Jayapura, Jubi – Pemilik hak ulayat tanah marga Kere dari suku Heleuwbe memalang lokasi SMAN 3 Jayapura, salah satu sekolah unggulan Papua, di Jalan Merah Putih Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Selasa (1/10/2024).
Pantauan Jubi siang tadi terlihat puluhan orang berkumpul di depan pintu utama SMAN 3 Jayapura dengan memasang baliho di pintu pagar yang bertuliskan “Tanah lokasi ini dipalang oleh pemilik hak ulayat keluarga Kere (Keleuwbe) sampai dengan ada kesepakatan antara Dinas P dan P Kota Jayapura dan pemilik hak ulayat”.
Pemalangan itu terjadi sejak pukul 6.00 WP, namun aktivitas sekolah tetap berjalan.
Pemilik ulayat Jeverson Kere mengatakan lokasi tanah ini pada tahun 1994 dibeli pihak sekolah dengan luas tanah 4,5 ha seharga Rp.135 juta saat itu. Namun pihak sekolah melakukan pelebaran lokasi sekitar 1,5 ha sehingga luasnya menjadu 6 ha.
Pemilik ulayat mem pertanyakan proses pembelian tanah 1,5 ha itu. “Kami sebagai pemilik hak ulayat memalang ini dengan melihat bahwa proses pembelian 1,5 ha ini dari siapa? Sedangkan kami pemilik hak ulayat tidak pernah diberikan atau diberitahukan bahwa ada penambahan lahan begitu,” kata Jeverson Kere.
Kere mengatakan sebenarnya pihaknya sudah melakukan komunikasi berkali-berkali dengan pihak sekolah dan pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Jayapura tapi tidak digubris. Karena itu pihaknya mengambil langkah dengan melakukan pemalangan agar bisa terjadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pemilik ulayat untuk memperjelas perkara penambahan luasan tanah itu.
Jeverson menjelaskan sebelum memalang sekolah ini pihaknya telah memberitahukan Pemerintah Provinsi, Kota Jayapura, Kapolresta Jayapura kota, Kapolsek Heram bahkan kepada pihak sekolah, bahwa pada tanggal 1 Oktober 2024 akan melakukan pemalangan sekolah.
“Kami palang ini supaya kami dapat kejelasan dari lahan bangunan sekolah ini. Kami mau supaya dari dinas terkait, pihak sekolah duduk sama-sama bicarakan barang ini, bukti pembelian tambahan lahan itu,” katanya.
Kere mengatakan tujuan dari pemalangan ini untuk melakukan peninjauan ulang lokasi 4,5 ha itu, kemudian lokasi tambahan 1,5 ha serta siapa yang melakukan pelepasan adat, karena menurutnya pemilik sebenarnya adalah marga Kere suku Keleuwbe ini.
“Tadi pagi kami sudah ketemu kepala sekolah, pihak keamanan, dan rencananya sore ada pertemuan dengan dinas di sekolah. Jadi kalau ada pertemuan sampai jam 3 sore kami akan palang dan menghentikan semua aktivitas sekolahnya,” katanya.
Kepala suku Keleuwbe, Gerrith Kere menambahkan bahwa soal tanah ini sudah disurati kepada dinas pendidikan namun belum ada itikad baik. Menuru kepala suku itu pihaknya sudah berkali-berkali berjuang untuk minta bertemu tapi belum juga terjadi, sehingga pihaknya tak bisa membicarakan persoalan tanah ini.
“Karena lahan awalnya dibeli hanya 4,5 ha tapi nyatanya lahan sudah menjadi 6 ha, jadi ada penambahan 1,5 ha lagi. Kami buat surat tapi dong bilang nanti nanti turus sehingga pilihan terakhir kami palang supaya matanya terbuka juga,” katanya. (*)