Jayapura, Jubi – Forum Mahasiswa, Pelajar, dan Intelektual Kabupaten Puncak se-Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Asal Puncak (IPMAP) Koordinator Wilayah Bali menyatakan sikap menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Kabupaten Puncak, Papua. Sikap ini disampaikan oleh Ketua IPMAP-BPKW Bali, Fredi Kolonial Kulla, pada Selasa (5/3/2025).
Menurut Kulla, Kabupaten Puncak yang berada di Provinsi Papua Tengah belum memenuhi persyaratan secara hukum untuk dilakukan pemekaran. Namun, rencana ini tetap didorong oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Puncak.
“Pemerintah daerah merencanakan pemekaran menjadi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Puncak Damal, Kabupaten Puncak Timur, dan Kabupaten Sinak,” ujarnya.
Kulla menegaskan bahwa wacana pemekaran tiga DOB tersebut belum memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18 ayat (1) serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
“Secara hukum dan peraturan, KabupatenP uncak belum memenuhi syarat untuk dimekarkan. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) di Puncak masih belum siap. Pemekaran ini bukan aspirasi masyarakat, melainkan kepentingan elit-elit daerah,” tegasnya.
Sikap penolakan juga disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Pelajar Kabupaten Puncak Papua, Kris Wamang. Ia menilai bahwa pemekaran ini bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat, melainkan kepentingan politik untuk mendapatkan jabatan di wilayah baru.
“Kami meminta para elit daerah untuk tidak memaksakan DOB di Puncak Papua karena ini bukan keinginan rakyat. Selain itu, secara administratif, teknis, dan fisik kewilayahan, Kabupaten Puncak tidak memenuhi syarat untuk dimekarkan menjadi tiga daerah otonomi baru,” kata Wamang.
Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 yang mengatur tata cara pembentukan daerah baru.
Menurutnya, Kabupaten Puncak belum memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 5 tentang syarat administratif, Pasal 6 tentang syarat teknis, dan Pasal 7 tentang syarat fisik kewilayahan.
Mahasiswa Kabupaten Puncak Papua menyatakan bahwa pemekaran ini tidak berasal dari aspirasi masyarakat, melainkan keinginan elit daerah yang mengatasnamakan rakyat dan memanipulasi hasil kajian DOB.
Mereka juga menyoroti kesiapan sumber daya manusia, di mana jumlah lulusan dengan gelar akademik seperti doktor, profesor, magister (S2), sarjana (S1), dan diploma (D3) masih terbatas, sementara tenaga kerja non-OAP masih mendominasi pemerintahan di Kabupaten Puncak.
Selain itu, mahasiswa menilai bahwa jumlah pegawai yang memenuhi syarat untuk menduduki jabatan eselon III dan IV di daerah baru sangat minim, hanya sekitar 5 persen.
Mereka juga menyoroti sektor kesehatan yang masih menjadi perhatian serius, dengan jumlah tenaga medis seperti dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, dan tenaga keperawatan dari putra daerah masih nol persen.
Dari segi demografi, mahasiswa menyatakan bahwa jumlah penduduk tetap di Kabupaten Puncak hanya sekitar 35 persen, sementara sebagian besar masyarakatnya justru mengungsi ke kota-kota lain. Dengan jumlah penduduk yang terbatas, mereka menilai bahwa pemekaran tiga kabupaten baru tidak layak dilakukan.
Secara geografis, Kabupaten Puncak dianggap tidak cocok untuk dibagi menjadi empat kabupaten karena pemetaan kota dan batas wilayah belum jelas, yang dikhawatirkan akan memicu konflik antar suku dan marga. Selain itu, kondisi keamanan di Puncak Papua juga masih belum stabil, sehingga masyarakat belum bisa menjalani kehidupan dengan normal dan efektif.
Mahasiswa menegaskan bahwa jika pemerintah tidak menanggapi serius tuntutan ini, mereka akan terus menyuarakan penolakan hingga solusi yang memuaskan diberikan. Mereka berharap agar semua pihak dapat mendukung perjuangan mereka dalam menolak pemekaran yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!