Jayapura, Jubi – Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua menyambut niat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB untuk membebaskan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens. Komnas HAM Papua akan bekerjasama dengan semua pihak guna pembebasan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey di Kota Jayapura, Papua, pada Kamis (19/9/2024), menanggapi proposol TPNPB untuk membebaskan pilot Susi Air itu. “Kita mengapresiasi ada itikad baik [TPNPB]. Dalam konteks kemanusiaan, itu kami hormati. Kami mengapresiasi niat baik untuk membebaskan pilot itu,” ujar Ramandey.
Pada 7 Februari 2023, kelompok bersenjata TPNPB yang dipimpin Egianus Kogoya menyandera Phillip Mark Mahrtens setelah pilot Susi Air itu mendaratkan pesawatnya di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Setelah 19 bulan penyanderaan, pada Selasa, 17 September 2024, TPNPB mengajukan proposal pembebasan Philip Mark Mehrtens. Dokumen proposal itu ditandatangani Kepala Staf Umum TPNPB, Major General Terryanus Satto dan Juru Bicara Komnas TPNPB, Sebby Sambom.
Ramandey menjelaskan pihaknya telah menerima dan mempelajari proposal pembebasan pilot Phillip Mark Mahrtens. Ramandey mengatakan Komnas HAM Papua selama ini juga terus proaktif memantau perkembangan penyanderaan pilot itu.
“[Komnas HAM juga membangun] komunikasi [dengan pihak TPNPB soal pilot itu]. Kalau kemudian ada proposal [pembebasan, itu suatu] kemajuan. Komnas HAM menyampaikan terima kasih karena kami juga dicantumkan dalam proposal itu,” katanya.
Ramandey mengatakan Komnas HAM akan memberikan masukan terhadap proposal pembebasan pilot Phillip Mark Mahrtens. “Tentu Komnas HAM akan memberi masukan baik terhadap konten dan konteks,” ujarnya.
Dokumen proposal itu menyebutkan protokol yang ditentukan TPNPB dalam pembebasan Phillip Mark Mahrtens. Protokol itu mencantumkan sejumlah pihak yang diminta menjadi fasilitator dalam proses itu.
Di antaranya, Direktur Urusan Internasional WCC, Dewan Gereja Papua, International Human Rights Monitor, Konferensi Gereja-gereja Pasifik, PNG Trust, Centre for Humanitarian Dialogue (HD Centre), Uskup Jayapura Mgr Y T Matopai You, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Proposal itu juga mencantumkan sejumlah nama individu yang diminta menjadi fasilitator pembebasan tersebut, seperti Shieny Angelita dan Alisa Wahid.
TPNPB juga meminta tim fasilitator dari Ndugama dan perwakilan Pemerintah Selandia Baru dilibatkan dalam proses pembebasan tersebut. Selain itu ada tim advokasi yang juga dilibatkan, seperti Direktur PAHAM Papua Gustaf Kawer, Frederika Korain, Direktur LBH Papua Emanuel Gobay, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem, dan Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey.
Ramandey mengatakan nama para pihak yang dicantumkan dalam proposal itu harus segera membangun komunikasi. Menurut Ramandey, itu penting agar proses pembebasan pilot Phillip Mark Mahrtens berjalan baik dan lancar. Ia menyatakan Komnas HAM Papua mulai berkomunikasi dengan para pihak yang dicantumkan dalam proposal tersebut.
“Jadi proposal itu kan dokumen mediasi, proses mediasi yang mengarah kepada proses negosiasi. Karena itu, tentu semua nama-nama yang disebut punya kewajiban untuk coba berkomunikasi. Tentu harus ada inisiatif baik dari perorangan maupun lembaga untuk berkomunikasi. Kami akan bicara koordinasi di antara nama-nama yang disebut, baik itu individu maupun organisasi. Baik itu tim fasilitator, [maupun] tim advokasi. Kami [akan] lihat apa yang perlu ditambahkan, apakah perlu ada usulan penambahan atau pengurangan, apakah perlu usulan soal proses dan mekanisme,” katanya.
Sediakan 2 pesawat
Dalam proposal tersebut, TPNPB meminta agar Pemerintah Selandia Baru menyiapkan dua pesawat. Satu pesawat akan digunakan untuk menjemput pilot Susi Air itu dari Nduga, dan menerbangkannya ke Jayapura. TPNPB menentukan pesawat yang menjemput Phillip Mark Mahrtens dari Nduga itu harus diterbangkan oleh pilot Orang Asli Papua.
Sedangkan satu pesawat lainya akan digunakan untuk menerbangkan Phillip Mark Mahrtens dari Jayapura ke bandara yang akan disetujui oleh Panglima TPNPB Wilayah III Ndugama Derakma, Brigadier General Egianus Kogeya dan pasukannya.
TPNPB juga meminta agar polisi dan tentara Pemerintah Selandia Baru mengawal proses pembebasan Phillip Mark Mahrtens. Lokasi pembebasan di Nduga akan diumumkan tiga hari sebelum pembebasan, agar diketahui publik. Proses pembebasan diminta untuk diliputi secara terbuka oleh media lokal, nasional, dan internasional.
Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom mengatakan pihaknya sepakat untuk membebaskan pilot Phillip Mark Mahrtens karena alasan kemanusiaan. Sambon mengatakan kesepakatan untuk mengumumkan proposal itu tercapai setelah pihaknya beberapa kali berkomunikasi dengan kelompok TPNPB yang dipimpin Egianus Kogoya di Ndugama.
Sambom meminta agar semua pihak mengikuti proses pembebasan pilot Susi Air itu. “Dari komunikasi itu, TPNPB Nduma merekomendasikan kepada markas pusat Komnas TPNPB untuk mengeluarkan proposal pembebasan pilot. Kami menyetujui bebaskan pilot, demi kemanusian, tanpa syarat,” kata Sambon dalam video yang diterima Jubi, pada Rabu (18/9/2024).
Dukung pembebasan
Direktur PAHAM Papua, Gustaf Kawer mengatakan mendukung proposal pembebasan pilot yang diajukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Proposal itu sangat baik dengan melibatkan beberapa pihak. “Demi keselamatan pilot dan kemanusian kami mendukung proposal itu,” kata Kawer kepada Jubi, pada Jumat (20/9/2024).
Kawer mengatakan proses penyanderaan sudah lama sekali. Pemerintah Indonesia, Pemerintah Selandia Baru, dan TPNPB harus memikirkan pembebasan Phillip Mark Mahrtens secara komprehensif, dalam artian memperhatikan kepentingan TPNPB, masyarakat Papua, dan keselamatan Phillip Mark Mahrtens.
“Posisi negara dan TPNPB, [mereka] harus berpikir soal keselamatan pilot tersebut. [Karena akan ada] perhatian [dunia] luar terhadap [cara] penyelesaian [penyanderaan dan pembebasan pilot itu]. Yang penting, dari sisi kemanusian diutamakan. Penyelesaian harus kedepankan [pendekatan] humanis,” ujar Kawer.
Ia mendesak Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru segera merespon proposal pembebasan pilot Susi Air itu. Kawer meminta Pemerintah Indonesia merespon dan membuka ruang untuk melibatkan pihak-pihak yang netral dalam proses pembebasan Phillip Mark Mahrtens. “Perlu respon positif dari Pemerintah Indonesia maupun Selandia Baru,” katanya. (*)