Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay mengatakan, proses peralihan tanah dan hutan adat Marind, menjadi lahan Proyek Strategis Nasional (PSN), turut menambah kenaikan emisi karbon di tahun 2024.
Oleh sebab itu, Gobay meminta Presiden RI, Prabowo Subianto segera membatalkan PSN pangan dan energi di Merauke yang dinilai tanpa Amdal. Ini demi mengurangi kenaikan emisi karbon, akibat penggundulan hutan adat masyarakat adat Marind.
“Pada prinsipnya Amdal merupakan dasar penetapan kelayakan lingkungan hidup (Baca Pasal 24, UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan hidup). Sekalipun demikian, pada prakteknya PSN pangan dan energi di Merauke, yang telah dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia bekerja sama dengan 10 perusahaan dibantu oleh satu Batalion TNI menggarap lahan seluas kurang lebih 2 juta hektare milik masyarakat adat Malind sejak pertengahan tahun 2024, dilakukan tanpa mengantongi Amdal,” kata Gobay melalui siaran pers kepada Jubi di Jayapura, Papua, Rabu (27/11/2024).
Atas dasar kondisi itu, katanya, telah menunjukan bahwa PSN pangan dan energi di Merauke, yang dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 835 Tahun 2024 pada 12 Juli 2024, tentang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Ketahanan Pangan dalam Rangka Pertahanan dan Keamanan Atas Nama Kementerian Pertahanan RI seluas 13.540 hektare pada Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, melanggar ketentuan “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal”.
Sebagaimana diatur pada Pasal 22 ayat (1), Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
Dia mengatakan, PSN tanpa Amdal itu, mengabaikan beberapa kriteria yang sewajibnya diperhatikan dalam Amdal, seperti, a) besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b) luas wilayah penyebaran dampak; c) intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d) banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e) sifat kumulatif dampak; f) berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g) kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 22 ayat (2), Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup).
“Dengan berpatokan pada kebijakan tersebut, sudah dapat menunjukkan kemungkinan Pemerintah RI sebagai penggagas PSN pangan dan energi di Merauke, beserta perusahaan pengembang tidak memperdulikan nasib masyarakat adat Marind–pemilik wilayah adat Marind yang selama ini bergantung hidup dengan pola berburu dan meramu di atas wilayah adanya, yang akan berdampak kemiskinan dan kelaparan, serta hilangnya rumah bagi flora dan fauna endemik Papua. Yang telah membentuk ekosistem di wilayah Papua bagian selatan dan dampak-dampak lainnya.”
Pada prinsipnya, kata Gobay, ketiadaan Amdal pada PSN itu bertentangan langsung dengan tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu:
- Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
- Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
- Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
- Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
- Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;
- Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
- Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
- Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
- Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
- Mengantisipasi isu lingkungan global sebagaimana diatur pada Pasal 3, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
Dengan melihat salah satu tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah mengantisipasi isu lingkungan global, tentunya akan langsung menunjukan sikap pemerintah yang menyembunyikan fakta pelanggaran pengesahan Protokol Kyoto, atas konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim yang telah diatur ke dalam UU Nomor 17 Tahun 2004 akibat PSN tersebut.
Fakta pembungkaman pelanggaran tersebut, katanya, terlihat dalam sikap Pemerintah RI, yang disampaikan dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Baku, Azerbaijan 11 November 2024 sampai 22 November 2024 dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brazil pada 19 November 2024, tepatnya dalam sesi yang mengangkat tema “Sustainable Development and Energy Transition“.
Dia mengatakan, Pemerintah RI melalui utusan khusus presiden, Hashim S. Djojohadikusumo dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Baku, Azerbaijan mengatakan bahwa Presiden Prabowo berkomitmen melanjutkan kesepakatan dan hal yang telah dikerjakan oleh presiden sebelumnya.
Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca menuju nol emisi karbon pada 2060 atau lebih cepat dan menghindari satu miliar ton emisi karbondioksida.
Upaya yang dilakukan dengan beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil ke pembangunan berbasis energi terbarukan, dengan tambahan 75% kapasitas pembangkit listrik.
“Energi bersih yang terjangkau akan disediakan untuk mempercepat pertumbuhan, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, menjamin ketahanan pangan, dan pengentasan kemiskinan demi kesejahteraan masyarakat sekaligus menyeimbangkan pertumbuhan, lingkungan hidup, dan keberlanjutan.”
Selain itu, katanya, mulai menghijaukan kembali lebih dari 12 juta hektare hutan yang rusak parah, seiring berjalan waktu, revitalisasi lahan terdegradasi untuk meningkatkan produksi pangan, melindungi lautan, demi kesejahteraan ekonomi biru, dan memberdayakan masyarakat lokal untuk ketahanan iklim. Dan pekerjaan ramah lingkungan yang berkualitas
Sementara itu, dalam KTT G20 di Brasil, Presiden RI menyebutkan betapa pentingnya tindakan kolektif dari anggota G20, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
“Dia mengungkit Indonesia yang merasakan dampak langsung perubahan iklim, termasuk kenaikan permukaan laut di pesisir utara Jawa, yang berdampak pada ratusan ribu hektare lahan produktif,” kata Gobay.
“Ini akan memperburuk kemiskinan dan kelaparan. Oleh karena itu, bagi Indonesia tidak ada alternatif lain. Kami berkomitmen penuh untuk mengambil langkah-langkah besar guna mengurangi suhu iklim untuk menyelamatkan lingkungan dan mengatasi situasi tersebut,” kata Gobay menirukan Prabowo.
Dengan berpatokan pada emisi karbon global dari bahan bakar fosil telah mencapai rekor tertinggi pada 2024 dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Peneliti menemukan bahwa manusia membuang 41,2 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer pada 2024. Angka itu meningkat 0,8 persen dari tahun 2023.
Namun jika ditambahkan dengan emisi yang dihasilkan oleh perubahan penggunaan lahan, seperti penggundulan hutan, total 45,8 miliar ton karbon dioksida dilepaskan pada tahun 2024, maka PSN di Merauke itu menaikkan karbon. Maka dari itu, pemerintah diminta untuk menghentikan PSN di Merauke.
Maka LBH Papua selaku kuasa hukum marga Kwipalo, Gebze dan marga Moiwend menegaskan kepada:
1. Presiden RI segera membatalkan PSN tanpa Amdal di Merauke, demi mengurangi kenaikan emisi karbon.
2. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI segera membatalkan PSN tanpa Amdal di Merauke sebelum melakukan penghijauan 12 juta hektare hutan yang rusak parah.
3. Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia segera evaluasi dan cabut PSN tanpa Amdal di Merauke.
4. Komnas HAM RI dan Papua segera membentuk tim investigasi terhadap PSN tanpa Amdal di Merauke.
5. Pimpinan perusahaan pengemban PSN di Merauke segera hentikan penggundulan hutan adat Malind. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!