Jayapura, Jubi — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR Papua), Herlin Monim, bersama 30 anggota DPR Papua lainnya turun langsung untuk menerima aspirasi dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bersama mahasiswa se-Jayapura yang menggelar demonstrasi menolak program transmigrasi yang digagas pemerintah pusat.
Aksi tersebut digelar di kawasan lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua, pada Senin (4/11/2024).
Wakil Ketua DPR Papua, Herlin Monim, menyatakan bahwa ia bersama anggota DPRP lainnya menerima aspirasi mahasiswa dan menegaskan bahwa tuntutan penolakan transmigrasi ke Papua ini akan diteruskan kepada pemerintah pusat.
“Saya menerima aspirasi dari mahasiswa dan akan meneruskannya ke pemerintah pusat,” ujar Monim.
Monim menambahkan bahwa seluruh aspirasi yang disampaikan oleh para mahasiswa sudah didengar. Ia menegaskan bahwa sebagai wakil rakyat, tugasnya adalah menyalurkan pokok-pokok pikiran mahasiswa terkait penolakan transmigrasi di Papua untuk dibahas bersama pemerintah.
“Sebagai wakil rakyat, tugas kami adalah membicarakan ini bersama pemerintah terkait program transmigrasi yang dilakukan pemerintah pusat dan mengupayakan aspirasi penolakan dari mahasiswa,” tambahnya.
Ketua BEM Universitas Cenderawasih, mewakili aliansi BEM se-Kota Jayapura, menyatakan bahwa program transmigrasi yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) hanya memperlancar investasi dan eksploitasi sumber daya alam di Papua. Ia juga menyebutkan bahwa program transmigrasi di Papua telah berlangsung sejak 1964, yang menyebabkan berbagai dampak bagi Orang Asli Papua (OAP).
“Program transmigrasi ini sudah berlangsung lama dan mencakup beberapa daerah, seperti Sorong, Oransbari dan Prafi di Manokwari, Grime, Nimbokrang, dan Genyem di Jayapura, serta Arso di Keerom. Di Merauke, terdapat 10 distrik yang telah ditetapkan sebagai lokasi transmigrasi sejak era Presiden Soeharto,” katanya.
Menurut aliansi BEM se-Kota Jayapura, transmigrasi membawa dampak negatif bagi OAP, termasuk risiko genosida, ekosida, dan etnosida. Aliansi menyoroti bahwa OAP semakin kehilangan tanah, hutan, air, dan sumber daya alam, serta jumlah OAP yang semakin berkurang karena jumlah pendatang yang terus meningkat. Hal ini, menurut mereka, mengancam keberlangsungan hidup masyarakat asli di Papua.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan sejumlah tuntutan yang mereka serahkan kepada Wakil Ketua DPR Papua. Pertama, mereka meminta agar pemerintah segera menghentikan pengiriman transmigrasi ke Papua karena menganggap bahwa Papua bukanlah tanah kosong yang bisa didatangi sembarangan. Kedua, mereka mendesak agar pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) segera dihentikan dan ditarik dari tanah Merauke serta seluruh wilayah Papua. Para mahasiswa juga meminta pemerintah untuk menghentikan klaim terhadap tanah adat yang berada di wilayah Papua.
Selain itu, Aliansi BEM se-Kota Jayapura secara tegas menolak program transmigrasi yang dijalankan di enam provinsi di Papua, dengan alasan bahwa program tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat asli Papua. Mereka menilai bahwa yang dibutuhkan Orang Asli Papua (OAP) bukanlah transmigrasi, tetapi layanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang layak. Para mahasiswa juga menuntut pemerintah untuk menghentikan eksploitasi sumber daya alam di Papua, karena menurut mereka eksploitasi yang berlebihan justru merugikan masyarakat asli dan memperparah kerusakan lingkungan.
Di sisi lain, pemerintah pusat diminta untuk memberikan hak keputusan kolektif kepada rakyat Papua, sesuai dengan amanat undang-undang Otonomi Khusus (Otsus). Mahasiswa juga mengancam akan melakukan konsolidasi massa dalam jumlah yang lebih besar untuk melumpuhkan seluruh Tanah Papua apabila pemerintah tidak segera menanggapi aspirasi mereka. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!