan dunia Noken dari ratusan suku di Tanah Papua memiliki makna dan nilai khas masing-masing dengan sebutan yang berbeda-beda.
Hal itu disampaikan Duta Noken Papua, Marshall Suebu, kepada Jubi pada pameran Nomase (Noken Masuk Sekolah) yang digelar di Gedung Serba Guna, Universitas Ottow Geissler Papua atau UOGP, Kotaraja Dalam, Senin (18/11/2024).
Marshall Suebu mengambil contoh wilayah Biak di Saireri, salah satu wilayah adat di Tanah Papua, mereka menyebut tas noken dengan ‘inokenson’ yang berarti ‘kandungan ibu’. Kandungan ibu ini, lanjutnya, melambangkan suatu kesuburan dan kehidupan.
“Kita semua lahir dari kandungan ibu. Ketika orang menggunakan noken ia akan membawa nilai-nilai kesuburan, persaudaraan, kekeluargaan, dan kekerabatan. Itu yang harus dihidupkan,” katanya.
Ia mencontohkan nilai-nilai yang ditanamkan inokenson dalam hubungan kakak-beradik dalam keluarga.
“Saya memakai noken berarti saya harus tahu bahwa saya dilahirkan dari kandungan seorang ibu, ada yang dilahirkan lebih dulu dari saya, saya panggil dia kakak, sedangkan yang dilahirkan setelah saya, berarti dia dipanggil adik. Itu nilai-nilainya,” ujar Suebu.
Kemudian, lanjutnya, suku Asmat menyebut noken dengan ‘ese’. Awalnya mereka mengenalnya dengan Pisis Ese lalu sekarang Junum Ese. Oleh karena itu, ‘ese’ mengandung nilai pertumbuhan.
“Pertama, mereka mengambil pucuk sagu sebagai bahan bakunya yang disebut Pisis Ese. Setelah itu, mereka membuat lagi ‘ese’ dari Junum yaitu noken rajutan dari daun sagu muda. Jadi, dari Pisis ke Junum itu melambangkan berkembangan, artinya ada filosofi bahwa manusia itu harus berkembang,” katanya.
Suebu melanjutkan, masih banyak noken dari suku lainnya yang belum diidentifikasi nilai-nilainya. Namun, kandungan nilai-nilai yang sudah diketahui menjadi tanggungjawab dirinya, sebagai Duta Noken Papua, untuk melakukan edukasi agar dikenal masyarakat luas.
“Kami berharap siswa-siswa dan mahasiswa ini ketika nanti mereka sudah mengetahui noken yang dipakai itu dari mana asalnya? Apa maknanya ? Apa ciri-ciri khas noken tersebut? Motifnya seperti apa? Mereka bisa punya kemampuan menceritakan kembali noken itu,” katanya
Siswa SMA 1 Jayapura, Rizhel Y.L. Iwanggin, sebagai generasi muda mengajak generasinya untuk mengenal lagi budaya Papua, salah satunya noken yang menjadi warisan budaya dunia.
“Kita harus tahu dan mempelajari budaya kita sendiri sebagai identitas, seperti noken atau tarian adat Yosim Pancar dan masih banyak lainnya. Jangan sampai kacang lupa kulit,” ujar siswa yang tertarik bidang kesenian ini.
Noken telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 4 Desember 2012. Setiap empat tahun sekali, pemerintah Indonesia wajib melaporkan kepada UNESCO tentang upaya pelestarian yang telah dilakukan untuk menurunkan kemampuan pengetahuan dan pemahaman merajut dari generasi tua ke generasi muda.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!