Jayapura, Jubi – Koordinator Advokasi Sekretariat Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua Yuliana Langowuyo mengatakan warga dari lima kampung di Distrik Oksop, Pegunungan Bintang terpaksa mengungsi ke hutan dan Kota Oksibil sejak 29 November 2024. Kelima kampung itu adalah Kampung Oksop, Kampung Oktumi, Kampung Atenor, Kampung Alutbakon, dan Kampung Mimin.
Warga terpaksa mengungsi, kata Langowuyo, karena takut dengan kehadiran TNI di kampung mereka yang datang mencari anggota TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat).
“Yang terjadi di sana pasca pemungutan Pilkada serentak 2024, tentara masuk dengan bersenjata lengkap ke dalam kampung. Mereka bilang cari TPNPB, supaya TPNPB menyerahkan senjata dan menyerahkan diri. Masuk ke kampung dengan persenjataan dan buang tembakan sehingga masyarakat takut dan mengungsi. Itu alasan warga mengungsi,” kata Yuliana kepada Jubi, Jumat (20/12/2024).
Sebanyak 327 jiwa, kata Yuliana, masih mengungsi di Oksibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang. Mereka terdiri dari 151 laki-laki dan 176 perempuan.
“Itu belum termasuk yang mengungsi ke hutan, data kami itu pengungsi dari Distrik Oksop yang ada di kota Oksibil,” ujarnya.
Di kota Oksibil warga tinggal tersebar di lima lokasi di tenda-tenda darurat yang dibangun seadanya. Tenda mereka beralaskan karung-karung bekas. Dalam satu tenda bisa dihuni hingga 90 orang. Perempuan dan anak sangat banyak di tenda-tenda pengungsian itu.
“Kalau dibilang kelayakan tempat tinggal memang tidak layak. Karena mereka tinggal di tenda-tenda dan Oksibil itu dingin. Tidak ada kasur, tidur alas karung. Mereka tinggal di lima titik di kota Oksibil. Satu penampungan itu bisa 90 orang,” katanya.
Menurut Yuliana para pengungsi bertahan hidup berkat bantuan berbagai pihak, termasuk dari pemerintah dan gereja setempat. “Untuk kebutuhan makan minum, paling tidak dari gereja, tokoh-tokoh masyarakat, dan umat di sana bantu makan minum mereka,” katanya.
TNI larang warga pulang ke kampungnya
Vikaris Paroki Gereja Katolik Roh Kudus Mabilabol Oksibil Pastor Kletus Togodil Pr mengatakan tentara melarang warga Kampung Alutbakon dan Kampung Mimin untuk kembali ke kampung mereka. Alasanya, karena dua kampung itu merupakan zona merah.
“Mereka minta masyarakat pulang tapi dengan persyaratan dua kampung itu masyarakat tidak boleh masuk, Kampung Alutbakon dan Kampung Mimin. Alasan mereka belum tahu, belum jelas, tapi dari tentara sampaikan masyarakat tidak boleh berkeliaran di kampung itu. Itu kampung merah. Informasi dari masyarakat itu menjadi tempat keluar masuknya TPNPB,” kata Togodil yang ditelepon Jubi, Jumat (20/12/2024).
Menurut Togodil warga Kampung Alutbakon dan Kampung Mimin tidak bisa merayakan Natal di kampung mereka. Warga kedua kampung akan dipindahkan ke Kampung Oksop, Kampung Oktumi, dan Kampung Atenar.
“Saya akan pimpin Natal di sana,” ujarnya.
Masyarakat ketiga kampung, kata Togodil berharap TNI meninggalkan kampung agar mereka bisa kembali ke rumah mereka. Namun, pemerintah daerah meminta warga untuk mengungsi dan tinggal di Kampung Oksop, Kampung Oktumi, dan Kampung Atenar.
Kepala Distrik Oksop, Pegunungan Bintang, Yohanes Sasaka mengatakan kehadiran 400 prajurit TNI di distriknya membuat warga takut dan mengungsi ke kota Oksibil atau ke hutan. Sasaka mengatakan tentara menjadikan Kantor Distrik Oksop dan Gereja GIDI Efesus Sape di Kampung Mimin sebagai pos aparat keamanan.
“Warga mengungsi karena takut tentara. Pasti takut, akibatnya warga keluar. Tentara datang kami tidak tahu,” kata Sasaka kepada Jubi.
Sasaka meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah duduk bersama membicarakan persoalan tersebuti. Pihaknya masih melakukan pendataan warga sipil yang mengungsi, baik ke kota Oksibil maupun ke hutan. Ia belum bisa menyampaikan jumlah pengungsi karena masih melakukan pendataan.
“Saya bersama lima kepala desa hanya kumpulkan dan mendata warga, berusaha meminta mereka kembali ke kampung untuk bisa merayakan Natal. Mereka [tentara] keluar dari daerah itu tugasnya pemerintah daerah, Dandim, Pangdam, Panglima, dan Presiden punya tugas itu,” ujarnya.
Jubi berusaha mengonfirmasi terkait kehadiran aparat keamanan di Distrik Oksop, kepada Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Kolonel Inf Winaryo dan Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan. Namun, hingga berita ini diturunkan upaya konfirmasi Jubi belum direspon.
Jaminan keamanan
Koordinator Subkomisi Pemajuan Komnas HAM Pusat, Anis Hidayah mengatakan pihaknya meminta pemerintah memulangkan pengungsi ke daerah asal masing-masing dengan jaminan keamanan. Ia juga meminta pemerintah menarik pasukan nonorganik, baik TNI maupun Polri di Papua.
“Menarik pasukan sehingga bisa mempercepat upaya kondusifitas keamanan dan tingkat kepercayaan terhadap pemerintah,” katanya.
Anis juga meminta pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan bantuan sosial, baik untuk warga yang masih mengungsi maupun yang sudah kembali ke kampung mereka. Menurutnya bantuan sosial sangat penting untuk membantu kehidupan mereka.
“Bantuan sosial bisa menjadi safecart para pengungsi yang secara bertahap kembali ke kampung halamannya,” ujarnya.
Kemudian, tambahnya, penting juga memberikan pendampingan pemulihan kepada masyarakat yang mengalami trauma akibat konflik bersenjata. Selain itu, menurut Anis pemerintah harus mengaktivasi layanan publik, termasuk memperbaiki rumah-rumah warga yang rusak. Selanjutnya memastikan hak-hak ekonomi sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan ekerjaan yang layak bagi mereka.
“Sehingga secara bertahap kesejahteraan mereka mengalami peningkatan,” katanya.
Hentikan pendekatan keamanan
Menurut Direktur SKPKC Fransiskan Papua Pastor Alexandro Rangga OFM pemerintah harus menghentikan pendekatan keamanan di Tanah Papua. Menurutnya pendekatan keamanan tidak akan menyelesaikan konflik bersenjata di Papua.
“Kalau Presiden Prabowo punya itikad baik untuk membangun Papua maka pendekatan mesti diubah. Walaupun itu pendekatan pembangunan, maka pendekatan itu berbasis kearifan lokal, bukan pembangunan berbaju aparat militer. Yang terjadi sekarang ini pendekatan kesejahteraan tetapi berbaju militer,” kata Alexandro kepada Jubi, Jumat (20/12/2024).
Alexandro mengeritik kebijakan pemerintah pusat yang terus melakukan pengiriman pasukan TNI/Polri ke Papua. Pengiriman TNI/Polri akan meningkatkan eskalasi konflik bersenjata dan akan terdampak kepada warga sipil Papua.
Pemantauan Komnas HAM selama Januari hingga Desember 2024 terjadi 85 kasus berdimensi konflik bersenjata dan kekerasan di Tanah Papua. Berbagai konflik bersenjata itu menyebabkan 32 warga sipil meninggal dunia dan 17 lainnya luka-luka.
Sebanyak 14 anggota anggota TPNPB meninggal dunia dan 7 orang lainnya luka-luka. Konflik bersenjata juga mengakibatkan 8 anggota TNI meninggal dan 10 luka-luka. Selain itu, ada 7 anggota Polri meninggal dunia dan 5 luka-luka. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!