Jayapura, Jubi – Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua menyebutkan pada 2023 polisi kembali menjadi kelompok aparatur negara yang paling banyak diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua. Polisi di Tanah Papua diminta mengedepankan dan menjunjung nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam bertugas.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Pemantauan dan Penyuluhan Komnas HAM Perwakilan Papua, Melchior S Weruin pada Jumat (5/7/2024). “[Secara] statistik jumlah yang diadukan lebih banyak polisi,” kata Melchior.
Dalam laporan tahunan Komnas HAM 2023 yang diluncurkan pada 10 Juni 2024 lalu, terdapat 2.753 kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan ke Komnas HAM. Dari jumlah itu, sebanyak 100 pengaduan berasal dari Tanah Papua. Jumlah pengaduan yang dicatat Komnas HAM itu lebih banyak dibandingkan jumlah pengaduan yang dicatat Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, karena ada sejumlah dugaan pelanggaran HAM yang secara langsung diadukan ke Kantor Komnas HAM di Jakarta.
Dari 100 dugaan pelanggaran HAM yang diadukan ke Komnas HAM itu, Melchior mengatakan polisi menjadi pihak yang paling banyak diadukan. Ia mengatakan aduan itu berasal dari wilayah Kota Jayapura Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Yahukimo Kabupaten Keerom , Kabupaten Jayawijaya. Adapun pengaduan yang diterima dari Kabupaten Sorong, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Nduga, daerah lain-lain di Papua dan dari Filipina.
Menurut Melchior, banyaknya kewenangan yang dimiliki polisi sebagai aparat penegak hukum membuat polisi berpotensi banyak melanggar HAM. Melchior mengatakan dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan polisi itu bisa berupa kewenangan-kewenangan dalam menjalankan penegakan hukum, termasuk dalam menangkap atau menahan warga.
Potensi pelanggaran HAM akan semakin besar jika upaya penegakan hukum itu disertai penggunaan berbagai macam diskresi kewenangan. “Itu makanya dia [polisi] punya potensi banyak melanggar Hak Asasi Manusia,” ujarnya.
Melchior mengatakan dugaan pelanggaran HAM oleh polisi yang diadukan ke Komnas HAM Papua diantaranya kasus salah tangkap, kekerasan dalam rumah tangga, pembubaran paksa aksi demonstrasi, proses hukum yang lambat, hingga dugaan kekerasan seksual. Melchior mencontohkan kasus rudapaksa yang diduga dilakukan polisi, yang kasusnya sedang ditangani Komnas HAM Papua.
“Dari data kami, [pengaduan dugaan pelanggaran HAM oleh] polisi lebih banyak berkaitan dengan pemenuhan akses atas keadilan. Akses atas keadilan itu terkait dengan proses penegakan hukum, mulai penangkapan. Data menunjukkan saat penangkapan mereka [yang ditangkap] mengalami kekerasan, [atau] saat penangkapan mereka [polisi yang menangkap] tidak dilengkapi dengan surat perintah. [Selain itu] di Keerom itu diduga mengalami rudapaksa. Kami kaget ketika [kasus itu mau diselesaikan dengan] upaya penyelesaian secara kekeluargaan. [Kasus itu] mengundang perhatian Komnas HAM, [dan] kasus itu sudah ditarik ke Polda Papua,” katanya.
Melchior mengatakan polisi yang bertugas harus menaati Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ada juga Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
“Kita selalu mendorong mereka untuk gunakan standar/aturan itu sebagai panduan mereka. Misalnya, mulai dari penangkapan, penahanan, penegakan hukumnya. Juga ada peraturan lain yang mengatur tentang bagaimana penggunaan kekuatan yang harus dilakukan apabila itu ada kaitannya dengan membatasi hak kebebasan,” ujarnya.
Melchior juga mengatakan Komnas HAM melakukan sosialisasi berkaitan penegakan HAM. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) juga harus lebih aktif mengawasi dan memastikan tindakan polisi itu sesuai aturan dan kode etik.
“Kita terus mengingatkan mereka [polisi]. Propam sebagai bagian internal dari kepolisian menjadi benteng terakhir untuk memastikan tindakan polisi harus benar, tepat, dan sesuai undang-undang,” katanya.
Komnas HAM merekomendasikan pemerintah harus memperkuat pendekatan kesejahteraan dan pendekatan budaya. Pemerintah perlu mengefektifkan peran pemerintah daerah di seluruh provinsi di Papua untuk mendorong pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia, baik berupa Hak Sipil dan Politik maupun Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Komnas HAM juga mendorong pendekatan keamanan di Papua diimbangi dengan memperkuat penegakan hukum sebagai jalan untuk mencegah konflik dan kekerasan yang berulang. Penegakan hukum juga dapat memulihkan dan mencegah korban jiwa lebih luas, baik di kalangan warga sipil maupun aparatur negara.
Perlu dijadikan evaluasi
Latifah Alhamid dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) mengatakan catatan bahwa polisi menjadi kelompok aparatur negara yang paling banyak diadukan dalam pengaduan dugaan pelanggaran HAM harus menjadi bahan evaluasi kepolisian. Evaluasi itu juga harus meliputi evaluasi terhadap pendekatan penanganan kasus di Papua.
Latifah mengatakan jika catatan Komnas HAM diabaikan, maka semboyan Polri Presisi tidak terwujud di Tanah Papua. Padahal, situasi konflik bersenjata di Tanah justru dapat menjadi ruang bagi kepolisian dalam memastikan penanganan kasus dilakukan secara terukur dan profesional.
“Jangan sampai catatan [Komnas HAM] itu tidak dijadikan referensi dalam pendekatan penanganan kasus, dan justru kemudian bikin polisi melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM,” ujarnya.
Latifah mengatakan banyaknya pengaduan terhadap polisi menunjukkan polisi harus lebih mengedepankan proses penyidikan yang dilakukan dengan investigasi mendalam, agar hukum dapat ditegakkan. Latifah mengatakan hal itu harus diperkuat untuk menghindari tindakan yang terindikasi pelanggaran HAM.
Ia juga mengingatkan polisi agar tidak terjebak pelabelan atau stigma yang justru bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan kekerasan. “Jangan karena ada label OPM, KKB, maka aksi-aksi kekerasan seolah boleh dilakukan,” ujarnya.
Latifah juga meminta Komnas HAM lebih berperan aktif melakukan pengawasan penanganan dugaan pelanggaran HAM oleh polisi. Menurutnya, efektivitas pengawasan Komnas HAM atas berbagai dugaan pelanggaran HAM oleh polisi di Tanah Papua seharusnya dijadikan parameter apakah pengaduan masyarakat itu ditangani Komnas HAM secara profesional atau tidak.
“Apakah [itu dalam kasus yang] secara langsung diadukan ke Komnas atau [kasus yang] sifatnya tembusan, pengawasan menangani perkaranya juga menjadi indikator aduan masyarakat ini tertangani secara profesional. Bagi yang kami dampingi kasus terindikasi pelanggaran HAM, urusannya dengan kepolisian itu yang cukup intensif. Kasus pembunuhan Bripda Rumaropen di Wamena [misalnya], komandan kompinya sudah diberhentikan, tapi investigasi kasus meninggalnya juga masih didorong untuk dilakukan secara terbuka,” kata Latifah.
Proses hukum berjalan
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Papua, Kombes Ignatius Benny Adi Prabowo mengatakan jika personil Polda Papua terbukti bersalah melanggar HAM, polisi itu dapat diproses hukum melalui sidang Disiplin, Kode Etik Polri, atau proses hukuman pidana. Benny mengatakan Polda Papua menangani 97 perkara sidang kode etik pada 2023.
“Sidang kode etik pada 2023 berjumlah 97 perkara. [Polisi] yang dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat ada 27 orang,” ujarnya.
Benny mengatakan Polda Papua terus berupaya memastikan anggotanya tidak melakukan pelanggaran HAM. Upaya itu dilakukan dengan memberikan pelatihan dan edukasi yang intensif tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut Benny, edukasi itu diberikan kepada seluruh anggota Polda Papua agar memahami dan menghormati peraturan tentang HAM dalam implementasi tugas.
Benny mengatakan Polda Papua juga melakukan sistem pengawasan dan penegakan disiplin dan kode etik Polri yang ketat terhadap personilnya. Panduan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan terperinci juga sudah tersedia bagi anggota Polda Papua. SOP itu merinci bagaimana polisi harus bertindak dalam situasi yang melibatkan HAM, sehingga meminimalkan risiko pelanggaran.
Selain itu, Polda Papua juga memberdayakan bagian Pelayanan Pengaduan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Papua, demi memudahkan masyarakat yang akan melaporkan dugaan pelanggaran HAM oleh polisi. Penyelidikan Internal oleh Subbid Paminal Bidpropam Polda Papua juga memiliki mekanisme untuk menyelidiki keluhan atau laporan dugaan pelanggaran HAM oleh polisi. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!