Teminabuan, Jubi – Sengketa perbatasan wilayah antara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan tidak kunjung berkesudahan. Janji Penjabat Gubernur Mohammad Musa’ad untuk menuntaskan permasalahan tersebut juga belum terealisasi.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Knasaimos Fredrik Sagisolo mengatakan Musa’ad dalam pertemuan pada 18 Desember lalu berjanji memfasilitasi penyelesaian konflik tersebut. Mereka akan mempertemukan kedua kepala daerah dan juga melibatkan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai mediator.
“Di mana keseriusan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya? Masyarakat merasa dikhianati karena tidak ada niat serius untuk menindaklanjuti pertemuan tersebut,” kata Sagisolo, Selasa (4/2/2025).
Sengketa perbatasan Kabupaten Sorong dengan Kabupaten Sorong Selatan menyangkut status administratif wilayah Kampung Botain di Distrik Saifi. Masyarakat setempat menolak kampung mereka menjadi wilayah Kabupaten Sorong.
“Kami tidak akan pernah menjadi bagian dari Kabupaten Sorong. Secara adat, dan sejarah, Kampung Botain telah menjadi bagian dari Kabupaten Sorong Selatan sejak 2010,” kata Kepala Suku Yaben Luther Ajamsaru.
Menurut Bendahara Pemerintah Kampung Botain Yulian Saru, semua fasilitas publik di Botain juga dibangun dan tercatat sebagai aset Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan. Fasilitas publik tersebut, di antaranya puskesmas, dan jalan.
“Kami tidak pernah berpindah atau bergabung dengan Kabupaten Sorong. Kami menuntut Pemerintah Provinsi [Pemprov] Papua Barat Daya segera menindaklanjuti perjanjian pada Desember lalu,” kata Saru.
Polemik batas wilayah Kabupaten Sorong dengan Kabupaten Sorong Selatan di Botain telah disengketakan hingga ke Mahkamah Konstitusi. MK pada 15 Juli lalu memerintahkan Pemprov Papua Barat Daya memediasi pertemuan antara Pemerintah Kabupaten [Pemkab] Sorong dan Pemkab Sorong Selatan dengan supervisi Kemendagri.
MK memberi tenggat hingga empat bulan bagi para pihak untuk menyelesaikan konflik tersebut. Namun, Kemendagri malah meminta Bupati Sorong Selatan mencabut gugatan di MK. Dengan dalih, mereka akan menyelesaikannya secara internal.
Pemprov Papua Barat Daya dalam pertemuan pada 18 Desember juga mendukung mekanisme Gelar Tikar Adat dalam menyelesaikan sengketa batas wilayah tersebut. Gelar Tikar Adat merupakan musyawarah adat untuk menyelesaikan sebuah permasalahan besar di masyarakat.
Karena sengketanya terus berlarut-larut, masyarakat Botain pun mengultimatum Pemprov Papua Barat Daya. Mereka memberi tenggat hingga pertengahan bulan ini untuk penyelesaian sengketa.
“Kami sudah cukup bersabar. Jika sampai pertengahan Februari tidak ada kejelasan, kami akan turun ke jalan untuk memperjuangkan hak kami,” kata Luther Ajamsaru. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!