Jayapura, Jubi – Pemerintah diminta untuk menarik prajurit TNI dari lokasi Proyek Strategis Nasional atau PSN bidang ketahanan pangan di Tanah Papua, khususnya PSN Sawah 1 juta hektare di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Pemerintah juga didesak untuk menghentikan proyek dengan dalil ketahanan pangan tersebut.
Kepala Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua, Frits Ramandey mengatakan pelibatan TNI dalam urusan pangan akan menambah masalah. Pelibatan TNI juga dikhawatirkan membuat Orang Asli Papua semakin trauma dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.
“Penambahan lima batalion [pendukung ketahanan pangan] itu menambah masalah. Tiba-tiba [pemerintah] menggerakkan personil [TNI dalam] jumlah yang banyak. Pendekatan humanis itu kami pertanyakan. Masyarakat sipil itu punya trauma terhadap 30 tahun represi negara yang diwakili oleh sikap-sikap tentara, hadir dengan simbol-simbol loreng, itu membuat trauma. Jadi, sekali lagi, pendekatannya itu salah,” kata Ramandey kepada Jubi pada Jumat (18/102024).
Ramandey mengatakan pelibatan TNI dalam PSN ketahanan pangan itu sebagai sebuah kebijakan yang intimidatif, Ramandey mengatakan pertanian merupakan urusan instansi sipil seperti Kementerian Pertanian.
“Pertanian itu urusan Kementerian Pertanian, dan yang mengurus kebun itu petani-petani. Bukan tentara yang mengurus itu. Itu memperburuk citra tentara, dan itu mengalihkan fungsi tentara yang tidak pada tempatnya. Itu salah,” ujarnya.
Ramandey mengatakan TNI hanya bertugas mengurus pertahanan negara. Pelibatan TNI dalam urusan pangan mengalihkan fungsi tentara, dan tidak pada tempatnya. Ramandey mengatakan sebaiknya TNI ditarik dari lokasi PSN ketahanan pangan di Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Merauke.
“Sebaiknya batalion [ketahanan pangan] ini ditarik, ditunda, sambil dikomunikasikan dengan baik Tugas tentara itu pertahanan. Itu [ketahanan pangan] bukan tugas tentara. Ingat, dia [TNI] mau pakai dalil apa [pun], itu bukan tugas tentara. Ketahanan pangan itu harus mendorong partisipasi masyarakat. Bukan kemudian melibatkan struktur negara yang tugasnya lain, lalu dia mengambil alih tanggung jawab,” katanya.
Ramandey mengatakan Komnas HAM Papua sedang melakukan kajian atas pelibatan TNI dalam PSN ketahanan pangan di Tanah Papua. Ramandey mengatakan pihaknya akan turun ke Merauke guna memastikan keterlibatan TNI dalam PSN tersebut.
“Kami akan datang ke sana untuk memastikan keberadaan batalion. Kebijakan penambahan pasukan itu harus dilihat dengan kebutuhan wilayah dan kondisi negara. Hanya di Indonesia saja yang menggerakkan tentara untuk kerja pertanian,” ujarnya.
Dilibatkan saat ada penolakan
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante juga mengatakan pelibatan TNI dalam proyek ketahanan pangan meningkat rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara. Apalagi PSN Sawah itu masih bermasalah dan ditolak oleh masyarakat adat di lokasi PSN.
“Proyek ini kan ditolak oleh masyarakat. Tapi pemerintah, Panglima TNI justru mengeluarkan kebijakan penambahan batalion dalam pekerjaan PSN. Seharusnya Panglima TNI membatalkan rencana itu,” kata Franky kepada Jubi, pada Jumat.
Franky mengatakan pelibatan prajurit TNI itu dikhawatirkan menimbulkan kekerasan baru terhadap masyarakat adat. Ia mengingatkan bahwa Orang Asli Papua memiliki pengalaman mengalami kekerasan oleh prajurit TNI.
“Keterlibatan TNI tidak hanya mengamankan proyek itu, mereka juga terlibat dari pengelolaan lahan, produksi, dan distribusi. Itu artinya [PSN] di bawah kontrol dan kerja dari militer. Orang Asli Papua [memiliki] pengalaman dan penderitan kekerasan di masa lalu yang melibatkan aparat militer. Militer tidak perlu terlibat di proyek itu,” ujarnya.
Franky menjelaskan daerah Papua masih menjadi daerah konflik. Masyarakat adat di Tanah Papua memiliki pengalaman bahwa militer menggunakan pendekatan keamanan dalam mengatasi masalah pembangunan hingga masalah hukum. Dalam kasus PSN Merauke, mereka [TNI] masih terlibat dalam bagaimana [mendesak] masyarakat agar menerima proyek itu. Jadi [TNI terlibat] memberikan bingkisan, janji-janji. Kehadiran mereka justru menimbulkan kekhawatiran bahwa ketika [masyarakat adat] menolak gagasan pembangunan [itu, masyarakat adat] diancam,” katanya.
Franky memperkirakan masyarakat adat tetap menolak kehadiran PSN Sawah di Merauke. Franky mengatakan PSN harus dihentikan karena tidak datang dari aspirasi masyarakat. Menurutnya, PSN itu lebih kental dengan kepentingan bisnis ketimbang kebutuhan masyarakat setempat.
“PSN harus dihentikan karena bukan datang dari aspirasi masyarakat. [PSN itu] lebih banyak kepentingan bisnis, tidak memberikan manfaat dan keuntungan bagi masyarakat setempat. Justru [dapat menimbulkan dampak berupa] kehancuran sosial, budaya, ekonomi, dan [dalam] skala yang luas menyingkirkan hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.
Menimbang trauma masyarakat
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan pelibatan TNI dengan tugas mendukung ketahanan pangan merupakan kebijakan yang rentan memperburuk konflik di Tanah Papua. Usman mengatakan pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kehadiran militer di Tanah Papua, apalagi untuk melakukan tugas di luar urusan pertahanan, sering menambah masalah ketimbang memberikan solusi.
Usman mengatakan dengan kehadiran TNI meningkatkan risiko konflik dan ketegangan dengan masyarakat sipil, terutama dengan Orang Asli Papua. Usman mengatakan hingga saat ini warga setempat masih menolak PSN tersebut, karena mereka merasa tidak dilibatkan.
Latar belakang itu seharusnya membuat pemerintah memastikan tidak ada pelibatan militer dalam PSN di Tanah Papua. “Kehadiran militer di wilayah PSN bisa dipandang sebagai bentuk militerisasi kebijakan pembangunan yang semakin mengabaikan hak-hak masyarakat adat,” katanya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elisazeth meminta agar Panglima TNI melakukan evaluasi internal dan mempertimbangkan kembali keterlibatannya dalam PSN. Adriana mengatakan keterlibatan TNI akan memilik damapk dalam jangka panjang baik secara sosiologis, antropologis, maupun kelestarian lingkungan di area PSN.
Adriana mengatakan secara teknis dan pragmatis TNI pernah dilibatkan dalam proyek pembangunan pada masa Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B). Alasannya karena kemampuan pengarahan dalam waktu cepat, dan ketersediaan tenaga sehingga biaya proyek lebih murah.
“Mungkin saja dalam program ketahanan pangan juga [ada] alasan teknis dan pragmatis. Namun, hal itu jelas tidak mempertimbangkan masalah psikososial masyarakat di lokasi PSN,” kata Adriana kepada Jubi, pada Jumat.
Adriana mengatakan pelibatan TNI hanya di dalam situasi perang. Adriana mengatakan pelibatan TNI dalam urusan ketahanan pangan akan bertentangan dengan tugas dan fungsi TNI.
Sebelumnya, pada Rabu (16/10/2024), Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayjen Haryanto menegaskan TNI akan melakukan pendekatan humanis dalam mendukung program ketahanan pangan nasional di Tanah Papua, khususnya PSN 1 juta hektare di Kabupaten Merauke. Haryanto mengatakan prajurit TNI pasti menyayangi rakyatnya, oleh karena itu TNI bekerja dengan cara humanis.
Menurut Haryanto, dalam bekerja TNI akan menyesuaikan adat istiadat, dan dengan pendekatan kultur sosial budaya masyarakat adat setempat. “TNI bekerja dengan humanis,” kata Haryanto.
Haryanto mengatakan kehadiran TNI di Merauke sebagai Satuan Penyangga Daerah Rawan (PDR) memiliki tugas pokok membantu pemerintah mengoptimalkan ketersediaan bahan pangan. Haryanto mengatakan TNI juga akan membantu di bidang peternakan, melaksanakan kegiatan kesehatan bagi masyarakat, dan konstruksi guna mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“TNI selalu manunggal dengan rakyat untuk membangun di berbagai lini sektor kehidupan masyarakat. Untuk meningkatkan taraf hidup dan kehidupan masyarakat yang lebih baik,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!
Negara ini terlalu rakus… Semuanya harus pakai TNI.. Lebih baik kamu ( TNI) dari awal ikut tes di pertanian saja, kenapa kam sudah alih fungsi jadi petani lagi??? Lucu sekali negara ini…. Berrti kalo ada perang PETANI yang hadapi yaa…. REPUBLIK SULAP…..