Jayapura, Jubi – Kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB menyerang guru dan tenaga kesehatan yang bertugas di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Provinis Papua Pegunungan, pada Jumat dan Sabtu (22/3/2025) pekan lalu. Seorang guru meninggal dunia, dan enam orang lainnya terluka. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan kekerasan terhadap guru dan tenaga kesehatan itu pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Kepala Operasi Damai Cartenz 2025, Brigjen Faizal Ramadhani mengatakan kekerasan yang dilakukan TPNPB di Distrik Anggruk itu menyebabkan guru bernama Rosalia Rerek Sogen meninggal dunia. Selain itu, sejumlah enam guru dan tenaga kesehatan terluka, yaitu Doinisia Taroci More (guru), Vantiana Kambu (guru), Paskalia Peni Tere Liman (guru), Fidelis De Lena (guru), Kosmas Paga (guru), dan Irawati Nebobohan (tenaga kesehatan).
“Itu adalah tindakan sangat keji. Para guru dan tenaga medis itu bukan militer. Mereka adalah pendidik yang mengabdikan diri untuk anak-anak Papua,” kata Faizal Ramadhani dalam keterangan pers tertulisnya pada Minggu (23/3/2025).
Faizal mengatakan seluruh korban baik yang meninggal dunia maupun yang terluka telah dievakuasi ke Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Minggu. Mereka yang terluka menjalani perawatan di RSAD Marthen Indey.
Faizal mengatakan bahwa serangan yang dilakukan TPNPB merupakan upaya menciptakan ketakutan dan menghambat pembangunan dan pelayanan pendidikan. “Tindakan kekerasan itu tidak akan menyurutkan komitmen negara dalam memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan kepada masyarakat Papua. [Kekerasan itu] justru menjadi bukti bahwa kekejaman yang dilakukan KKB semakin nyata,” ujarnya.
Kepala Satuan Tugas Humas Operasi Damai Cartenz 2025, Kombes Pol Yusuf Sutejo mengatakan para pelaku menyerang korban menggunakan senjata tajam seperti parang, golok maupun pisau. Yusuf mengatakan pihaknya masih menunggu hasil visum/otopsi dokter untuk memastikan penyebab luka yang dialami korban meninggal maupun korban terluka. “Korban meninggal dunia harus diotopsi dulu untuk menentukan penyebab kematiannya,” kata Yusuf kepada Jubi melalui layanan pesan WhatsApp pada Minggu malam.
Yusuf mengatakan aparat masih melakukan pengejaran terhadap pelaku penyerangan. Situasi di Distrik Anggruk berangsur terkendali dan bantuan kemanusiaan mulai disalurkan bagi warga terdampak.
“Kami mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan tidak termakan propaganda yang menyesatkan. Aparat [keamanan] akan terus meningkatkan patroli dan pengamanan di wilayah rawan,” ujarnya.
Melanggar prinsip HAM
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan kekerasan yang diduga dilakukan TPNPB melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Ramandey mengatakan guru dan tenaga kesehatan merupakan pekerja kemanusian yang bekerja untuk memenuhi kepentingan pemenuhan hak atas pendidikan dan kesehatan.
“Tindakan itu tidak berperi-kemanusian. Itu tindakan yang tidak dibenarkan dalam prinsip-prinsip HAM. Kejadian di Anggruk adalah kejadian yang mencederai pemenuhan HAM. Saya datang ke rumah sakit dan melihat secara langsung ada korban perempuan meninggal dunia. Perempuan di dalam mekanisme HAM adalah kelompok rentan. Ini sangat disayangkan, dan tidak dibenarkan,” kata Ramandey kepada Jubi, pada Minggu malam.
Ramandey mengatakan alasan apa pun tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap tenaga kesehatan dan guru. Ramandey mengatakan guru dan tenaga kesehatan berhak atas rasa aman, serta perlindungan dari kekerasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Ramandey mengatakan kekerasan yang dilakukan TPNPB itu akan menimbulkan dampak yang sangat meluas di Tanah Papua, dan seketika menyebabkan terhentinya pelayanan kesehatan dan pendidikan di lokasi penyerangan. Ramandey mengkhawatirkan serangan itu akan direspons aparat keamanan dengan meningkatkan operasi keamanan.
“Itu akan mengakibatkan akan ada operasi. Alasan pembunuhan ini sedang kami cari. Kalau alasan pembunuhan hanya karena [anggapan] bahwa mereka bagian dari spionase, itu sangat keliru besar. [Mereka] bertahun-tahun bekerja di situ. Tidak logis TPNPB menjadi tenaga kesehatan [dan] guru menjadi sasaran dari kekerasan itu,” ujar Ramandey.
Ramandey mengingatkan TPNPB untuk menghentikan kekerasan terhadap para tenaga kesehatan, para guru, dan masyarakat sipil. Ramandey mengatakan TPNPB tidak akan mendapat dukungan jika terus melakukan tindakan kekerasan tersebut.
“Pimpinan TPNPB baik di Papua maupun pimpinan di luar negeri, jangan arahkan/memberikan pesan-pesan atau informasi distorsi seakan-akan mereka ini bagian dari siklus spionase/mata-mata. Kalau anda mencurigai mereka, sebaiknya anda menanyai mereka baik-baik,” katanya.
Ramandey menyampaikan duka cita yang mendalam atas peristiwa ini. Ramandey mengatakan harus ada penegakan hukum terhadap TPNPB yang melakukan tindakan kekerasan terhadap guru dan tenaga kesehatan tersebut.
“Ini memang dilakukan secara sadis, ini sangat disayangkan, dan tidak dibenarkan. Harus ada upaya penegakan hukum kepada mereka, karena perbuatan mereka mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dan korban luka-luka,” ujar Ramandey.
Harus tanggung jawab
Kerabat korban Rosalia Rerek Sogen, Fransiskus Sogen berduka karena Rosalia meninggal dalam penyerangan itu. Fransiskus mengatakan Rosalina merupakan guru yang dikontrak Yayasan Serafim untuk mengajar di Distrik Anggruk.
Fransiskus meminta Yayasan Serafim dan Pemerintah Kabupaten Yahukimo harus bertanggung jawab terhadap peristiwa yang dialami Rosalia dan korban lainnya. “Pihak yayasan dengan pemerintah daerah harus bertanggung jawab atas kasus itu, sampai jenazahnya dipulangkan ke kampung. Intensifnya selama dia mengajar itu harus dibayar. Itu pemerintah daerah dari pihak yayasan harus bertanggung jawab,” kata Fransiskus pada Minggu malam.
Fransiskus mengatakan almarhum akan dikirim ke Kampung Lewotala, Kecamatan, Kabupaten Flores Timur. “Pihak keluarga minta supaya secepatnya dikirim pulang jenazah adik saya. Rencana kalau untuk dibawa pulang itu belum pasti karena menunggu pihak yayasan koordinasi dengan pihak keamanan serta dari pihak penerbangan untuk dikirim secepatnya,” ujarnya.
Fransiskus berharap tenaga guru maupun tenaga kesehatan yang bekerja di pedalaman Papua itu harus dilindungi dan mendapat jaminan keamanan. “Harapannya ke depannya itu tidak ada lagi korban jiwa. Adik saya ini, dengan teman-teman lain, itu kan datang untuk mengabdi di daerah pedalaman,” katanya.
Ketua Yayasan Serafim, Pdt Nehes Jon Fallo mengatakan pihak yayasan akan bertanggung jawab atas peristiwa yang menimpa guru di Anggruk. Nehes membenarkan para guru yang diserang TPNPB di Distrik Anggruk merupakan guru yang dikontrak Yayasan Serafim.
“Saat ini kami fokus evakuasi, urus yang jenazah, urus yang sementara berobat, dan kami komunikasi dengan keluarga. Jadi saya siapkan mereka punya pakaian, alat makan, minum, dan air kurang lebih. Kami datang masuk ke UGD, kami langsung urus administratif. Tidak ada tembakan [dalam serangan itu]. Yang meninggal ini tadi luka bacok, ada luka tikam agak dalam. [Sementara] korban yang dirawat saya masuk mau lihat, tapi sementara ada tindakan dari dokter. Karena itu, kami belum bisa masuk,” kata Nehes kepada Jubi pada Minggu malam.
Guru 6 distrik mengungsi
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan mengatakan puluhan tenaga kesehatan dan guru diungsikan pasca serangan TPNPB ke Distrik Anggruk. Candra mengatakan mereka yang diungsikan adalah para guru dan tenaga kesehatan dari Distrik Hereapini, Distrik Kosarek, Distrik Ubalihi, Distrik Nisikni, Distrik Walma dan Distrik Kabianggama.
“Diungsikan para guru dan tenaga kesehatan menggunakan Pesawat Adventist Aviation berjumlah 58 orang, anak-anak dan seorang warga sipil melalui bandara Wamena,” kata Candra dalam keterangan tertulisnya pada Minggu.
Pdt Nehes Jon Fallo membenarkan ada beberapa guru-guru dari beberapa distrik terdekat Distrik Anggruk dievakuasi atau diungsikan untuk sementara waktu ke sejumlah tempat. Mereka antara lain diungsikan ke Dekai (Ibu Kota Kabupaten Yahukimo), Wamena (Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya), dan Jayapura. Nehes mengatakan pihaknya sedang mendata guru-guru yang telah dievakuasi tersebut.
“Saya belum tahu persis jumlah yang dievakuasi, karena yang evakuasi juga bukan saya langsung. Kami evakuasi mengantisipasi wilayah yang terdekat dengan wilayah TKP. Kami sudah evakuasi ke Wamena, ada yang di Dekai, ada yang di Jayapura,” ujarnya.
Nehes mengatakan kehadiran guru-guru di pedalaman itu murni mengabdi dan membangun Tanah Papua. Nehes mengatakan pihaknya tidak terlibat dengan konflik yang sedang terjadi di Tanah Papua.
“Jadi siapapun manusia, saya yakin tidak akan menerima ini. Kami ini diisukan dengan informasi yang berkembang, orang pelintir sana, putar sana, putar sini. Kami dibilang ini dan itu. Tapi saya mau katakan hari ini, kami tidak ada kepentingan apa pun di Tanah Papua. Kami datang ke sini karena Tuhan panggil kami untuk melayani atas tanah ini. Kami tidak ada urusan dengan konflik ini dan itu,” katanya.
Nehes mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi atas penempatan guru-guru terutama di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Nehes mengatakan peristiwa penyerangan sangat berdampak terhadap penempatan dan kehadiran guru di Tanah Papua.
“Kami evaluasi dengan pemerintah daerah. Kami akan evaluasi total, baik teknis maupun situasinya, dan penanganannya pun pasti akan berubah. Bantu kami dalam doa, supaya kami diberikan hikmat oleh Tuhan, supaya bisa mengevaluasi [insiden] ini dengan baik dan mengambil keputusan yang tepat, supaya pelayanan ini tetap jalan,” katanya.
Nehes mengatakan peran guru sangat penting di Tanah Papua. “Hari ini fakta di lapangan, di Tanah Papua rumput naik tutup atap sekolah. Pemerintah Yahukimo hari ini mengambil langkah yang sangat bagus, berani, dan saya pikir ini dasarnya karena hati. Jadi peranan guru itu sangat penting. Sekolah yang tadinya tidak berfungsi bisa berfungsi lagi,” ujarnya.
Nehes memastikan pelayanan pendidikan akan tetap berjalan setelah dilakukan evaluasi dan kondisi telah dipastikan aman dan kondusif. Nehes mengatakan siswa-siswa tidak bisa dibiarkan begitu saja, tanpa ada kegiatan belajar mengajar.
“Jadi saya pikir kami tidak bisa berhenti mengajar karena kejadian ini. Kami punya tanggung jawab terhadap murid. Ribuan anak-anak yang hari ini mendapatkan manfaat dari kehadiran guru-guru ini.itu. Sebagai manusia, sebagai umat ciptaan Tuhan, kami bertanggung jawab untuk mencerdaskan generasi di atas Tanah Papua,” katanya.
Seorang guru yang diungsikan mengatakan penyerangan yang terjadi di Distrik Anggruk membuat guru-guru trauma. Walaupun demikian ia dan teman-teman berencana akan kembali ketika kondisi sudah aman dan kondusif. Ia mengatakan harus kembali lantaran tidak ada guru-guru di atas.
“Kita dikontrak yayasan. Ada yang kontrak satu sampai dua tahun. Masih menunggu informasi untuk kembali,” ujarnya kepada Jubi saat ditemui di Kabupaten Jayapura, pada Minggu.(*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!
Apa langkah konkret yang akan diambil oleh pemerintah untuk melindungi guru dan tenaga kesehatan di daerah rawan seperti Yahukimo? kunjungi IT Telkom