Jayapura, Jubi – Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang menjadi bagian dari Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua mengadukan kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Hal itu disampaikan Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia, Erick Tanjung di Jakarta, Selasa. “Saya mewakili Koalisi [Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua dan] sebagai Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis [telah melakukan] audiensi [dan mengadukan pelemparan molotov di Jubi] ke Komnas HAM,” kata Erick melalui panggilan telepon kepada Jubi.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil tingkat nasional yang telah bergabung dalam Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua turut serta mengadukan kasus pelempatan molotov itu kepada Komnas HAM. Mereka termasuk KKJ Indonesia, AJI Indonesia, LBH Pers Jakarta, dan Amnesty International Indonesia.
Erick mengatakan pengaduan itu diterima Ketua Komnas HAM Pusat, Atnike Nova Sigiro dan Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM/ Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan/Komisioner Pengawasan, Uli Parulian Sihombing. Pengaduan dan audiensi itu berlangsung dari pukul 11.00 hingga 13.30 WIB.
“[Kami tadi] diterima Ibu Atnike dan Pak Parulian. Mereka sudah menampung pengaduan terkait kronologis kejadian kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi,” ujarnya.
Erick mengatakan pihaknya meminta Komnas HAM melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap proses hukum kasus pelemparan terhadap molotov di Kantor Redaksi Jubi. Komnas HAM, kata Erick, menyampaikan akan memantau dan mendorong kepolisian agar menjalankan proses hukum.
Erick mengatakan serangan molotov di Kantor Redaksi Jubi merupakan teror yang menyerupai peringatan terhadap media-media yang kritis di Papua. Artinya, serangan terhadap Jubi itu adalah serangan terhadap jurnalis dan media di Papua yang kritis mengawal isu kemanusian, pelanggaran HAM, keamanan, dan Proyek Strategi Nasional (PSN) yang berdampak terhadap masyarakat adat Papua.
“Dengan adanya serangkaian serangan terhadap Jubi, itu adalah ancaman serius terhadap kemerdekaan pers, khususnya di Tanah Papua. Saya bisa katakan kemerdekaan pers di Papua itu buruk. Serangan itu sebuah ancaman terhadap kemerdekaan Pers,” katanya.
Erick mengatakan Kepolisian Daerah Papua harus mengungkap hingga tuntas kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi itu. Menurut Erick, pengungkapan itu penting agar tidak ada impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap jurnalis maupun media, khususnya di Tanah Papua.
“Tidak boleh ada impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis di Papua, khususnya terhadap kawan-kawan di media Jubi. Ini menjadi tanggung jawab negara. [Kasus pelemparan molotov itu] harus segera disikapi dengan memproses kasus ini. Pelaku yang melakukan pelemparan bom molotov itu harus ditangkap dan diadili,” ujarnya.
Erick mengatakan pihaknya juga akan melaporkan pelemparan bom molotov itu kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah itu dilakukan untuk memberikan perlindungan saksi korban terhadap awak redaksi Jubi.
“Setelah dari Komnas HAM Pusat akan kami ke LPSK dalam pekan ini/pekan depan untuk mengajukan perlindungan saksi kepada Redaksi Jubi yang dalam kondisi terancam sebagai korban teror,” katanya.
Usai menerima pengaduan itu, Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM Pusat, Uli Parulian Sihombing mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti pengaduan pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi. Uli mengatakan pihaknya melalui Kantor Komnas HAM Papua sedang melakukan pemantauan dan pedalaman terhadap kasus itu.
“Kantor perwakilan sedang melakukan pendalaman, pemantauan terhadap kasus kekerasan terhadap jurnalis Jubi itu,” kata Uli dalam rekaman suara yang diterima Jubi dari Tim Humas Komnas HAM Pusat pada Selasa.
Uli mengatakan apabila ada pihak yang tidak puas dengan pemberitaan, pihak itu dapat mengajukan hak jawab. “Tentu kami mendorong agar penyelesaian terkait dengan jurnalisme ini disesuaikan dengan Undang-undang Pers, dengan hak jawab,” ujarnya.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan Komnas HAM menaruh perhatian serius terhadap kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi. Atnike mengatakan eskalasi kekerasan di Papua itu bisa memperburuk situasi keamanan dan menghambat upaya pemenuhan dan perlindungan HAM di Papua.
“Untuk situasi di Papua, memang rentan konflik dan kekerasan. Beberapa kasus yang dialami [Jubi] sebelumnya, kami juga melakukan pemantauan. Kami juga menangani dan memberikan perhatian terhadap kasus itu. Termasuk yang ini juga akan dilanjutkan tentunya,” kata Atnike dalam rekaman suara yang diterima Jubi dari Tim Humas Komnas HAM Pusat pada Selasa.
Advokat publik LBH Pers, Mustafa mendesak pihak kepolisian secepatnya mengungkap kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi. Mustafa mengatakan kasus itu seharusnya cepat diungkap, lantaran tindakan pelaku dengan jelas terekam CCTV.
“Bukti-bukti sudah banyak. Pelaku sangat terlihat jelas dari rekaman CCTV, sudah sangat jelas tindak pidana. Kita belum tahu motif dari serangan itu, dan itu tugas dari Polda Papua [untuk] bisa mengungkap siapa dan tujuan dari pelaku teror kepada Jubi,” ujar Mustafa kepada Jubi melalui panggilan telepon pada Selasa.
Mustafa mengatakan apa bila kasus itu tidak diungkap, akan sangat membahayakan demokrasi, khususnya kemerdekaan pers dan berekspresi di Tanah Papua. Mustafa mengatakan media Jubi sangat konsisten melakukan pemberitaan secara kritis terhadap situasi yang terjadi di Tanah Papua.
“Dalam konteks Papua, sangat kuat tantangan yang dihadapi oleh jurnalis maupun media. Kita harus sama-sama secara tegas menyatakan bahwa tidak ada ruang [untuk] kekerasan terhadap siapa pun, apalagi ini adalah organisasi media yang telah aktif banyak memberikan informasi baik dan utuh terkait kondisi masyarakat di Tanah Papua,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!