Sentani, Jubi – Sebanyak empat ribu pelajar dari jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK di Jayapura kini mempelajari bahasa daerah Sentani melalui Sekolah Adat Negeri (SAN) Papua yang berlokasi di Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Para pelajar ini merupakan generasi muda Papua dari berbagai latar belakang budaya dan adat di wilayah Papua.
Menurut Direktur Sekolah Adat Negeri Papua, Origenes Monim, SAN Papua didirikan pada tahun 2019 dengan tujuan memberikan pemahaman adat kepada anak-anak di luar pendidikan formal. “Sekolah ini kami buka sejak 2019, awalnya untuk memberi pemahaman adat bagi anak-anak usia SD, SMP, dan SMA. Setelah belajar di sekolah formal, mereka belajar lagi di sekolah adat pada sore hari, di mana materi disesuaikan dengan jenjang dan kelas mereka,” ujar Monim saat diwawancarai di acara Festival Teater Berbahasa Sentani yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Papua di Hotel Suni Garden Lake, Sentani, Rabu (30/10/2024) lalu.
Di SAN Papua, terdapat 10 mata pelajaran adat dalam bahasa Sentani, termasuk di antaranya ‘Rakha Homo’ (Seni Pahat), ‘Mam’ (Adat Istiadat), ‘A Foi Fae Foi’ (Bahasa Khusus pada Kata Tertentu), ‘Akha Beakhe’ (Sistem Kekerabatan), dan ‘Rilime Ahuba’ (Cerita Rakyat). Setiap mata pelajaran memiliki tingkatan materi yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan siswa.
Pada akhir tahun 2019, SAN Papua menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Kabupaten Jayapura yang menghasilkan Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2021. Peraturan ini mendukung penerapan kurikulum muatan lokal bahasa ibu melalui pendidikan adat di Kabupaten Jayapura, yang kemudian mengubah status Sekolah Adat menjadi Sekolah Adat Negeri Papua dan mengesahkan penggunaan Kurikulum Mandiri.
“Kurikulum mandiri ini kami rancang mengikuti arahan Permendikbud, yang memberikan kewenangan kepada sekolah atau pemerintah daerah untuk menyusunnya. Sekolah ini memiliki kurikulum khusus selain kurikulum nasional, dengan penekanan pada pelajaran adat serta pelajaran umum,” jelas Monim.
Dengan penerapan kurikulum mandiri, lulusan SAN Papua kini mendapatkan ijazah setara dengan sekolah formal, memungkinkan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ijazah yang diterima telah berstandar nasional dan sesuai dengan peraturan Kementerian Pendidikan RI.
Monim menegaskan, kehadiran Sekolah Adat Negeri Papua bukan hanya untuk memperkenalkan budaya Papua, tetapi juga untuk menguatkan identitas budaya generasi muda Papua.
“Sekolah Adat ini berdiri agar siswa mengenal jati diri mereka. Dengan mengenal budaya sendiri, mereka dapat menyesuaikan diri di mana pun berada, sekaligus memahami bahwa kebudayaan nasional berakar dari budaya daerah.”
Untuk meningkatkan motivasi siswa, SAN Papua bekerja sama dengan Balai Bahasa Papua dalam mengadakan berbagai kompetisi kebudayaan.
“Kami sangat mengapresiasi upaya revitalisasi bahasa ibu yang dilakukan oleh Balai Bahasa Papua. Kami berharap pemerintah terus mendukung pengembangan pengetahuan generasi muda Papua dalam budaya dan bahasa daerah,” ujar Monim.
Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Papua, Anton Maturbongs, menyatakan pihaknya akan terus mendukung upaya revitalisasi bahasa daerah di Papua. BBP secara konsisten bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian bahasa daerah sesuai mandat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
“Kami akan terus melakukan upaya ini. Kerjasama dengan SAN Papua di Sentani diharapkan mampu memberi motivasi besar kepada generasi muda Papua,” tutur Maturbongs. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!