Jayapura, Jubi – Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua menyatakan advokat dan pembela Hak Asasi Manusia, Yan Christian Warinussy pada 17 Juli 2024 lalu ditembak dengan senapan angin dari jarak 4 meter. Komnas HAM Papua menyatakan polisi sudah mengantongi identitas terduga pelaku penembakan itu, namun belum menangkap orang itu.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey saat mengumumkan hasil investigasi tim Komnas HAM Papua atas kasus penembakan terhadap Yan C Warinussy yang terjadi di Manokwari, Provinsi Papua Barat, pada 17 Juli 2024 itu. Investigasi Komnas HAM Papua itu dilakukan pada 21 hingga 22 Juli 2024 lalu.
Ramandey menyatakan terduga pelaku menembak Warinussy dari dalam mobil. “Diduga kuat senjata yang digunakan pelaku adalah senapan angin. Jarak antara posisi Yan Christian Warinussy berdiri dan mobil yang digunakan pelaku itu diperkirakan 3 – 4 meter, cukup dekat. [Penembakan itu terjadi] di jalan utama Manokwari. Itu hasil investigasi Komnas HAM Papua,” ujar Ramandey.
Ramandey mengatakan pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM Papua itu menyimpulkan bahwa penembakan terhadap Warinussy memiliki keterkaitan dengan posisinya sebagai kuasa hukum keluarga korban dalam perkara pembunuhan. Ramandey mengatakan penembakan tersebut tidak menyebabkan luka serius terhadap Warinussy, namun berdampak luas terhadap aktivitas para pembelaan HAM di Tanah Papua.
“Dalam rekonstruksi dan reposisi yang kami lakukan, penembak itu ada di dalam mobil dan melakukan bidikan dalam jarak yang sangat dekat, tapi tidak menyebabkan luka serius. Kami melihat langsung posisi lukanya. [Polisi] memberi akses [kepada] kami untuk memastikan peluru yang digunakan untuk menembak Yan. Itu peluru senapan angin. Model [proyektilnya, bagian] depan tumpul, [bagian] belakang bolong,” kata Ramandey.
Hasil investigasi Komnas HAM Papua juga menyimpulkan bahwa penembakan terhadap Warinussy bukanlah serangan atau teror pertama terhadapnya. Ramandey mengatakan keluarga Warinussy juga mengalami teror. Ia meminta agar Gubernur Papua Barat dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Barat memberikan jaminan perlindungan bagi Warinussy dan keluarganya.
“Anaknya pernah mengalami intimidasi di luar Papua, anaknya perempuan. Kami minta perlindungan Yan dan keluarganya, juga bagi kawan-kawan pembela HAM lain di Papua Barat. Polisi harus melakukan upaya penegakan hukum, tidak boleh ada pembiaran karena sudah ada bukti petunjuk yang cukup, saksi yang cukup, dan alat bukti,” katanya.
Ramandey mengatakan aksi penembakan itu merupakan percobaan pembunuhan terhadap Warinussy. Aksi penembakan itu tidak hanya melanggar ketentuan hukum pidana, namun juga melanggar prinsip dan norma HAM. Kini, kasus itu berpotensi menjadi pelanggaran HAM baru jika hak Warinussy atas keadilan tidak terpenuhi karena kasusnya tidak terselesaikan.
“Dalam standar norma pembela HAM yang dikeluarkan Komnas HAM, kita mengklasifikasi advokat hingga wartawan sebagai pembela HAM,” ujarnya.
Terduga pelaku belum ditangkap
Ketua Tim Penegakan dan Pemajuan Hak Asasi Manusia Komnas HAM Papua, Melchior Weruin menyatakan polisi telah mengantongi identitas terduga pelaku penembakan itu. Akan tetapi, terduga pelaku itu belum ditangkap polisi.
“Ada beberapa [terduga] pelaku, sudah ada tiga nama [yang] disebut. Sudah [ada] dua orang, yakni YS dan FM. Tapi [mereka] rupanya bukan pelaku penembakan. Kami juga belum tahu siapa [pelaku penembakan]. Penyidik bilang mereka sudah kantongi identitasnya, [terduga pelaku yang] diduga kuat memegang senapan angin dan yang menembak,” kata Melchior pada Kamis (8/8/2024).
Melchior mengatakan polisi harus segera menangkap semua terduga pelaku penembakan terhadap Warinussy. Menurutnya, upaya itu penting untuk mengungkap kasus penembakan tersebut.
“Mereka [polisi] sudah identifikasi, sudah tahu lokasinya, tapi belum melakukan penangkapan. Kami mendorong supaya dilakukan penangkapan, supaya [ada] pengungkapan secara menyeluruh atas motif dan tujuan penembakan itu. Apakah motif [itu] tujuan tersendiri, atau ada pesanan dari kelompok lain, [atau itu] teror yang dibuat oleh secara profesional oleh kelompok tertentu,” ujarnya.
Melchior khawatir jika penyidikan kasus yang berlarut-larut justru membuat terduga pelaku sempat melarikan diri. Ia mengatakan kasus itu merupakan ujian bagi kepolisian, karena kegagalan pengungkapan kasus itu akan berimplikasi terhadap kerja pembela HAM di Tanah Papua.
“Tangkap sudah, supaya dilakukan pendalaman lebih lanjut untuk mengetahui motif. Kalau penangkapan terhadap terduga molor, kemungkinan pelaku akan lari. Itu ujian bagi polisi, lebih cepat [terduga pelaku ditangkap], lebih baik, supaya ada kepastian hukum bagi pembela HAM,” ujarnya.
Yan Christian Warinussy juga mengatakan polisi belum menangkap pelaku penembakan terhadap dirinya. Warinussy berharap Kepala Kepolisian Resor Kota Manokwari dan jajarannya bekerja secara profesional dan independen, agar mampu mengungkap kasus penembakan itu.
“Sampai hari ini polisi belum dapat mengungkap siapa pelakunya dan atau siapa otak pelakunya. Saya dan keluarga sangat tidak ingin ada “korban baru” akibat salah tangkap dan/atau salah menetapkan tersangka,” ujar Warinussy pada Jumat (9/8/2024).
Beda dugaan motif
Warinussy berbeda pendapat dengan kesimpulan Komnas HAM Papua soal dugaan motif penembakan terhadap dirinya. Ia meragukan bahwa penembakan itu terkait posisinya selaku kuasa hukum keluarga korban perkara pembunuhan.
“Saya tidak dampingi perkara Pra Peradilan pembunuhan. Saya mendampingi klien saya, yaitu Pak Atus Sayori, keluarga mereka menjadi korban dari kasus pembunuhan. Informasi [dugaan penembakan terhadap saya terkait pendampingan perkara pembunuhan] diperoleh Komnas HAM dari Kepolisian Resor Kota Manokwari. Tapi saya justru melihat tidak sesederhana itu,” ujar Warinussy.
Ia menduga penembakan terhadap dirinya berkaitan dengan sidang perkara dugaan korupsi kliennya, Patrice Lumumba Sihombing selaku Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Provinsi Papua Barat. Dugaan lainnya, penembakan itu terkait berbagai pernyataan publik Warinussy soal berbagai dugaan korupsi, seperti Kasus Alat Tulis Kantor (AT) dan Barang Cetakan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong Tahun Anggaran 2017 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari, kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2023 Kabupaten Manokwari di Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari, serta kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Trans Papua Barat Makbon-Mega.
“Saya melihat [penembakan] itu ada kaitannya dengan pernyataan saya terkait pengungkapan dugaan korupsi. Misalnya di Sorong, [beberapa saat] setelah kejadian [penembakan] tersebut, ada orang yang langsung membuat unggahan ‘RIP Advokat Yan Christian Warinussy’,” kata Warinussy.
Berisiko
Ramandey meminta polisi segera menangkap terduga pelaku yang telah diketahui identitasnya. Ia mendesak polisi menggunakan kewenangannya untuk melakukan upaya paksa untuk demi menangkap pelaku.
“Kalau yang bersangkutan sudah diidentifikasi, lalu sudah upaya persuasif, tapi yang bersangkutan tidak datang [memenuhi panggilan penyidik], perlu dikasih deadline. Kami minta Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat kasih deadline. Kalau keluarga [terduga pelaku penembakan] atau yang bersangkutan tidak bisa dipersuasi, upaya paksa bisa diambil sebagai upaya penegakan hukum dan penghormatan terhadap HAM. Kasus ini serius. Yan itu pembela HAM. Ini kasus telah menjadi konsumsi internasional,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Direktur Aliansi untuk Demokrasi Papua, Latifah Anum Siregar. Anum mengatakan apabila polisi tidak mengungkap kasus penembakan terhadap Warinussy, kasus itu dapat menjadi justifikasi bahwa pelakunya negara. Menurutnya, negara seharusnya memberikan perlindungan bagi para pekerja HAM.
Anum mendesak polisi harus segera mengungkap kasus penembakan terhadap Warinussy. “Beliau pengacara senior [yang bekerja] puluhan tahun [untuk kasus-kasus HAM]. Polisi harus segera mengungkap motif kenapa dia [Warinussy] menjadi target? Negara harus melindungi aktivis HAM, jurnalis, [dan] orang-orang yang bekerja untuk HAM,” ujarnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Manokwari, AKP Raja Napitupulu mengatakan pihaknya sedang berupaya menangkap terduga pelaku penembakan tersebut. Raja mengatakan upaya penangkapan itu terkendala masalah aksesibilitas geografis dan tingkat risiko keselamatan anggota polisi yang melakukan penangkapan.
“Kita sedang upaya untuk tangkap pelaku, Ada beberapa wilayah yang bisa menyebabkan risiko terhadap anggota. Jadi kita harus bersabar,” kata Raja melalui layanan pesan WhatsApp, pada Jumat (8/7/2024).
Raja mengakui polisi sudah mengantongi identitas terduga pelaku, namun tidak bisa mengumumkannya kepada publik, karena perkara itu masih dalam penyidikan. Penyidikan peristiwa penembakan terhadap Warinussy itu tertuang dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan Nomor SPDP/115/VII/RES.1.24/2024/Reskrim Resor Kota Manokwari tertanggal 25 Juli 2024.
“Belum bisa kami kasih tahu [identitas terduga pelaku], karena masih ranah penyidikan. Itu [YS dan FM] tidak ditahan. Kami cuma melakukan pendalaman [dengan meminta] keterangan [mereka] sebagai saksi,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!