Jayapura, Jubi – Komisi Pemilihan Umum atau KPU diminta membuat Tempat Pemungutan Suara atau TPS khusus bagi pengungsi konflik bersenjata asal Kabupaten Nduga yang berada Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan. TPS khusus itu penting untuk membantu sekitar 3.000 warga Nduga yang masih mengungsi ke Kabupaten Jayawjaya untuk menggunakan hak pilihnya secara aman dan nyaman saat Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Serentak 2024 pada 27 November 2024.
Koordinator Tim Pemantauan Pilkada 2024 dari Aliansi Demokrasi untuk Papua, Antoni Ibra mengatakan warga dari beberapa distrik di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, telah mengungsi pasca insiden penyerangan yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB terhadap para pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018. “Pengungsi itu akibat konflik antara kelompok TPNPB dan TNI/Polisi,” kata Ibra pada Selasa (5/11/2024).
Ibra mengatakan saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih ada warga Nduga dari Distrik Iniye dan Dal yang mengungsi ke Jayawijaya. Ibra menyatakan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Distrik Dal pada Pemilu 2024 mencapai 3.459 orang.
“Ada [pengungsi dari] dua distrik yang tidak mau pulang [ke Nduga]. Mereka [dari] Distrik Iniye dan Distrik Dal,” katanya.
Ibra mengatakan warga Nduga yang mengungsi harus bersusah payah untuk menyalurkan hak pilihnya dalam Pemilu 2019 maupun Pemilu 2024. Ibra mengatakan tidak ada TPS khusus yang disediakan bagi para warga Nduga yang mengungsi.
Ibra mengatakan dalam pemantauan Pemilu maupun Pemilihan Presiden 2019, para warga Nduga yang mengungsi dimobilisasi keluar dari Kabupaten Jayawijaya, agar dapat menggunakan hak pilih mereka. “Pengungsi itu dimobilisasi ke perbatasan antara Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Nduga, sehingga secara administrasi mereka sah dan layak untuk memilih,” kata Ibra.
Menurut Ibra, pada Pemilu 2024 KPU juga tidak menyediakan TPS khusus bagi pengungsi Nduga di Jayawijaya. Menurutnya, para pengungsi sempat akan dipulangkan ke Nduga, namun rencana itu dibatalkan karena keterbatasan biaya dan alat transportasi, serta konflik yang masih terjadi di Kabupaten Nduga. Ibra menyatakan adalah sejumlah warga Nduga yang pulang dengan biaya pribadi agar bisa menggunakan hak pilih mereka.
“Situasi konflik yang di Nduga, waktu itu masih penyanderaan pilot. Itu menjadi pertimbangan [untuk tidak memobilisasi pengungsi kembali ke Nduga]. [Beberapa] pemilih mereka berinisiatif untuk pulang dengan menggunakan biaya sendiri,” ujarnya.
10 TPS khusus
Ibra mengatakan dibutuhkan sekitar 10 TPS khusus untuk membantu pengungsi Nduga di Jayawijaya menggunakan hak pilih mereka. Ibra mengatakan penyediaan TPS khusus telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih.
Dalam PKPU itu diatur bahwa pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS asal pada hari pemungutan suara akan menggunakan hak pilihnya di lokasi khusus. Ibra mengatakan lokasi khusus/TPS khusus itu meliputi rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan, panti sosial atau panti rehabilitasi, relokasi bencana, dan daerah konflik. Ibra mengatakan KPU provinsi/kabupaten harus saling berkoordinasi untuk menyediakan TPS khusus bagi pengungsi Nduga di Jayawijaya.
“Negara bertanggung jawab [menyiapkan TPS khusus pada Pilkada 2024]. KPU provinsi dengan KPU kabupaten [seharusnya] saling koordinasi untuk penanganan pengungsi itu. Dalam PKPU, diatur ada TPS khusus. Selama ini kan pengungsi tidak diberi TPS khusus,” katanya.
Ibra mengatakan TPS khusus itu penting supaya pengungsi dapat memberikan hak pilih secara teratur, nyaman, serta menghindari potensi kecurangan.
“Kalau [ada] TPS khusus, akan lebih teratur proses pemungutan suaranya. Kemarin itu [pada Pemilu] kami lihat lokasi pengungutan suara di Habema, [wilayah Nduga. Ada] anak kecil juga di tengah hutan, tidak ada tenda, hujan sampai tiga kali, semua basah. Proses pemungutan suara itu dilakukan pukul 17.30 WP, berakhir pukul 22.00 WP. Mereka kelaparan tidak makan,” katanya.
Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua juga meminta KPU Papua Pegunungan dan KPU kabupaten di Papua Pegunungan menyediakan TPS khusus bagi pengungsi Nduga. Ketua Tim Penegakan dan Pemajuan HAM Komnas HAM Papua, Melchior Weruin mengatakan ada sekitar 3.000 warga Kabupaten Nduga yang masih menjadi pengungsi di Kabupaten Jayawijaya.
Melchior juga memperkirakan dibutuhkan sekitar 10 TPS khusus untuk membantu para pengungsi Nduga menggunakan hak pilih mereka di Kabupaten Jayawijaya. Ia mengatakan KPU Nduga harus memfasilitasi warga Nduga yang berada di Wamena dapat menyalurkan hak pilihnya.
Melchior mengatakan KPU harus memberikan sosialisasi bagi pengungsi Nduga di Wamena. “[Harus ada] sosialisasi yang masif dari penyelenggaraan, agar warga Nduga yang terdata dalam DPT menerima informasi di mana mereka coblos,” kata Melchior pada Rabu (6/11/2024).
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyatakan Komnas HAM juga mengamati mobilisasi para pengungsi Nduga ke Habema agar dapat menggunakan hak pilih mereka. Ia menilai mobilitasi itu tidak efektif, sehingga KPU perlu membuat TPS khusus bagi pengungsi Nduga di Jayawijaya.
Ramandey mengatakan KPU Papua Pegunungan maupun KPU Nduga harus memberikan sosialisasi bagi pengungsi Nduga yang masih berada di Kabupaten Jayawijaya. Sosialisasi penting agar para pengungsi Nduga mengetahui di mana mereka bisa menggunakan hak pilihnya pada Pilkada 2024.
“Sosialisasi harus disampaikan baik-baik. [Harus ada kejelasan bagi] pengungsi Nduga, apakah mereka harus ke wilayah Nduga baru mereka coblos, atau ada TPS khusus di wilayah Wamena,” kata Ramandey pada Senin (4/11/2024).
Jubi sudah berusaha menghubungi Komisioner KPU Papua Pegunungan, Melkianus Kambu terkait permintaan adanya TPS khusus bagi pengungsi Nduga di Jayawijaya. Kambu meminta Jubi menanyakan hal itu kepada KPU Nduga. “Tanya ke KPU Nduga yang sangat memahami,” kata Kambu melalui pesan WhatsApp pada Selasa malam. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!