Jayapura, Jubi – Pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Komisi Somatua Kabupaten Intan Jaya menyatakan penolakan keras terhadap rencana pembangunan Komando Distrik Militer (Kodim) oleh TNI Angkatan Darat (TNI-AD) di atas lahan seluas 4 hektare di Kampung Pesiga, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.
Ketua mahasiswa Intan Jaya di Jayapura, Perry Belau, menyampaikan pernyataan penolakan tersebut pada Jumat (8/11/2024).
Perry menjelaskan bahwa masyarakat bersama mahasiswa Kabupaten Intan Jaya menolak kehadiran TNI-AD yang mengklaim memiliki lahan untuk pembangunan Kodim di daerah tersebut. Perry mengungkapkan bahwa lahan ini diserahkan secara sepihak oleh Norbertus Mbuligau kepada TNI-AD tanpa persetujuan warga setempat, sehingga memicu ketidakpuasan.
“Masyarakat Intan Jaya merasa resah dengan kehadiran TNI di wilayah mereka. Mereka menolak pembangunan Kodim di sana karena Norbertus secara diam-diam memutuskan menyerahkan lahan tersebut kepada TNI tanpa konsultasi dengan warga,” ujar Perry.
Perry juga menyampaikan bahwa lokasi yang direncanakan untuk pembangunan Kodim merupakan area penting bagi masyarakat untuk mencari nafkah, sehingga masyarakat bersama sejumlah tokoh daerah tersebut tegas menolak rencana tersebut. Mereka khawatir bahwa kehadiran TNI di lokasi ini dapat memperburuk situasi keamanan yang telah lama dirasakan, terutama sejak konflik terjadi pada tahun 2019.
“Pengalaman konflik sejak 2019 menimbulkan trauma yang mendalam bagi masyarakat Intan Jaya. Mereka tidak ingin kehadiran TNI dan Polri kembali memperparah keadaan di sini,” tambahnya.
Sementara itu, Nopianus Nayagau, seorang mahasiswa asal Kampung Pesiga, menilai pembangunan Kodim tersebut tidak membawa manfaat bagi masyarakat lokal, terutama bagi warga Kampung Pesiga dan Puyagia. Menurutnya, masyarakat setempat merasa terancam dengan kehadiran TNI yang kerap dianggap menekan warga.
“Warga menolak karena mereka merasa terancam dan tidak nyaman dengan keberadaan TNI. Di lokasi yang dekat dengan rencana pembangunan Kodim ini, terdapat dua kampung dan enam gereja yang semuanya menolak. Masyarakat tahu, mereka merasa intimidasi dan ketakutan selama ini,” ujar Nayagau.
Nayagau juga menambahkan bahwa lokasi pembangunan yang diusulkan, yaitu di Debatugapa, Kampung Pesiga, jauh dari pusat kota dan selama ini menjadi tempat aman bagi warga untuk mencari nafkah. Kehadiran TNI di lokasi ini dianggap akan mengganggu ketenangan masyarakat yang sudah terbiasa hidup aman di area tersebut.
“Karena itu, warga menolak seratus persen tanpa ruang untuk tawar-menawar. Norbertus yang memberikan persetujuan tersebut tidak mewakili kepentingan kami,” tegasnya.
Sebagai bentuk penolakan, Komunitas Mahasiswa Somatua Intan Jaya juga menyatakan sikap mereka secara resmi.
“Kami menolak dengan tegas terlaksananya penempatan Kodim di Silatugapa dan Polres di Mapa. Kami, pelajar dan mahasiswa bersama rakyat, menolak seratus persen pembangunan Kodim di Silatugapa,” ungkap mereka. “Kami mendesak DPRD Kabupaten Intan Jaya untuk segera turun tangan dan tidak diam menghadapi masalah yang dialami rakyat. Stop TNI dan Polri yang memaksakan pembangunan hanya demi kepentingan negara atau Jakarta. Tanah adat adalah milik masyarakat Intan Jaya, bukan milik TNI Angkatan Darat.”
Dengan pernyataan tersebut, komunitas mahasiswa berharap bahwa pemerintah serta pihak berwenang akan mempertimbangkan penolakan masyarakat dan meninjau ulang rencana pembangunan Kodim di wilayah mereka. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!