Jayapura, Jubi – Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua menggelar jumpa pers di Kota Jayapura, Papua, pada Senin (11/11/2024) untuk menyikapi situasi di Tanah Papua. Dewan Gereja dan Pastor Pribumi Papua meminta pemerintah pusat menghentikan Proyek Strategi Nasional atau PSN Tebu 2 juta hektare dan PSN sawah 1 juta hektare di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Pemerintah pusat juga diminta menghentikan program transmigrasi di Tanah Papua.
Seruan itu dibacakan oleh Koordinator Pastor Pribumi Papua, Pastor John Bunay Pr. Pembacaan seruan yang berlangsung di Aula Gereja Katolik Kristus Terang Dunia, Waena itu dihadiri Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt Benny Giay, Pendeta Erson Wenda, Pendeta Metuben Gombo, Pendeta Dorman Wandikbo, Pastor Damianus Uropmabin Pr, Pastor Bernardus Wos Baru OSA, dan Pastor Yohanes Kayame Pr.
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua melihat kondisi/situasi di Tanah Papua akhir-akhir ini memburuk karena perampasan tanah tanah adat dalam jumlah besar oleh perusahaan, rencana transmigrasi, dan masalah pengungsi konflik bersenjata. Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua juga mengkritik masifnya pengiriman aparat keamanan dan pelibatan mereka dalam PSN.
Mereka juga menyampaikan keprihatinan atas putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi masyarakat adat Awyu dalam perkara zin kelayakan lingkungan yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau DPMPTSP Papua untuk PT Indo Asiana Lestari. Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua juga menyoroti kekecewaan masyarakat adat Merauke terhadap pernyataan Uskup Agung Merauke, Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC yang mendukung PSN cetak sawah di Merauke.
“Para pendeta dan pastor pribumi Papua sebagai gembala di atas Tanah Papua melihat pergumulan yang dialami domba-domba kami [atas] situasi di Tanah Papua. Kami prihatin melihat keadaan hidup umat Tuhan di Tanah Papua dewasa ini,” kata Bunay membacakan seruan pernyataan tersebut.
Dalam seruannya, Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua menyampaikan pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman program Merauke Integrated Food Energy Estate (MIFEE) dan Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) di era Presiden Bambang Yudhoyono dan Presiden Jokowi. MIFEE dan MIRE telah gagal total.
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua menilai Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa perkebunan tebu seluas 2 juta hektar dan PSN sawah 1 juta hektare yang dijalankan Presiden Prabowo akan gagal.
“Presiden Prabowo sedang mengulangi lagi [kegagalan MIFEE dan MIRE dengan] hal yang sama. Kami melihat telah dan sementara terjadi pembongkaran hutan baru untuk mencetak sawah baru [di areal yang terbentang] dari Distrik Wanam, menuju Distrik Ngguti, Kaptel, Ngguti hingga ke Distrik Muting. [Areal itu] melalui lahan-lahan gambut yang asam, tanah berlumpur, daerah sabana, dan tanah merah yang cukup tinggi. Pastinya [lahan itu] tidak cocok untuk tanaman padi dan tebu,” demikian pernyataan tersebut.
Dukung masyarakat adat
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua mendukung sepenuh hati gerakan perlawanan masyarakat adat yang menolak PSN dan mempertahankan hak-hak atas tanah warisan leluhurnya. dari rencana PSN Mereka menyatakan tanah ulayat adalah dapur/pasar sumber penghasilan hidup masyarakat adat.
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua memohon kepada TNI/POLRI untuk tidak menghadapi masyarakat adat dengan kekerasan, intimidasi, teror, dan menakut-nakuti mereka yang melakukan gerakan perlawanan damai, demi mempertahankan tanah adatnya.
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua juga menolak dengan tegas rencana pemerintah untuk mendatangkan transmigrasi ke Tanah Papua. Mereka meminta pemerintah pusat melakukan evaluasi ulang atas rencana transmigrasi, sebab masyarakat Papua tidak membutuhkan program transmigrasi.
“Provinsi kami sangat miskin, daerah konflik terlama, para pengungsi belum kembali ke kampung, banyak anak putus sekolah, banyak orang yang sakit, kami kesulitan lapangan kerja, banyak sarjana nganggur. Singkatnya, kami tidak membutuhkan transmigrasi. Mohon dievaluasi ulang rencana tersebut,” kata Bunay membacakan seruan tersebut.
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua mengingatkan bahwa Tanah Papua bukan tanah kosong. Tanah Papua adalah tanah milik Orang Asli Papua yang diwariskan leluhur sebagai sumber penghidupan, baik itu untuk berkebun hingga berburu. Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua meminta dengan hormat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan semua program yang akan merusakan ekosistem, ruang hidup masyarakat adat Papua, dan hak-hak hidupnya.
“Leluhur telah membagi tanah kami ke dalam tujuh wilayah adat, yakni Lapago, Meepago, Ha Anim, Bomberay, Domberai, Saireri, dan Mamta. Jadi, jangan kaveling [tanah warisan leluhur dengan] membagi tanah kami, seakan-akan [itu] tanah yang tak bertuan,” ujar Bunay membacakan seruan tersebut.
Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua mempertanyakan kinerja DPR provinsi di Papua maupun DPR RI yang membiarkan mega PSN yang akan menghancurkan ruang hidup dan keanekaragaman hayati orang Papua. Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua mendesak dan meminta Majelis Rakyat Papua (MRP) se-Tanah Papua dan dewan adat untuk segera mengadakan musyawarah yang melibatkan seluruh rakyat Papua dari tujuh wilayah adat.
“Agar dalam musyawarah tersebut masyarakat/Orang Asli Papua secara bermartabat dapat duduk bersama, berbicara bersama, merumuskan bersama, dan mengambil sikap bersama mengenai hak-hak mendasar hidup manusia dan alam semesta, demi memajukan Orang Asli Papua di tanah leluhurnya supaya tidak susah ke depan,” demikian seruan pernyataan tersebut.
Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt Benny Giay mengatakan kebijakan pembangunan seperti PSN hingga rencana transmigrasi tidak akan menyejahterakan Orang Asli Papua. “Pemerintah pusat itu [pikir] orang Papua itu [hanya] butuh pembangunan. Mereka bikin provinsi baru, bikin [program] transmigrasi. Itu tambah bikin sengsara kami,” kata Giay kepada Jubi usai jumpa pers tersebut.
Giay mengatakan pemerintah pusat harus menyelesaikan akar masalah konflik Papua yang telah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN) dalam dokumen Papua Road Map. LIPI menyatakan empat akar masalah konflik Papua itu adalah kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi Orang Asli Papua, kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), serta kontroversi sejarah dan status politik wilayah Papua. “Jadi ini barang-barang [akar masalah] ini harus dibicarakan,” ujar Pdt Benny Giay.
Pendeta Dorman Wandikbo juga mendesak pemerintah pusat menyelesaikan keempat akar masalah yang telah dirumuskan LIPI. Ia pun mengkritik pelibatan TNI dalam pembangunan di Tanah Papua.
“Presiden Prabowo yang sekarang 100 kerja itu [seharusnya] fokus untuk selesaikan masalah Papua. Dia harus selesaikan empat akar persoalan yang telah ditemukan LIPI. [Jangan] melibatkan pembangun [dengan] basis militer. Kalau ini yang terjadi, sampai kapan pun Papua akan sulit aman. Gereja selalu meminta jangan membangun Papua dengan basis militer,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!