Sorong, Jubi ā Pemerintah pusat sering terlambat mencairkan Dana Otonomi Khusus atau Otsus Papua. Keterlambatan tersebut menghambat realisasi program pembangunan.
Sekretaris Daerah Papua Barat Daya Jhoni Way menyatakan Dana Otsus Papua sering ditransfer saat menjelang akhir tahun. Menurutnya, itu menjadi kendala utama pengelolaan anggarannya.
āDana ini langsung masuk ke daerah [rekening setiap pemerintah kabupaten/kota] sehingga harus ada perencanaan mandiri dan tidak boleh dicampur dengan rencana nasional. Saya harap ada format [pengawasan] lebih sederhana untuk MRP [Majelis Rakyat Papua] saat turun [mengawasi pengelolaan dana otsus] ke kabupaten dan kota.,ā kata Way, saat Training dan Lokakarya Pengawasan Dana Otonomi Khusus Papua, Selasa (18/3/2025).
Way dalam kesempatan tersebut pun menekankan pentingnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam mengawasi Dana Otsus Papua. Menurutnya, pengawasan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga masyarakat luas.
Ketua MRP Papua Barat Daya Alfons Kambu menyatakan penyerapan dana otsus masih minim. Pada 2023, misalnya tingkat pennyerapann dana otsus hanya sekitar 30 persen di Papua Barat Daya.
Menurutnya, rendahnya tingkat penyerapan tersebut mengindikasikan permasalahan tata kelola angggaran pada Dana Otsus Papua di Papua Barat Daya. Karena itu, MRP Papua Barat Daya mesti meningkatkan pengawasan mereka.
āMRP selama ini kurang dilibatkan dalam perencanaan maupun pengawasan Dana Otsus Papua. Kami bukan mencari masalah, tetapi ingin memastikan sistemnya [pengelolaan anggarannya] berjalan baik sehingga benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,ā kata Kambu.
Training dan Lokarkarya Pengawasan Dana Otonomi Khusus Papua didukung Badan Kerja sama Internasional Jerman (GIZ). Mereka berharap kegiatan tersebut meningkatkan pengawasan terhadap Dana Otsus Papua sehingga lebih efektif, transparan, dan dapat dipertangungjawabkan kepada publik.
āKegiatan ini diharapkan melahirkan rekomendasi mengenai tata kelola pengawasan dana otsus yang lebih efektif dan partisipatif. Salah satunya dengan mengembangkan aplikasi digital yang menyajikan informasi secara transparan sehingga publik bisa ikut mengawasi dan mendapat literasi yang lebih baik [mengenai dana otsus],ā kata Metta Yanti dari GIZ Indonesia. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!
Otonomi Khusus Papua telah Gagal :
1. Pemerintah Indonesia tidak Evaluasi efektivitas Otonomi Khusus Papua;
2. Pemerintah Indonesia selalu terlambat Transfer Dana Otonomi khusus ke Papua;
3. Pemerintah Indonesia tidak Menghargai Kekhususan Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua, seperti rancangan Perdasi dan Perdasus yang mengatur memperkuat UU No. 21 tentang Otsus Papua karena selalu ditolak oleh Pemerintah Indonesia dan DPR RI;
4. Pemerintah Indonesia tidak menghargai MRP dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua sebagai lembaga representasi masyarakat Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otsus Papua;
5. Pemerintah Indonesia tidak menghargai DPRD/P dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua;
6. Pemerintah Indonesia tidak menghargai Pemprov Papua dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua;
7. Revisi UU No. 21 tanpa Keterlibatan Semua Pemangku Kepentingan dan Masyarakat Papua dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua;
8. Jokowi mengembalikan Wilayah Papua menjadi Wilayah Operasi Militer Indonesia tanpa melibatkan Persetujuan DPR RI atau DPR RI Perwakilan Papua;
9. Tidak Ada Partai Lokal di Papua sesuai amanat UU Otsus Papua karena ditolak oleh Pemerintah Indonesia;
10. Masyarakat Adat atau Masyarakat Papua tidak punya Kewenangan Menjaga Tanah Adat, Perizinan Diambil Alih Pemerintahan Indonesia maka terjadi Perampasan Tanah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan Investor tanpa menghargai Masyarakat Adat Papua sebagai Pemilik Tanah Adat masyarakat adat Papua;
11. Tidak Ada Pasal yang Menjamin Tenaga Kerja Papua dalam UU No. 21 Tentang Otonomi Khusus Papua bahkan dalam Perdasi dan Perdasus;
12. DPR Jalur Pengangkatan atau Jalur Otonomi Khusus di Papua Tidak Punya Kewenangan Apapun untuk memperjuangkan Kepentingan Rakyat Papua baik di Daerah maupun ke Pemerintah Pusat ibarat Boneka hiasan di Kantor DPR;
13. Pemerintah Indonesia dan Rakyat Indonesia menganggap orang Papua manusia kelas dua dalam Indonesia sehingga diperlakukan seenaknya;
14. Dana Otonomi Khusus dipangkas oleh Rezim Prabowo dengan alasan Efisiensi padahal Papua status Otonomi Khusus;
15. Dana Transfer Pusat seperti APBN, DAK dll Turut dipangkas dengan alasan Efisiensi padahal Papua status Daerah Otonomi khusus;
16. Pemerintah Indonesia tidak menghargai UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua karena tidak melaksanakan semua amanat UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua.
17. 99% Otonomi khusus Papua telah gagalšā¹š.
Solusinya seperti kata Mantan Gubernur, Lukas Enembe, Papua tidak butuhkan Undang-Undang Otonomi Khusus tetapi MoU sama seperti Aceh.
MoU Otonomi khusus lebih kuat daripada UU Otonomi Khusus.
Otonomi Khusus Papua telah Gagal :
1. Pemerintah Indonesia tidak Evaluasi efektivitas Otonomi Khusus Papua;
2. Pemerintah Indonesia selalu terlambat Transfer Dana Otonomi khusus ke Papua;
3. Pemerintah Indonesia tidak Menghargai Kekhususan Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua, seperti rancangan Perdasi dan Perdasus yang mengatur memperkuat UU No. 21 tentang Otsus Papua karena selalu ditolak oleh Pemerintah Indonesia dan DPR RI;
4. Pemerintah Indonesia tidak menghargai MRP dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua sebagai lembaga representasi masyarakat Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otsus Papua;
5. Pemerintah Indonesia tidak menghargai DPRD/P dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua;
6. Pemerintah Indonesia tidak menghargai Pemprov Papua dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua;
7. Revisi UU No. 21 tanpa Keterlibatan Semua Pemangku Kepentingan dan Masyarakat Papua dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Otonomi khusus Papua;
8. Jokowi mengembalikan Wilayah Papua menjadi Wilayah Operasi Militer Indonesia tanpa melibatkan Persetujuan DPR RI atau DPR RI Perwakilan Papua;
9. Tidak Ada Partai Lokal di Papua sesuai amanat UU Otsus Papua karena ditolak oleh Pemerintah Indonesia;
10. Masyarakat Adat atau Masyarakat Papua tidak punya Kewenangan Menjaga Tanah Adat, Perizinan Diambil Alih Pemerintahan Indonesia maka terjadi Perampasan Tanah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan Investor tanpa menghargai Masyarakat Adat Papua sebagai Pemilik Tanah Adat masyarakat adat Papua;
11. Tidak Ada Pasal yang Menjamin Tenaga Kerja Papua dalam UU No. 21 Tentang Otonomi Khusus Papua bahkan dalam Perdasi dan Perdasus;
12. DPR Jalur Pengangkatan atau Jalur Otonomi Khusus di Papua Tidak Punya Kewenangan Apapun untuk memperjuangkan Kepentingan Rakyat Papua baik di Daerah maupun ke Pemerintah Pusat ibarat Boneka hiasan di Kantor DPR;
13. Pemerintah Indonesia dan Rakyat Indonesia menganggap orang Papua manusia kelas dua dalam Indonesia sehingga diperlakukan seenaknya;
14. Dana Otonomi Khusus dipangkas oleh Rezim Prabowo dengan alasan Efisiensi padahal Papua status Otonomi Khusus;
15. Dana Transfer Pusat seperti APBN, DAK dll Turut dipangkas dengan alasan Efisiensi padahal Papua status Daerah Otonomi khusus;
16. Pemerintah Indonesia tidak menghargai UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua karena tidak melaksanakan semua amanat UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua;
17. Pemerintah Indonesia tidak menghargai MRP dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Pemekaran Daerah Baru di Papua sebagai lembaga representasi masyarakat Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otsus Papua;
18. Pemerintah Indonesia tidak menghargai DPRD/P dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Pemekaran Daerah Baru di Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otsus Papua;
19. Pemerintah Indonesia tidak menghargai Pemprov Papua dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Pemekaran Daerah Baru di Papua sesuai Otonomi khusus Papua;
20. Pemekaran Daerah Baru di Papua tanpa Keterlibatan Semua Pemangku Kepentingan dan Masyarakat Papua dengan Menolak Audiensi dan Kordinasi mengenai Pemekaran daerah baru di Papua sesuai amanat UU No. 21 tentang Otonomi khusus Papua;
21. 99% Otonomi khusus Papua telah gagalšā¹š.
Solusinya seperti kata Mantan Gubernur, Lukas Enembe, Papua tidak butuhkan Undang-Undang Otonomi Khusus tetapi MoU sama seperti Aceh.
MoU Otonomi khusus lebih kuat daripada UU Otonomi Khusus.