Jayapura, Jubi – Uskup Keuskupan Agung Merauke atau KAME, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC diminta agar bersuara atas penderitaan marga Moiwend dan Gebze. Tanah dan hutan adat dua marga ini diserobot dan digusur paksa oleh pemerintah atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN).
Permintaan marga Moiwend dan Gebze itu, disampaikan dalam bentuk surat, yang diberikan kepada Uskup Mandagi pada Jumat pekan lalu, 13 September 2024. Marga Moiwend dan Gebze adalah pemilik ulayat tanah dan hutan adat di Distrik Ilawayab, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Marga Moiwend dan Gebze ini dengan tegas menolak aktivitas investasi berskala makro dan menengah di tanah adatnya. Kedua marga tersebut dengan terang-terangan menolak PSN, yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Biotanol.
Dikutip dari siaran pers yang diterima Jubi di Jayapura, Papua, Senin (16/9/2024), marga Moiwend dan Gebze menyatakan tidak anti pembangunan.
Akan tetapi, mereka menginginkan pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat adat, dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat adat. Bukan malah investasi industri ekstraktif berskala makro, yang akan memindahkan kepemilikan atau memaksa masyarakat adat melepaskan hak atas tanah adat. Termasuk merusak lingkungan dan menghancurkan ruang-ruang hidup masyarakat adat.
“Perlu untuk diketahui bahwa saat ini hutan dan tanah adat marga Gebze dan Moiwend sedang digusur paksa yang diduga kuat dilakukan oleh PT Jhonlin Group, yang kemudian mendapat pengawalan ketat dari pihak aparat, sehingga masyarakat adat sangat takut untuk menyampaikan protes dan ketidaksetujuan mereka,” demikian siaran pers tersebut.
Kuasa hukum marga Gebze dan Moiwend, Teddy Wakum, yang mendampingi mereka ke Keuskupan Merauke mengatakan, ada beberapa poin yang hendak disampaikan kepada Uskup Mandagi, yaitu :
- Meminta Keuskupan Agung Merauke untuk bersuara terkait penyelamatan ruang hidup masyarakat adat Papua di Merauke, yang terancam akibat Program Strategis Nasional Pengembangan Gula dan Bioetanol, serta Ketahanan Pangan;
- Meminta kepada Keuskupan Agung Merauke turut menyuarakan aspirasi terkait pembongkaran hutan dan penggusuran wilayah adat marga Moiwend dan Gebze, agar segera dihentikan;
Yayasan Pusaka minta pemerintah hentikan proyek sawah di Merauke. Perwakilan marga pemilik tanah di Distrik Ilwayab, Marga Gebze Moyuend dan Gebze Dinaulik, menginformasikan bahwa tanah, dusun dan hutan adat, sumber kehidupan mereka telah digusur oleh perusahaan dan dikawal anggota TNI bersenjata. Yang dilakukan tanpa ada musyawarah dan mufakat dengan masyarakat adat setempat. Dok. Yayasan Pusaka - Meminta Keuskupan Agung Merauke segera menyurati Presiden Republik Indonesia, untuk memerintahkan Kementerian Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan kementerian terkait lainnya, agar segera menghentikan semua investasi dan Proyek Strategis Nasional, yang merusak dan merampas ruang hidup masyarakat adat Papua di Merauke, khususnya marga Moiwend dan Gebze;
- Keuskupan Agung Merauke segera menyurati Komnas HAM Republik Indonesia, agar segera mengnvestigasi atas dugaan pelanggaran hak-hak masyarakat adat, seperti penggusuran paksa hutan dan tanah ulayat marga Gebze dan Moiwend, serta dugaan pelibatan aparat dengan kekuatan bersenjata pada area dimaksud;
- Menyurati Kapolri dan pimpinan TNI untuk mengevaluasi pelibatan anggota di area yang sedang digusur.
Surat yang diserahkan itu diterima Perwakilan Sekretaris Keuskupan, Pastor John Kandam. Beliau mengatakan bahwa surat aspirasi tersebut, akan disampaikan kepada Uskup Agung mengingat Gereja Katolik merupakan gereja hierarki.
“Pada prinsipnya marga Moiwend dan Gebze sangat mengharapkan dukungan dari Keuskupan Agung untuk bersuara atas persoalan yang sedang terjadi,” kata Wakum. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!