Jayapura, Jubi – Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers Mustafa Layong, selaku kuasa hukum Tempo mengatakan pihaknya sudah melaporkan kasus teror terhadap jurnalis Tempo kepada Markas Besar atau Mabes Polri pada Jumat (21/3/2025). Hingga Minggu (23/3/2025), Tempo belum menerima panggilan untuk diperiksa sebagai pelapor. Polisi didesak segera mengungkap pelaku yang mengirimkan kepala babi kepada jurnalis Tempo.
Hal itu dinyatakan Mustafa Layong dalam Konferensi Pers LBH Pers yang dilakukan secara daring pada Minggu. “Kita berharap bahwa kasus ini tidak hanya sekedar diterima di Mabes Polri tapi juga harus ada tingkat lanjut kata Mustafa.
Mustafa Layong menjelaskan pelaporan kasus teror berupa kiriman paket berisi kepala babi ke Kantor Redaksi Tempo itu diadukan oleh Tempo, LBH Pers, Komite Keselamatan Jurnalis atau KKJ, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI. Kasus itu dilaporkan ke Mabes Polri karena sejumlah jurnalis Tempo sudah berulang kali mengalami serangan atau teror.
Sebelum kasus kiriman paket berisi kepala babi yang sampai di Kantor Redaksi Tempo pada Rabu (19/3/2025), Tempo sudah dua kali melaporkan kasus perusakan mobil terhadap salah satu pembawa acara siniar Bocor Alus Tempo pada Agustus dan September 2024 ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Hingga kini, kedua laporan itu tidak membuahkan hasil apa-apa.
“Sampai detik ini kami belum dapat kabar yang menyenangkan, minimal tanda-tanda siapa pelakunya begitu. Sampai sekarang tidak ada, sehingga kita memilih untuk melakukan pelaporan tidak lagi di polda, tidak lagi polres, tapi kami [melapor] ke Mabes Polri, karena ancaman ini makin besar dan makin mendekat sudah masuk ke kantor Tempo,” ujarnya.
Mustafa berharap Mabes Polri mengambil langkah tegas terhadap pelaku, agar tidak kembali dipermalukan oleh pelaku yang bebas berkeliaran. Ia menyatakan kasus itu harus segera diungkap, karena posisi Tempo selama ini sangat kritis terhadap banyak hal, termasuk kebijakan pemerintah yang dianggap bermasalah.
“Jadi banyak serangan yang sistematis, bahkan di hari yang sama saat pengiriman kepala babi, ada demonstrasi. [Ada tekanan agar siniar] Bocor Alus dihentikan, bahkan ada narasi bahwa ‘Bocor Alus merupakan antek asing’, ‘Bocor Alus merupakan program disintegrasi bangsa’. Itu berbahaya,” kata kuasa hukum itu.
Menurutnya, pada Sabtu (22/3/2025) ada belasan polisi yang mengaku dari Polda Metro Jaya dan Mabes Polri mendatangi Kantor Tempo. Sayangnya, saat dimintai surat tugas, mereka tidak bisa menunjukkan surat tugas itu.
“Kemarin mereka meminta surat keterangan, meminta keterangan dari teman-teman saksi dan mengecek langsung kondisi kepala babi yang merupakan barang bukti teror pertama dan juga sekaligus menunjukkan barang bukti teror kedua yaitu enam ekor tikus yang sudah dipenggal kepala,” ujarnya.
Teror sering dialami jurnalis Tempo
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra menjelaskan pada Rabu pihaknya dapat kiriman paket yang ditujukan kepada Redaktur Desk Politik yang juga pembawa acara siniar Bocor Alus, Fransisca Christy Rosana alias Cica. Setelah dibuka, paket itu berisi kepala babi yang kupingnya sudah terpotong.
“Tentu kami kaget. Meskipun kami sudah atau sering mengalami berbagai teror, ini teror yang variannya agak beda, karena dikirimkan potongan hewan,” katanya.
Setri Yasra menjelaskan pihaknya melakukan mitigasi bersama KKJ, Aliansi Jurnalis Independen atau AJI, dan serta koalisi masyarakat sipil. Setelah itu pihaknya melapor ke polisi pada Jumat. Setri menjelaskan laporan ke di Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri itu dilakukan bersama-sama KKJ dan LBH Pers.
“Senyampang itu, kami berpikir [kasus teror] itu selesai. Rupanya pada 22 Maret 2025 pukul 02.00 WIB ada orang yang melempar kotak dari luar [pagar Kantor Tempo]. Ketika kami buka, kotak berbingkai semacam kado bermotif bunga mawar merah itu berisi enam tikus yang kepala terpenggal,” kata Setri.
Ia menyatakan kerja jurnalistik dan produksi berita Tempo berjalan terus seperti biasa. Akan tetapi, Setri tetap menegaskan bahwa kasus teror itu harus diungkap tuntas.
“Kami khawatirkan [teror] itu bukan pesan intimidasi atau ancaman atau teror kepada Tempo, tapi juga untuk teman-teman media lain. Jangan sampai [teror itu] menimbulkan sensor, apalagi swasensor [karena alasan] ‘janganlah ini, jangan, nanti kena, Tempo saja kena’,” ujarnya.
Setri juga menyatakan akun media sosial Cica sempat diretas dan diambil alih orang lain, namun telah berhasil dipulihkan. Cica juga mengalami doxing, dan menerima ancaman dari sejumlah akun Instagram. Menurutnya, ancaman itu sangat terang, dengan menggunakan bahasa yang kasar. Setri menyatakan ancaman serupa juga disampaikan ke akun media sosial Tempo.
“Kami tidak tahu orang ini siapa, karena akunnya anonim. Ancaman, teror, intimidasi terhadap Cica ini tidak berdiri sendiri, karena Desk Politik Tempo menjadi tulang punggung selama periode ramai-ramai tahun politik dari 2023,” katanya.
Setri juga mengingatkan ada dua kali serangan terhadap wartawan Desk Politik Tempo lainnya, Husein Abri Dongoran. Mobil Husein diikuti orang tidak dikenal yang kemudian memecahkan kaca mobilnya. “Ada juga doxing, [ada] yang telepon-telepon. [Jadi berbagai teror] itu bukan peristiwa tunggal. Ini adalah serangkaian upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik Tempo,” kata Setri Yasa.
Wakil Ketua Advokasi YLBHI, Arif Maulana menegaskan bahwa teror yang diterima oleh Tempo itu bentuk pengekangan kebebasan Pers. Ia mendesak negara, dalam hal ini aparat penegak hukum, untuk segera menangkap pelaku.
“Kami ingin menegaskan bahwa sebetulnya teror terhadap teman-teman jurnalis adalah bentuk pembiaran [dan pengabaian] terhadap kemerdekaan pers [dan] demokrasi dalam negara hukum,” katanya.
Menurut Arif, yang harus menjadi pertanyaan adalah kenapa teror dan kekerasan terhadap jurnalis terus berulang? Arif menyatakan teror, intimidasi, dan kekerasan terhadap wartawan terus terjadi dan berulang karena ada praktik impunitas terhadap para pelaku teror, intimidasi, dan kekerasan terdahulu. “Penting untuk dicatat bahwa jurnalis ini adalah profesi yang dilindungi oleh undang-undang, diberikan peran dan fungsi oleh undang-undang, di antaranya adalah memenuhi hak publik untuk mengetahui,” katanya.
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis atau KKJ, Erick Tanjung meyeru kepada semua wartawan agar tidak takut menghadapi teror yang dialami para jurnalis Tempo. Menurutnya, para jurnalis harus tetap menjaga independensi mereka.
“Kami dari KKJ akan tetap mengawal kasus itu, dan mendesak negara dalam hal ini aparat penegak hukum agar kasus itu diusut sampai tuntas. Pelakunya segera ditangkap, karena KKJ bersama Tempo sudah membantu kepolisian [dengan] menyiapkan bukti petunjuk [seperti] CCTV,” kata Erick.
Erick melihat teror itu dilakuan secara sangat sistematis, sehingga tidak boleh diabaikan oleh polisi. Ia menegaskan tidak boleh lagi ada impunitas terhadap pelaku kekerasan dan teror, termasuk pelaku teror terhadap jurnalis Tempo.
“Jadi KKJ melihat situasi keamanan dan keselamatan jurnalis saat ini di Indonesia sudah masuk tahap darurat. Ini berbahaya, sehingga negara wajib hadir, dan masyarakat patut memberikan perhatian serius karena tidak hanya dialami oleh Tempo. Banyak wartawan lain juga mengalami,” ujarnya.(*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!