Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menggelar diskusi publik tentang tantangan dan solusi mewujudkan Pilkada Damai dan Demokratis di Tanah Papua. Diskusi publik yang digelar di Kota Jayapura, Papua, pada Kamis (31/10/2024) itu memperkirakan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Serentak 2024 di Tanah Papua punya tantangan yang sangat berat.
Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP), Latifah Anum Siregar mengatakan tantangan pilkada di Tanah Papua di antaranya letak geografis yang sulit, serta komunikasi dan transportasi yang terbatas. Anum mengatakan transportasi yang terbatas itu bisa membuat pendistribusian logistik Pilkada terlambat, seperti yang terjadi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Distribusi logistik perlu diperbaiki,” katanya.
Anum mengatakan tantangan lainnya adalah menguatnya politik identitas serta indikasi keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aparat keamanan dalam dukung mendukung kandidat. Ada juga politik uang, mobilisasi massa, penyelenggara yang tidak independen, hingga penggunaan sistem noken yang tidak diterapkan dengan benar.
“Kalau sistem noken [yang benar] itu, masukan [surat suara] dalam noken dulu, [setelah itu dikeluarkan] baru dicoblos, baru dihitung. Tapi ada [yang] tidak langsung di coblos, dibuat lagi transaksi, misalnya ini dipindahkan ke sini kah, dipindahkan ke sana,” kata Anum.
Diskusi publik yang berlangsung Pukul 10.00 hingga 14.00 WP itu menghadirkan sejumlah narasumber lain seperti Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua dan Wakil Dir Intelkam Polda Papua, AKBP Frederickus WA Maclarimboen. Ada pula narasumber yang hadir secara daring, seperti Asisten Deputi Pengelolaan Pemilu Dan Penguatan Parpol, Kemenko Polkam.
Diskusi tersebut dihadiri Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM RI, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM RI, jurnalis/media, Dewan Adat Papua, MRP Papua, akademisi, PBH Pers di Tanah Papua, SKPKC Fransiskan Papua dan lembaga swadaya masayarakat lainnya. Serta para penyelenggara Pilkada yang turut hadir KPU Papua Barat, KPU Provinsi Papua dan Bawaslu Papua.
Mitigasi konflik
Anum mengatakan perlu ada langkah mitigasi sehingga Pilkada dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik. Anum mencatat konflik Pilkada pernah terjadi di Kabupaten Puncak Jaya pada 2011, Kabupaten Tolikara pada 2012, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Puncak Jaya pada pada 2017.
Ada juga konflik dalam Pilkada 2020 di Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Asmat. Pilkada Kabupaten Yalimo pada 2021 juga menimbulkan konflik.
Anum mengatakan mitigasi yang perlu dilakukan di antaranya sistem manajemen pengadaan dan distribusi logistik yang transparan dan efektif sesuai kondisi geografis masing-masing daerah, termasuk mekanisme pengaman dan tempat penyimpanannya. Selain itu, harus ada skema pengawasan saat rekapitulasi khususnya di tingkat distrik, memperbaiki Daftar Pemilih Tetap (DPT), serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang profesional.
Perlu juga memetakan TPS yang sulit terjangkau, rawan, atau sensitif. TPS bagi kelompok disabilitas dan kelompok rentan juga harus diawasi, sehingga mereka bisa menyalurkan hak pilihnya. Penyelenggara pilkada diimbau memperbanyak pendidikan demokrasi di komunitas, agar partisipasi masyarakat sipil untuk melakukan pemantauan meningkat.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan politik identitas sangat kuat di Tanah Papua. Ramandey mengatakan hal itu bisa dilihat dari deklarasi dukungan dari paguyuban-paguyuban terhadap calon tertentu.
“Politik identitas ini mulai menguatnya kelompok-kelompok paguyuban mendukung sana, mendukung sini,” kata Ramandey dalam diskusi.
Ramandey juga mengatakan terjadi perpecahan di masyarakat adat Papua. Ramandey mencontoh yang terjadi di Papua Barat Daya terkait pemberian rekomendasi status Orang Asli Papua bagi salah satu pasangan untuk maju sebagai di Pilkada. “Itu menjadi problem besar [dan] masayarakat adat terpecah,” ujarnya.
Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw juga mengatakan politik identitas itu sangat terlihat dalam pencalonan kepala daerah di kabupaten/kota. Menurut, Ireeuw hal itu sangat berpotensi memicu konflik.
Ia meminta KPU/Bawaslu proaktif melakukan sosialisasi Pilkada bagi masyarakat. “Situasi di Papua dalam pandangan media melihat terjadi kerawanan di mana-mana. Apa lagi sosialisasi dari penyelenggara kurang maksimal,” kata Ireeuw dalam diskusi.
Peserta diskusi, Leonard Imbiri mengatakan Dewan Adat Papua ikut mendorong Pilkada 2024 berjalan damai dan aman di Tanah Papua. Imbiri mengatakan perlu perhatian dari pemerintah terhadap masyarakat adat Papua, terutama yang berada di daerah konflik dan sulit menyalurkan hak politiknya.
Dalam diskusi itu, Imbiri mengatakan masyarakat adat saat ini terkena dampak dari proses demokrasi yang kotor. Imbiri mengkritik praktik politik uang yang dilakukan partai saat pesta demokrasi.
“Masyarakat adat mengalami trauma berlapis, apa lagi di daerah konflik. [Orang Asli Papua yang] mengungsi dikenai stigma, dan [kehilangan] hak pilih. Masyarakat adat terkena dampak dari proses yang sudah kotor dari sumber. Siapa yang ajak politik uang kalau bukan partai politik,” kata Sekretaris Dewan Adat Papua versi Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua IV tersebut.
Kerawanan tinggi di Papua
Asisten Deputi Pengelolaan Pemilu dan Penguatan Parpol, Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Brigjen TNI Haryadi dalam diskusi yang sama mengatakan terdapat 19 kabupaten di Tanah Papua yang masuk dalam kategori rawan tinggi. Di antaranya Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat, serta Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen, dan Kabupaten Waropen di Provinsi Papua.
Kabupaten lainnya yang juga masuk dalam rawan tinggi yaitu Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yalimo, dan Kabupaten Yahukimo di Provinsi Papua Pegunungan. Kerawanan tinggi juga terjadi dalam Pilkada di Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi di Provinsi Papua Selatan, serta di Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Paniai, dan Kabupaten Puncak di Provinsi Papua Tengah.
Haryadi mengatakan beberapa hal yang menjadi potensi kerawanan saat Pilkada di Tanah Papua, di antaranya desakan kekhususan hak politik orang Papua, tingginya tingkat primordialisme yang berbasis kesukuan di Papua, hingga ancaman gangguan keamanan oleh kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Haryadi mengatakan selama periode 1 Januari hingga 22 Agustus 2024, terjadi 117 kali aksi gangguan keamanan oleh TPNPB di 11 kabupaten di Tanah Papua.
Wakil Direktur Intelkam Kepolisian Daerah Papua, AKBP Frederickus WA Maclarimboen mengatakan potensi konflik Pilkada selalu ada, baik saat tahapan hingga pasca pemungutan suara. Ia mengatakan Mabes Polri masih memetakan indeks kerawanan per kabupaten/kota di Tanah Papua.
Maclarimboen mengatakan setidaknya 26.400 personil polisi Polda Papua akan dilibatkan dalam pengamanan Pilkada 2024. Ia mengatakan ribuan anggota polisi itu akan diterjunkan di wilayah kerja Polda Papua yaitu, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
“[Personil] masih kurang lah, [dan] akan ada penambahan. [Tapi] itu kebijakan pimpinan,” kata Maclarimboen kepada wartawan.
Pentingnya intergritas KPU dan Bawaslu
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM RI, Anis Hidayah menegaskan pentingnya integritas dan imparsialitas penyelenggara Pilkada. Pilkada Papua harus mampu menghasilkan pemimpin yang bisa mengubah sejarah kekerasan panjang di Papua. Termasuk mencegah tidak terulangnya kembali kekerasan-kekerasan yang terus terjadi di Papua.
“[Semoga] para pemimpin yang terpilih ke depan dalam pilkada di Papua bisa mengantarkan masyarakat Papua makin sejahtera, memiliki tanahnya sendiri, merdeka di tanahnya sendiri, dan kesenjangan ekonomi secara pelan-pelan bisa diatasi,” kata Anisa.
Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM RI, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pemilu maupun pilkada di Tanah Papua kerap berujung konflik. Pramono berharap diskusi publik pada Kamis membuat semua pemangku kepentingan dapat mengidentifikasi potensi masalah demi mewujudkan Pilkada damai di Tanah Papua.
“Pertemuan ini membicarakan persoalan yang ada, mengidentifikasi potensi masalah yang muncul, dan mencari solusi bersama-sama. Semua pihak harus ikut mengambil tanggung jawab dalam penyelenggaraan pilkada. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kepada teman-teman KPU atau Bawaslu saja,” kata Pramono kepada wartawan di Kota Jayapura usai diskusi tersebut.
Komisioner KPU Papua, Abdul Hadi mengatakan pihaknya telah memberikan bimbingan teknis bagi Panitia Pemilihan Distrik (PPD) dan KPU di kabupaten/kota di Provinsi Papua terkait penghitungan perolehan suara, hingga mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi saat Pilkada 2024. Ia juga meminta agar tidak ada pihak yang melakukan intimidasi terhadap tenaga Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Jangan ada penekan terhadap KPPS. Intimidasi dari luar [jangan sampai terjadi],” kata Abdul dalam diskusi.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu Papua, Amandus Situmorang mengatakan pihaknya terus melakukan pengawasan tahapan Pilkada 2024. Ia mengatakan penting juga menempel pasal-pasal pidana di tiap-tiap TPS sebagai upaya mencegah terjadi kecurangan, misalnya pidana menggunakan hak pilih orang lain. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!