Jayapura, Jubi – Perhimpunan alumni se-Jawa Bali dan Sumatera atau Hajabasu meminta kepada Presiden Jokowi, Panglima TNI, Menhan dan Kapolda, untuk mencopot Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto. Permintaan itu disampaikan terkait penembakan dua warga sipil di Yahukimo, yang menewaskan Tobias Silak dan melukai Naro Dabla.
“Kami Hajabasu bersama masyarakat Yahukimo memohon dan meminta kepada Kapolda Papua, untuk copot Kapolres Yahukimo,” kata Ketua Hajabasu, Elius Pase melalui siaran pers kepada Jubi di Jayapura, Papua, Kamis (22/8/2024).
Hajabasu juga meminta tarik pasukan nonorganik yang bertugas di Yahukimo dan Papua. Mereka juga meminta usut tuntas kasus penembakan tersebut, dan menghukum pelaku seadil-adilnya.
“Pemerintah Kabupaten Yahukimo perlu peka terhadap kondisi rakyat hari ini, pemerintah hadir dan memberikan perlindungan, rasa aman dan tentram, agar masyarakat tidak menjadi sasaran korban,” ujarnya.
Pihak keamanan juga diminta agar mengedepankan langkah-langkah profesional dan humanis, bukan malah bertindak seperti preman.
Satuan militer di pos penjagaan Perempatan Sekla, Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, diduga menembak dua warga sipil bernama Naro Dabla (17) dan Tobias Silak (24), Selasa malam, 20 Agustus 2024. Insiden itu menewaskan Tobias Silak dan melukai Naro Dabla.
“Mereka adalah pemuda biasa. Kami sangat kesal dan sedih karena telah kehilangan aset penting masa depan Papua. Nyawa mereka dicabut secara paksa. Sedih, mereka berdua anak muda, harapan orangtua, harapan keluarga, harapan gereja, harapan pemerintah kabupaten dan Papua,” ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa Tobias Silak adalah anggota Hajabasu di Yahukimo. Tobias baru saja menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Ilmu Komputer di Universitas Merdeka (Unmer) Malang, 2022 lalu. Setelah pulang studi di “Kota Apel” Tobias Silak menjadi komisioner Bawaslu Yahukimo.
Namun, nahas menimpa Tobias Silak. Nyawanya berakhir di ujung timah panas. Ia dituduh berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM.
Komite Nasional Papua Barat atau KNPB mendesak Kapolri, Kapolda Papua dan Kapolres Yahukimo menangkap dan mengadili pelaku.
KNPB juga mendesak Komnas HAM RI dan Komnas HAM Papua, segera membentuk tim independen, untuk investigasi dan mengusut tuntas kasus tersebut. Mereka juga meminta agar kinerja polisi di Papua dievaluasi. Kapolda Papua juga diminta agar menarik seluruh pasukan Brimob dari Yahukimo.
“Melihat kekerasan militer Indonesia terhadap orang Papua semakin masif, terstruktur, sistematis dilakukan di Papua, untuk itu kami meminta Dewan HAM PBB ke Papua untuk investigasi kasus pelanggaran HAM di Papua,” kata juru bicara KNPB, Ones Suhuniap dalam siaran pers.
“Jika Pemerintah Indonesia tidak mampu melindungi dan memberikan jaminan kehidupan dan rasa nyaman terhadap orang Papua segera berikan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua. Papua Darurat HAM, darurat militer dan darurat sipil berdampak pada krisis kemanusiaan,” tegas Suhuniap.
Pihak KNPB juga meminta PBB turun ke Papua, dan Indonesia memberi akses kepada dewan HAM PBB dan jurnalis asing di Tanah Papua.
Kekerasan aparat terus terjadi
Sejak tahun 2021–2024, demikian siaran pers KNPB, terjadi sejumlah kasus penembakan dan kekerasan terhadap warga sipil di Yahukimo. Beberapa kasus kekerasan yang diduga melibatkan TNI/Polri adalah sebagai berikut:
Pertama, pada 16 Agustus 2021 polisi menembak Perius Asso dalam aksi demo damai memperingati tiga tahun rasisme dan aksi pembebasan Victor Yeimo. Kasus ini tidak ada penyelidikan dan penangkapan, serta mengadili terhadap pelaku yang diduga kepolisian menghilangkan nyawa manusia;
Kedua, pada 15 Maret 2022 kepolisian menembak 9 warga sipil. Dua diantaranya tewas, dan tujuh lainnya terluka. Insiden itu terjadi saat demo menolak otonomi khusus dan pemekaran daerah otonomi baru;
Ketiga, diduga TNI/Polri menembak mati lima warga sipil Yahukimo, Jumat (15/9/2023). Ketua Persekutuan Gereja Gereja Yahukimo atau PGGY, Pendeta Atias Matuan menyatakan lima warga sipil itu adalah Darnius Heluka, Musa Heluka, Man Senik, Yoman Senik, dan Kaраі Payage. Menurutnya, mereka adalah warga sipil biasa yang berusia 15–18 tahun, dan bukan anggota TPNPB. Hingga kini pelakunya tidak diadili;
Keempat, pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap dua ibu di Yahukimo pada 11 Oktober 2023. Peristiwa nahas itu terjadi di Kilometer 5, Lokasi Baru Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo;
Kelima, kasus penembakan dan penangkapan dua pelajar berinisial MH dan BGE. Dua pelajar ini ditangkap dan disiksa, karena diduga anggota TPNPB;
Keenam, anggota Brimob diduga menembak 2 warga sipil, 20 Agustus lalu. Satu tewas bernama Tobias Silak dan satu lainnya bernama Naro Dapla.
“Berdasarkan penembakan terhadap dua warga sipil tak berdosa tanpa alasan yang jelas, merupakan melanggar hukum dan melanggar HAM, termasuk melanggar hukum humaniter internasional,” kata Suhuniap. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!